Hijrah
Qolbu
Oleh
: H.Hamzah Ahmad
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ
Dan
Ibrahim berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia
akan memberi petunjuk kepadaku[
Secara bahasa hijrah yaitu seseorang
memisahkan dirinya dari orang lain, baik dengan badannya atau dengan
perkataannya atau juga dengan hatinya. Sedangkan menurut istilah syara’ hijrah
artinya berpindah dari negara-negara kafir atau menghindarkan diri dari
kejelekan-kejelekan atau menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk dan
perkara-perkara yang tercela.
Hijrah merupakan bagian dari agama Nabi
Ibrahim’alaihis salam. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah subhanahu
wata’ala tentang perkataan Ibrahim ’alaihis salam yang artinya,“Dan Ibrahim
berkata, “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku dan Dia akan memberi
petunjuk kepadaku.” (Ash-Shofat: 99). Yaitu pindah dari negeri kafir menuju
negeri iman.
Ash-Shaaffat (37) -Verse 99-
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ
Dan Ibrahim
berkata:"Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan
memberi petunjuk kepadaku[
Nabi Ibrahim ’alaihis salam beserta
sebagian anggota keluarganya pindah ke negeri Syam yang di sana terdapat
negeri-negeri yang disucikan dan di dalamnya terdapat Masjid al-Aqsho. Dan
sebagian yang lain hijrah ke negeri Hijaz yang di sana terdapat tanah haram dan
Baitul ‘Atiq (Ka’bah). Sebagaimana telah difirmankan oleh Allah subhanahu
wata’ala tentang Ibrahim ’alaihis salam yang berdo’a kepada Tuhannya yang
artinya, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang di hormati.” (Ibrahim: 37)
Hijrah merupakan bagian dari syariat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau memerintahkan para sahabatnya
berhijrah ke Habasyah ketika merasakan siksaan yang sangat pedih dari
orang-orang kafir Makkah. Maka ketika siksaan tersebut semakin menjadi-jadi,
keluarlah mereka dari Makkah menuju tanah Habasyah sebanyak dua kali, pergi
membawa agama mereka. Tinggallah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di
Makkah, merasakan siksaan yang sangat memilukan.
Dalam kondisi seperti itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berdo’a kepada Rabbnya. Sebagaimana yang terdapat
dalam firman Allah subhanahu wata’ala yang artinya, “Ya Tuhanku, masukkanlah
aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku dengan keluar yang
benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”
(Al-Isra: 80)
Maka Allah subhanahu wata’ala
mengizinkan beliau hijrah menuju Madinah. Dengan diizinkannya beliau untuk
berhijrah, maka beliau mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke sana.
Maka jadilah hijrah sebagai tanda
berjihad di jalan Allah subhanahu wata’ala di dalam kitab-Nya yang mulia. Dan
jadilah hijrah sebagai syari’at yang tetap berlaku sampai datangnya hari
Kiamat. Sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam sebuah haditsnya beliau bersabda, “Hijrah tidak akan terputus
sampai taubat terputus. Dan taubat tidak akan terputus sampai matahari terbit
dari tempat tenggelamnya”.
Allah subhanahu wata’ala telah memberikan
ancaman kepada siapa saja yang mampu untuk berhijrah, namun tidak mau berhijrah
dalam firman-Nya yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat berkata, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang tertindas di negeri (Mekkah). Para Malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki ataupun wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allah mama’afkannya. Dan Allah Maha Pema’af lagi Maha pengampun”. (QS. Al-An’am: 97-99)
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat berkata, “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang tertindas di negeri (Mekkah). Para Malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki ataupun wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allah mama’afkannya. Dan Allah Maha Pema’af lagi Maha pengampun”. (QS. Al-An’am: 97-99)
Ini adalah ancaman yang sangat berat
bagi orang yang meninggalkan hijrah tanpa ada alasan. Ayat yang mulia ini
bersifat umum bagi siapa saja yang menetap (tinggal) di wilayah kaum musyrikin
yang tidak memungkinkan baginya untuk menegakkan agamanya dan ia mampu untuk
pindah dari wilayah tersebut.
Allah subhanahu wata’ala telah
berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa yang hijrah di jalan Allah, niscaya
mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas.” (QS. An-Nisa: 100).
Yakni tempat yang ia dapat berlindung di dalamnya dari gangguan orang-orang
kafir dan mendapatkan kelapangan rizki dari Allah subhanahu wata’ala sebagai
pengganti atas apa yang ia tinggalkan di negerinya semula. Sebagaimana yang
telah dijanjikan oleh Allah subhanahu wata’ala dalam firman-Nya yang artinya,
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti
Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya
pahala di akhirat adalah lebih besar kalau mereka mengetahui. Yaitu orang-orang
yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (An-Nahl: 42)
Di antara jenis-jenis hijrah adalah
meninggalkan bentuk-bentuk kemak-siatan seperti kufur, syirik, nifak,
perbuatan-perbuatan jelek, perkara-perkara hina, dan perangai-perangai tercela.
Allah subhanahu wata’ala telah berkata kepada nabi-Nya yang artinya, “Dan
perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah”. (QS. al-Muddatstsir: 5)
Telah bersabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang kaum muslimin selamat
dari lisan dan tangannya. Dan orang yang berhijrah ialah seseorang yang
meningalkan sesuatu yang dilarang Allah.” Yakni berupa perbuatan, akhlak,
perkataan, makanan, dan minuman yang haram serta memandang dan mendengarkan
sesuatu yang haram.
Di antara bentuk hijrah yang lain yaitu
menjauh dari para pelaku maksiat, dari orang-orang kafir, orang-orang musyrik,
orang-orang munafik dan orang-orang fasik. Allah subhanahu wata’ala berfirman
yang artinya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah
mereka dengan cara yang baik.” (QS. Al Muzzammil: 10). Yakni tinggalkanlah
mereka dengan cara yang tidak menimbulkan masalah.
Dan di antara bentuk hijrah yang paling
agung adalah hijrahnya hati menuju Allah subhanahu wata’ala dengan
mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dalam keadaan tersembunyi maupun
terang-terangan. Sehingga seorang mu’min tidak mengorientasikan perkataan dan
perbuatannya kecuali untuk meraih keridhaan Allah semata. Tidak mencintai kecuali
mencintai Allah subhanahu wata’ala dan tidak mencintai kecuali mencintai
orang-orang yang di cintai Allah subhanahu wata’ala. Begitu pula hijrah kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yakni dengan cara mengikutinya,
mendahulukan ketaatan kepadanya dan beramal dengan apa yang beliau bawa (ajaran
Islam).
Inilah hijrah secara garis besar, yakni
hijrah menuju Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Meninggalkan kesyirikan,
bid’ah, khurafat, pendapat, dan madzhab yang menyelisihi al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka berbicara tentang hijrah bukan
sekedar dengan bercerita, memaparkan sejarah atau memperingatinya dengan
ritual-ritual keagamaan maupun perayaan-perayaan, kemudian dilupakan begitu
saja tanpa berbekas dalam jiwa, atau berpengaruh dalam tingkah laku. Karena
sesungguhnya di antara orang-orang yang memperbincangkan tentang hijrah pada
acara tahun baru, mereka tidak memahami artinya dan tidak memenuhi
konsekwensinya. Bahkan sebaliknya, tingkah laku dan perbuatan mereka
menyelisihinya. Mereka membicarakan tentang hijrah Rasul dan Sahabat-sahabatnya
serta membicarakan tentang perpindahan mereka dari negara-negara kafir menuju
negara-negara iman, namun mereka memilih untuk tinggal di negara-negara kafir,
bepergian ke negara-negara kafir hanya sekedar untuk menghabiskan masa liburan,
bertamasya atau juga untuk “berbulan madu” setelah pernikahan (menurut istilah
mereka).
Mereka memperbincangkan tentang hijrah,
namun mereka tidak meninggalkan penyembahan mereka terhadap kubur-kubur dan
makam-makam. Bahkan sebaliknya, mereka menjadikan kuburan-kuburan dan
makam-makam itu sebagai sembahan selain Allah seperti disembahnya
berhala-berhala atau bahkan lebih parah dari itu. Mereka membicarakan tentang
hijrah, namun mereka tidak meninggalkan madzhab-madzhab dan pendapat-pendapat
yang menyesatkan. Bahkan sebaliknya mereka memposisikan semua itu sebagai
bagian dari syari’at Islam.
Mereka memperbincangkan tentang hijrah,
namun mereka tidak meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan dan perangai-perangai
tercela. Mereka berbicara tentang hijrah, namun mereka tidak meninggalkan
kebiasaan orang-orang kafir dan taklid-taklid mereka. Bahkan sebaliknya mereka
meniru dan menyerupai mereka. Di manakah makna-makna hijrah dan jenis-jenisnya
dari tindak-tanduk mereka?
Bertakwalah kepada Allah wahai
hamba-hamba Allah. Jadikanlah hijrah Rasul dan peristiwa-peristiwa lainnya yang
terangkai dalam sirah nubuwah (perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam) sebuah kutipan yang kalian salin, sebagai pelajaran, dan pedoman
dalam kehidupan. Janganlah perbincangan kalian tentang hijrah hanya sebatas
ucapan-ucapan penghias lisan semata atau sebatas tinta di atas
lembaran-lembaran kertas.
Allah subhanahu wata’ala telah
berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad di jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan
memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang
yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (nikmat) yang
mulia.” (QS. al-Anfal: 74).
Jeruk Purut 11 November
2012/ 26 Dzulhijjah 1433 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar