Kerangka Ilmu
Pengetahuan
Menurut Alqur,an dan
Implikasinya Bagi Ummat
“Hai orang-orang
beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.
( QS.
Al-Mujahadah ayat 11 )
Oleh Drs. H Hamzah MM
( Kandinat Doktor Pendidikan Pascasarjan PTIQ Jakarta )
Pendahuluan
Peradaban manusia terus berlalu
dari zaman ke zaman, dari
peradaban ke peradaban. Prof.Dr.Nasarudin Umar, dalam satu perkuliahan
pernah menyampaikan, bahwa
hirarki peradaban dan perjalanan manusia di awali oleh peradaban India,
kemudian China, kemudian Romawi dan
Yunani, hingga akhirnya ke Persia
(islam) dan kahirnya dikuasi oleh Barat. Semua itu
berproses dengan media Ilmu
pengetahuan. Dalam satu buku “ Muslim
Thought its Origin and Achievment “ ( Alam Pikiran Islam, Peranan ummat Islam dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
; Prof.Dr. Fuad Muhammad Fachrudin ). Di
sebutkan, bahwa pada abad ke 6
masehi terdapat empat puri
pusat perkembangan peradab, yaitu
India,Tiongkok,Persia dan Yunani. Dan akhirnya ada dua puri
yang terpenting yaitu India dan
Yunani hingga 15 abad lamanya menguasai
kancah ilmu pengetahuan.
Hingga akhirnya pada abad ke X
terdapatlah dua sumber pusat pikiran “ Alam Islami dan India “.[1] Hingga
akhirnya dalam peradaban sejarah
Islam, lembaga Ilmiah yang pertama di bangun oleh Ummat islam adalah
“Darul Hikmah “ oleh Kholifah Al-Makmun di Bagdad,sedangkan
Institut kedua ummat Islam adalah “ Al-Nizhomiyah “ yang
di dirikan seorang menteri
Nizamul Mulk tahun 1076 M masa
kholifah Malik Syah. Pada zaman itu
perindustrian kertas sudah
berkembang pesat sehingga perpustakan banyak berdiri terutama yang ternama, “ Perpustakaan MOSEL yang di dirikan pada abad X oleh Ja’far
Bin Muhammad yang wafat pada 940 M).
Dari kondisi sejarah tersebut, Ilmu Pengetahuan memiliki peran penting pada era
sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan
aktualisasi pengetahuan modern sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan
sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui
proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka
keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat
tidak dapat dikatakan ilmiah. Perjalanan Ilmu pengetahuan pada
dasawarsa sekarang ini dapat di katakan luar
biasa perekembangannya, terasa
sangat cepat dan dahsyat
sepanjang sejarah peradaban
maanusia. Perjalanan ini
pada dasarnya mempunyai dasar dan
akar yang sangat kuat dan panjang.
Sejak Thales
( 700 tahun SM ) melontarkan pemikiran
pemikiran yang sistemik, ilmu pengetahuan berangkat secara perlahan tapi pasti, sampai abad
pertengahan. Pada masa inilah
di letakan dasar dasar berbagai
cabang ilmu pengetahuan, dari logika
hingga gramatika, dari
astronomi hingga fisika.
Sampai abad ke 7 ilmu
pengetahuan berkambang di Asia kecil
sebuah wilayah yang berada di bagian kerajaan Romawi-Yunani. Pada
masa itu ada pengistilahan “
Maha Guru “ yaitu Socratets, Aristoteles dan Plato “.
Mereka sangat berperan dalam kancah Ilmu pengetahuan.[2]
Ummat Islam
melanjutkan tradisi ilmiah peradaban Helenisme dengan pengembangan-pengembangan yang spektakuler pada zaman itu, Ilmuan Islam sudah mulai akrab
dengan Induktife- eksperimental. Dengan semangat yang khas
yang di bawa oleh anasir anasir
keislaman. Usaha -usaha mereka pada
dasarnya juga melahirkan
sumbangan sumbangan yang
melahirkan pemikiran Modern
kedepan. Goeorge Shorton mengatakan “ bahwa
Ibn Khaldun di akui sebagai peletak ilmu Sosial kemasyarakatan modern yang handal pada
zamannya “ [3]
Dalam semangat ini
pengetahuan terus tumbuh,
siapapun tidak bisa menyangkal bahwa
penemuan-penemuan manusia berhasil menyingkap rahasia
rahasia alam dan berbagai
hal yang berhubungan manusia dan
kealaman. Lebih anyak di banding yang
sebelumnya. Meskipun demikian, manusia
semakin tidak puas, karena alam
seakan -akan semakin menjadi misteri
untuk terus di kaji dalam
berbagai ranah ilmu pengetahuan berlebih memasuki era postmodernisme saat ini yaitu konvergensi anatara
Tradisionalisme dengan
Modernisme,demikian menurut “ Dr. Zaimudin
”dimana hal itu merupakan perkembangan pemikiran yang ter-update di Abad ini.
A.Hakikat Ilmu
Pengetahuan
Hubungan Islam
dengan Ilmu Pengetahuan
banyak mendapat perhatian dari berbagai
kalangan akademik, baik akademisi muslim ataupun non muslim. Pada dasarnya Islam memang sangat besar
menaruh perhatiannya
terhadap Ilmu Pengetahuan. Dalam kandungan AlQur,an surat Ali Imron, Allah
memberikan perintah untuk meneliti
alam semesta yang berisikan ayat-ayat
tentang kekuasaan Allah. Sudah
dapat di pastikan manusia tidak
akan tercapai untuk menempuhnya jika
tidak di latar belakangi dengan Ilmu Pengetahuan. Oleh karena itu
kata ‘alam ( alam semesta )
dengan ‘ilm ( ilmu pengetahuan ) mempunyai akar huruf yang
sama yaitu ‘ain,lam, dan mim.[4]
Dalam bahasa arab
di katakan ‘ilm dalam pengetahuan ilmiah disebut science. Tidak
kurang 750 ayat lebih tentang
penomena alam semesta yang
berhubungan dengan Ilmu
Pengetahuan. Karena fenomena Alam semesta itu sendiri sebagai bagian dari
lahirnya ilmu pengetahuan.
Seorang ilmuan mashyur Albert Enstein ( 1879-1955). Mengatakan “ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama akan buta, agama tanpa
Ilmu pengetahuan akan
lumpuh”( science without religion is lame,religion without science is
blind ). Menurut Murcholis Madjid, pengetahuan itu
adalah Kekuatan ( sulthan ),
maksudnya jika manusia mempunyai
kekuatan maka manusia
akan mampu menembus berbagai
fenomena alam semesta ini,seperti luar
angkasa yang telah diraih oleh Amerika,Soviet dan Jepang.[5]
Terdapat dua tema besar dalam alqur,an bagi
manusia yaitu Thema yang Muhkamat ( ayatayat
tentang alam nyata ) dan thema
yang Mutasabihat ( ayat-ayat tentang alam Ghoib). Alqur,an sebagai
Kitab Induk ajaran islam memang
secara tandas mengidentifikasi dirinya sebagai “petunjuk” tentunya baik alam ghoib ataupun alam nyata. Pada ajaran
alqur,an tentang alam nyata memang hanya mencakup pada “hal-hal yang Pokok”. Dengan demikian Ilmu Pengetahuan yang di miliki oleh
manusia pada dasarnya hanya
menghasilkan sebuah pengungkapan bukti yang sudah uraikan alQur,an sebelumnya. Baik yang muhkamat atau mutasabihat. Yang peluang manusia sangat besar
untuk membuktikan itu.
B.Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab
suci yang diturunkan Allah Swt, Tuhan alam semesta, kepada Rasul dan NabiNya
yang terakhir, Muhammad Saw melalui malaikat Jibril as untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia sampai akhir jaman.
Alqur,an berisi pesan pesan ilahi
( risalah ilahiyah ) untuk ummat
manusia yang disampaikan melalui Nabi
Muhammad saw.[6] Al-Qur'an
berarti bacaan, nama-nama lain dari kitab suci ini adalah Al-Furqaan (Pembeda),
Adz Dzikir (Pengingat) dan lain-lain, tetapi yang paling terkenal adalah
Al-Qur'an. Sebagai kitab suci terakhir,
Al-Qur'an bagaikan miniatur alam raya yang memuat segala disiplin ilmu,
Al-Qur'an merupakan karya Allah Swt yang Agung dan Bacaan mulia serta dapat
dituntut kebenarannya oleh siapa saja, sekalipun akan menghadapai tantangan
kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin canggih (sophisticated). Kata pertama dalam wahyu pertama (The First
Revelation) bahkan menyuruh manusia membaca dan menalari ilmu pengetahuan,
yaitu Iqra'. Adalah merupakan hal yang
sangat mengagumkan bagi para sarjana dan ilmuwan yang bertahun-tahun
melaksanakan penelitian di laboratorium mereka, menemukan keserasian ilmu
pengetahuan hasil penyelidikan mereka dengan pernyataan -pernyataan Al-Qur'an
dalam ayat-ayatnya. Setiap ilmuwan yang
melakukan penemuan pembuktian ilmiah tentang hubungan Al-Qur'an dengan ilmu
pengetahuan akan menyuburkan perasaan yang melahirkan keimanan kepada Allah
Swt, dorongan untuk tunduk dan patuh kepada Kehendak-Nya dan pengakuan terhadap
Kemaha Kuasaan-Nya. Tidak pada tempatnya lagi orang-orang memisahkan ilmu-ilmu
keduniawian yang dianggap sekuler, seperti ilmu-ilmu sosial dengan segala
cabangnya, dengan ilmu -ilmu Al-Qur'an. Para ilmuwan dapat sekuler, tetapi ilmu
tidak sekuler. Bila penyelidikan tentang alam raya ini adalah ilmiah, mana
mungkin Pencipta Alam Raya ini tidak ilmiah. Bila percampuran dan persenyawaan
unsur-unsur adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta setiap unsur itu tidak ilmiah.
Begitu pula pembicaraan hal-hal kenegaraan adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta
perbedaan watak individu yang menjadikan beraneka ragam ideologi tidak ilmiah.
Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa
kesatuan umat Islam sedunia. Peribadatan dilakukan dalam bahasa Arab sehingga
menimbulkan persatuan yang dapat dilihat diwaktu 'shalat-shalat massal' dan
ibadah haji. Selain daripada itu, bahasa Arab tidak berubah, sangat mudah
diketahui bila Al -Qur'an hendak ditambah atau dikurangi, banyak orang yang
buta huruf terhadap bahasa nasionalnya, tetapi mahir membaca Al-Qur'an bahkan
sanggup menghafal Al -Qur'an keseluruhan. Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah
peringatan bagi seluruh umat (QS. 68:52), sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah
peringatan bagi seluruh umat (QS. 38:87), petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
(QS. 2:2), korektor dari semua kitab sebelumnya yang telah terdistorsi (QS.
5:48). Al-Qur'an dalam bahasa Arab mempunyai gaya tarik dan keindahan yang
deduktif. Didapatkan dalam gaya yang
singkat dan cemerlang, bertenaga ekspresif, berenergi eksplosif dan bermakna
kata demi kata.[7]
C.Kerangka
Ilmu Menurut Perspektife
Al Qur,an
Menurut alqur,an m anusia adalah mahluq
yang berp[otensi untuk menguasai ilmu pengetahuan. Allah-lah yang mengajarkan semua semua
hal yang sebelumnya tidak di ketahuinya. Dalam surat Al-Alq
dengan sangat jelas ayat
5. Kemanusiaan semua (
insaniyatul insan ) dapat di ukur
dengan sebuah interaksinya dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu di kemukakan dalam alqur,an agar manusia
bekerja pada amal-amal yang menghasilkan ilmu pengetahuan.
( lihat : Afala yanzurun,
afala ta,qilun, afala tatadabbaruun, dll... )
Sehingga yang membedakan manusia dengan
ciptaan Allah yang lainnya adalah
karena faktor utama
yaitu “ pengetahuan “
( QS Al-Baqoroh ayat 30-33 ).[8] Allah mengajarkan Adam nama nama seluruhnya, yakni memberinya potensi
pengetahuan, tentang nama-nama atau kata-kata, yang di gunakan menunjuk benda-benda atau
mengajarnya fungsi benda -benda. Ayat ini
menginformasikan bahwa manusia
di anugrahi oleh Allah potensi
yang sangat besar untuk mengetahui nama-nama
dan fungsi dan karakteristik benda -benda, misalnya fungsi api,
fungsi angin. dsb. Allah
juga menganugrahkan potensi untuk berbahasa bagi manusia dengan manusia yang
lain. Itulah sebagian makna bahwa
Allah mengajarkan kepada Adam nama
–nama.[9]
Pada dasarnya
seluruh pengetahuan yang ada pada
manusia itu bersumber dari pengetahuan yang Allah anugrahkan
kepadanya, oleh karena itu ketika
terjadi sebuah kecongkakan dari
diri manusia dengan menyatakan
bahwa sebuah penemuan ilmu pengetahuan adalah sebuah karyanya adalah sebuah
“ keingkaran :” dari hakikat kebenaran di hadapan Allah. Karena
pada dasarnya hanya
Allahlah yang memunculkan instink, insfirasi, Ghorizhah, yang dengan kemampouan itulah akan muncul
sebauh kekuatan meghasilkan pengetahuan
baik yang baru ataupun yang bersifat pengembangan dari teori yang
sudah ada.. Kata ( ‘Alim ) yang terambil dari kata
(‘ilm ) yang menurut para pakar
bahasa berarti “ Menjangkau sesuatu dengan keadaannya
yang sebenarnya “. Bahasa
Arab menggunakan semua
kata yang tersusun dari huruf-huruf “
‘ain, lam dan mim “. Dalam
berbagai bentuknya dalam
menggambarkan sesuatu yang sedemikian
jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Makanya Allah di namakan (‘alim ) karena
pengetahuan yang teramat jelas
sehinga terungkap ha-hal kecil
sekecil apapun.[10]
Manusia ideal pandangan alqur,an ternayata adalah
manusia yang mencapai keimanan dan
ketinggian Ilmu. Hal itu di
gambarkan oleh Allah dalam surat almujahadah ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا
فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( QS.
Al-Mujahadah ayat 11 )
Prof.Dr.Abuddin Nata MA
dalam Tafsir ayat-ayat
Pendidikan hal 152 menuliskan. “ berkenaan dengan turunnya ayat
tersebut, dapat di ikuti
ketenagan yang di berikan oleh Ibnu Abi Khatim, menurut riwayatnya yang di terima dari muqottil bin Hibban, bahwa pada suatu
ketika di hari jum’at rasulallah saw berada di
suatu tempat yang sempit, saat
mana ia sedang menerima tamu dari penduduk
Badar dan dari kalangan muhajirin
dan Anshor, tiba sekelompok
orang yang di dalamnya termasuk Tsabit bin Qois datang dan ingin duduk di bagian
depan tempat tersebut. Mereka berdiri memulyakan Rasulallah, dan mengucapkan salam
kepadanya. Nabi menjawab salam kelompok tersebut dan juga kelompok tersebut menjawab kelompok
lainnya. Mereka berdiri di samping dan menunggu agar
diberi trempat yang agak luas. Namun orang
datang terdahulu tetap tidak memberikan peluang. Kejadian ini kemudian mendorong Rasulallah mengambil inisiaitf dan berkata
kepada sebagian orang yang ada di sekitarnya. Berdirilah kalian, berdirilah kalian, Kemudian berdirilah sebagian kelompok tersebut
yang berdekatan dengan orang
orang yang datang terdahulu. Sehingga
nampak Rasulallah menunjukan
kekecewaan di hadapan mereka sehingga
ayat tersebut turun.[11]
Lebih
dalam lagi, Abuddin Nata mengungkapkan,
kata tafassahu pada ayat tersebut
di maksud adalah tawassa’u yaitu
saling meluaskan dan mempersilahkan.
Sedangkan kata “yafsahillahu
lakum “
maksudnya Allah akan melapangkan
rahmat dan rezeki pada mereka.
Unsuzyu maksudnya saling
merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap
oarng yang datang. Dan
kata Yarfaillahu ladzina amanu
maksudnya Allah akan
mengangkat derajat mereka yang telah memulyakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang
khusus sesuai dengan
kemulyaan dan ketinggian
derajatnya. Maka dari
ayat ini dapat di
ketahui pada tiga
hal ;
Pertama, bahwa para
sahabat berupaya untuk saling
mendekat pada saat majelsi dengan Rasulallah. Dengan tujuan
agar ia dapat
dengan mudah mendengar wejangan
dari Rasulallah SAW. Dengan keyakinan
bahwa wejangan itu sangat bermanfaat.
Kedua, bahwa perintah untuk saling
meluangkan tempat ketika d berada di satu majelis, tidak saling berdesakan dan berhimpitan dapat di lakukan sepanjanag dimungkinkan,
karena cara demikian dapat menimbulkan
keakraban di antara satu dengan yang
lainnya.
Ketiga,bahwa stiap
orang yang memberikan kemudahan untuk orang lain Allah akan membalas memberikan keluasan dan kebaikan di dunia dan di akhirat.[12]
Ayat ini
memang sering di gunakan oleh para
ahli untuk mendorong
diadakannya kegiatan kegiatan Ilmu pengetahuan dengan cara mengunjungi atau
mengadakan dan menghadiri majelis Ilmu.
Karena orang yang mendapat ilmu itu akan mendapat derajat yang tinggi di
sisi Allah. Yang menarik adalah
kata “ ‘utu al’ilm “
( yang diberikan ilmu ). Siapakah orang yang di berikan ilmu
tersebut ?. untuk menjawab ini kita perlu mengetahui tentang Ilmu. Bila
seseorang memiliki pengertian (understanding) atau sikap (attitude) tertentu,
yang diperolehnya melalui pendidikan dan pengalaman sendiri, maka oleh banyak
orang dianggap yang bersangkutan tahu atau berpengetahuan. Begitu juga bila
seseorang memiliki ketrampilan atau ketangkasan (aptitude) yang diperolehnya
melalui latihan dan praktek, maka kemampuan tersebut disebut kebiasaan atau keahlian.
Namun keahlian atau kebiasaan ini, sekalipun karena keterbiasaan melakukan
sesuatu, juga karena yang bersangkutan sebelumnya tahu itu adalah tahu
mengerjakan (know to do), tahu bagaimana (know how) dan tahu mengapa (know why)
sesuatu itu. Jadi sekalipun menurut Peter Drucker (The Effective Executive),
kebiasaan yang berurat berakar yang tanpa dipikirkan (in thinking habit) telah
menjadi kondisi tak sadar (reflex condition), tetap sebelumnya harus merupakan
pengetahuan yang dipelajari dan dibiasakan. Tetapi E.J. Gladden dalam bukunya
"The Essentials of Public Administration" menganggap ilmu sama dengan
ketrampilan, hanya ketrampilan diperoleh melalui latihan dan belajar. Sekarang
sebenarnya dimana letaknya ilmu ? Ilmu adalah bagian dari pengetahuan,
sebaliknya, setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu ada syarat-syarat
yang membedakan ilmu (Science) dengan pengetahuan (knowledge), beberapa
pakar mengemukakan :
Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo, Administrasi dan Management Umum
1982, “ Ilmu harus ada obyeknya,
terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas “. Sedangkan
menurut Prof. Dr. Hadari Nawawi, “ Metode Penelitian Bidang Sosial 1985, Ilmu
juga harus memiliki obyek, metode, sistimatika dan mesti bersifat universal “ Ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lain
adalah kumpulan dari pengalaman -pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari
sejumlah orang-orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangunan yang
teratur’. Dari pendapat2 diatas terlihat bahwa ilmu pengetahuan itu kongkrit
sehingga dapat diamati, dipelajari dan diajarkan secara teratur, teruji,
bersifat khas atau khusus, dalam arti mempunyai metodologi, obyek, sistimatika
dan teori sendiri “.[13]
Disamping itu dalam pengajian
ilmu-ilmu agama Islam, sementara ini meliputi antara lain yaitu berbagai ilmu
Nahwu (seperti persoalan Fi'il dan Isim), berbagai ilmu Tafsir (seperti tafsir
Hadits dan Al-Qur'an dengan persoalan Nasikh, Mansukh, Mutasyabih, Tanzil dan
Ta'wil), berbagai ilmu Tajwid (pronunciation), Qira'ah dan Balaghah (seperti
Bayan, Ma'ani dan Badii), berbagai ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, berbagai ilmu
Hadits (seperti kandungan dan perawi Hadits), berbagai ilmu tasawuf (seperti
pengetahuan tentang Sufi, Tarekat, Mistisme dalam Islam, Filsafat Islam),
berbagai ilmu Qalam (bentuk huruf Al -Qur'an), berbagai ilmu Arudh (poets) atau
syair-syair Al-Qur'an dan berbagai ilmu Sharf (grammar, kata-kata dan
morfologinya). Pembagian fakultas dan
jurusan yang ada pada perguruan tinggi Islam seperti IAIN, kita temui Fakultas
Syariah (meliputi Tafsir baik Al-Qur'an sendiri maupun Al -Hadits, Perbandingan
Mahzab, Bahasa Arab), Tarbiyah (meliputi Pendidikan Agama Islam, Bahasa Arab
dan lain-lain), Ushuluddin meliputi Perbandingan Agama (muqdranatul addien),
bahasa Arab dan lain-lain, Fakultas Adab dan Fakultas Da'wah. Hal ini adalah
karena pengetahuan keIslaman itu sendiri digolongkan atas Ibadah (yaitu tata
cara peribadatan kepada Allah, dalam arti hubungan manusia dengan Allah atau
Hablum Minallah, Muamalah (tata cara pergaulan sesama manusia, dalam arti
hubungan antar manusia atau Hablum Minannas), persoalan Munakahaat dan
persoalan Jinayaat. Dalam Al-Qur'an ada lebih dari 854 ayat-ayat yang
menanyakan mengapa manusia tidak mempergunakan akal(afala ta'kilun), yang
menyuruh manusia bertafakur/memikirkan (tafakurun) terhadap Al-Qur'an dan alam
semesta serta menyuruh manusia mencari ilmu pengetahuan. Jadi kata yang identik
dengan akal dalam Al-Qur'an tersebut 49 kali seperti kala Yatadabbarun dan
Yatazakkarun, kata yang menganjurkan manusia menjadi ahli pikir, para sarjana,
para ilmuwan dan para intelektual Islam (ulul albab) dalam Al -Qur'an disebut
16 kali, sehingga jumlah keseluruhan diatas adalah lebih kurang 854 kali.
Beberapa diantaranya adalah sbb :
"...Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui" (QS. 16:43) "Dan
sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka
yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami.." (QS. 7:52) "Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an,
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka supaya mereka memikirkan." (QS. 16:44) "Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui ?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran." (QS. 39:9) "...Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata:"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)
melainkan orang-orang yang berakal." (QS. 3:7)
Teramat banyaknya
Allah menggambarkan integritas
perlunya ilmu pengetahuan itu bagi keberadaan
manusia, tentunya perlu kita asfirasikan dengan maksimal, Abuddin Nata
menuliskan, Kata ‘Ilmu itu
berasal dari bahasa arab
‘Ilm yang berarti pengetahuan.
Dan merupakan lawan dari Jahl
yang berarti ketidaktahuan
atau kebodohan. Menurut Ibn Manzur
ilmu itu antonim dari tidak tahu
sedangkan menurut al-Asfahani dan
al-Anbari ilmu itu adalah mengetahui hakikat sesuatu.( Ensiklopedi Al, qur,an , kejadian Kosa
kata dan tafsirnya, 1997 ; 150 ). Kata
Ilmu itu sebenarnya sepadan
dengan kata lainnya, yaiotu : ma’rifah,
( pengetahuan ), Fiqh ( pemahaman ) hikmah ( kebijaksanaan ) dan juga syu’ur ( perasaan ). Dan kata
ma’rifah adalah kata yang lebih
menonjol di gunakan.[14]
Abuddin Nata menambahkan tentang
pengetahuan itu, Ada dua
jenis pengetahuan yang ada
pada manusia, pengetahuan biasa dan pengetahuan Ilmiah.
Pengetahuan biasa diperoleh dari
keseluruhan bentuk upaya kemanusian,
seperti perasaan, pikiran, penmgalaman, pancaindra, dan institusi unutk
mengathuai sesuatu tanpa memperhatikan
objek dan kegunaannya. Dalam bahasa Inggris di katakan “ knowledge “. Sedangkan ilmu pengetahuan Ilmiah, juga
merupakan keseluruhan bentuk
upaya manusia untuk mengetahui sesuatu , tetapi dengan memperhatikan
objek yang di teliti di telaah, cara
menggunakannya, dan kegunaannya pengetahuan tersebut. Dengan kata laian pengetahuan ilmiah mempunyai objek Ontologis, landasaan
efistemologis, dan juga landasan teori
aksiologis dari pengetahuan itu sendiri.Di
dalam Islam ilmu itu bermula dari
keinginann untuk memahami wahyu
yang terkandung dalam alqur,an dan bimbingan Nabi Muhammad SAW mengenai wahyu tersebut.
Ada lima ayat
alqur,an yang sangat mendsasari dari keilmuan itu sednritri, yaitu : QS
surat al alaq 96 ayat 1-5, Al Mujadalah 58 ayat 11 , At Taubah, 9 ayat 122, Az Zumar 39 ayat 9.[15]
Pada dasarnya
manusia akan memperoleh kekuatan dan pengalaman ilmu pengetahuan
dengan berbagai cara, Manusia
menurut alqur,an dapat memperoleh ilmu pengetahuan melalui berbagai cara ;Melalui
Indra, seperti sam’a,(pendengaran),
bashar ( penglihatan ). Maka manusia dengan dua kekuatan dari Allah tersebut akan menghasilkan satu ilmu yang bersifat Observasional – ekperimental. Seperti
Allah mengajarkan kepada Qobil
cara mengubur saudaranya yang is telah bunuh
melalui pola pendidikan melihat
burung gagak ( QS al Maidah ayat
31 ). Dalam ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-rifai di terjemahkan oleh Ahmad syihabuddin jilid
2 hal. 73 di
ungkapkan tentang kandungan dan
tafsir ayat ini agar
kita mengetahui bahwa
manusia dengan kebodohan awalnya maka
akan di lahirkan pengetahuan dari Allah
melalui proses yang berbeda beda. “.
Kisah mengenai Habil dan
Qobil diceritakan bukan hanya oleh seorang ulama salaf dan khalaf saja.tetapi kisah
persengketaan dua anak Adam
ini memang membawa hikmah yang mendasar bagi manusia. “ Dan firman Allah, Maka Allah
mengutus burung gagak, sedang ia mengais
ngais tanah untuk di perlihatkan
kepadanya bagaimana dia mengubur
saudaranya. Qabil berakata :” Duh celakalah aku mengapak aku tidak dapat berbuat, seperti
burung agagak itu, sehingg aku dapat mengubur mayat saudaraku “. Maka
jadilah dia termasuk orang orang
yang mnerugi. ‘. As-Sadi meriwayatkan dengan sanadnya yan g sampai kepada para sahabat r.a.” Setelah Habil meninggal maka qabil membiarkannya telanjang dia tidak mengetahui cara menguburnya. Kemudian Allah mengutus dua
burung gagak bersaudara lalu
keduanya beradu salah satunya terbunuh,
Maka gagak pembunuh menggali tanah
dan menguburkan gagak yang mati. Maka
tatkala Habil melihat kejadian
itu maka dia berkata
“ Duh celakalah aku
mengapa aku tidak dapat berbauat seperti burung gagak sehingga akau dapat menguburkan saudaraku “.
[16] Dapat di
analisis bahwa Manusia
pada dasarnya berada pada
tingkat kebodohan yang bisa bergerak pada
keaahlian, dengan contoh yang di
berikan Allah di hadapannya maka dengan
cepat akan mamapu mengambil respon untuk
melakukan sesuatu. Kemampuan dasar
itu sebenarnya sudah ada
pada setiap diri manusia akan tetapi
terkadang manusia itu sendiri yang tidak mau membaca anasir anasir
dari Allah tentang banyak hal
dari adanya ilmu pengetahuan.
Mengajarkan seorang
laki laki tentang pengertian kebangkitan
melalui ekperimental ( QS Al-Baqoroh 259
). Dalam Tasir
Al Misbah. Prof Dr. M. Quraish Shihab, menuliskan, jangan
menduga kekuasaan Allah menghidupkan
dan mematikan yang di
singgung dalam perdebatan Nabi Ibrahim dalam surat albaqoroh ayat 259 di biarkan berlau begitu saja ? walaupun ia tidak di kemukan dalam kontek perdebatan, Allah mengemukaakan di sini menjadi perintah dan pelajaran bagi setiap manusia. Ada
seseorang yang melewai suatu
negeri tidak di jelaskan siap orang itu, sebagaimana ayat sebelumnya tidak menjelaskan siapa penguasa yang mendebat Nabi Ibrahim
a.s. Ada yang berpendapat
bawa orang yang lewat itu adalah Armiya Ibn Halqiya A.s. salah seorang
nabi dari bani Israil, ada juga yang
berkata adalah Nabi Khaidir a.s. semua
itu hanya dugaan bahwa negeri itu adalah baitul Maqdis. Keadaan negeri itu ketika di laluinya dalam keadaan Roboh menutupi atapnya, ini berarti
atap bangunan-bangunan negeri itu jatuh. Lalu dinding dinding runtuh menimpa dan menutupi atap atap tersebut. Ini selanjutnya mmengisyaratkan bawa negeri tersebut tidak lagi berpendududk. Melihat
keadaan demikian orang yang
lewat tersebut bertanya
dalam hatinya “ Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur ?. Perhatikan
pertanyaannya yang di mulai
dengan kata “bagaimana “ Yang bertanya bukannya
tidak percaya bawa Allah
mampu menghidupkan yang telah
mati, tetapi yang dipertanyakan adalah cara Allah menghidupkannya, Maka
Alla mematikan orang itu seratus
tahun, kemudian membangkitkannya kembali .
Negeri itu dapat bangkit
dari kehancurannya jika ada manusia yang hidup atau tinggal
di sana dan berusaha, karena tanpa ada
aktifitas manusia suatu negeri
tidak akan makmur. Kini setelah
mengalami kematian sendiri kemudian
hidup kembali, Allah menunjukan
lagi padanya bagaimana Allah yang
maka kuasa menghidupkan kembali yang telah mati dengan menghidupkan keledainya maka Allah berfirman ‘ Kami menyusun kembali tulang belulang itu, kemudian kami membalutnya dengan daging , maka bangkitlah keledai itu sebagaimana sebelum kematiannya. Peristiwa ini di laukan oleh Allah, agar engkau menjadi bukti bagi manusia, yakni agar orang yang di
matikan seratus tahun dan di hidupkan
lagi mnejadi bukti kekuasan Alah bagi
manusia, yakni bagi orang orang
yanag hidup setelah negeri itu di bangun
kembali. Dengan kejadian
itu, akhirnya seorang yang
melewai negeri itu berkata “
Sekarang saya tahu berdasarkan
pandangan mata dan pengalaman, setelah sebelumnya saya tahu berdasarkan argumen
logika, bawa Allah maha Kuasa atas
segala sesuatu.[17]
Analisis penulis,
bahwa pengalaman spiritual yang terjadi pada seseorang memang akan dapat melahirkan sebuah
pengetahuan, tetapi pengetahuan itu terkadang banyak terokreksi pada tahap
menafsirkan ayat ayat dengan
menggunakan argumentasi dan logika. Makanya
Sayyid Qutub mengemukakan ada dua kesalahan dalam memahami ayat ayat Allah :
Pertama, Mengukur kekuasan Allah yang mutlaq berdasarkan Hukum-hukum yang
diketahui dan diperoleh dari pengalaman
kita sebagai manusia yang sangat terbatas, yang kita tafsirkan
pula dengan pengetahuyan nyang
terbatas.
Kedua,katakanlah bahwa apa
yang kita ketahui itu dan dan
yang kita namai hukum hukum alam,
sifatnya pasti, tetapi tetapi apakah ada alasan yang menjadikan berlaku
secara menyeluruh dan tidak mengalami
perubahan sedikipun, atau tidak ada lagi hukum
di atasnya yang dapat mengatur
dan mempengaruhinya. Berarti
dengan pengalaman yang ada
pada manusia itu
akan melahirkan sebuah pengetahun baru
dalam kehidupannya.[18] Allah menunjukan kepada Nabi Ibrahim
a.s bagaimana menghidupkan kembali yang sudah mati melalui ekperimen (
QS Al-Baqoroh ayat 260 ). Sejarah Nabi
Ibrahim tentang hal ini memang sangat menarik jika ungkapkan,
yaitu bagaimana Nabi Ibrahim menghilangkan keraguan untuk menjadi
yakin. Dari kajian M. Quraish Shihab, Penulis dapat
mengambil analisa. Bahwa
mansuia itu akan mengalami berberapa tahapan untuk masuk pada kelompok Yakin. Begitu pula
dengan sejarah Nabi Ibrahim a.s dengan cerita
ini. Paling tidak manusia
harus menbgalami tiga
etafe yaitu : pertama tahapan
mengetahui kemudian pada sebuah kepercaya, maka
akan masuk pada tahapan
keyakinan. Lebih jelasnya
di ungkapkan oleh M.Quraish
Shihab ; Tafsir al-Misbah Nabi
Ibrahim memohon kepada Allah
“ Tuhanku perlihatkanlah padaku bagaimana engkau menghidupkan yang mati ,.. tentu saja Nabi Ibrahim tidak ragu,
bukankah sebelumnya dia sudah
menyampaikan keyakinannya kepada
penguasa yang membantahnya ( pada ayat
258 ). Lantas di lanjutkan dalam pembahasan
tersebut,Allah yang maha mengetahui
balik bertanya dengan pertanyaan yang dimaksud kan sebagai pelajaran “ apakah engkau belum percaya “?. “ Tidak,
aku telah percaya. Akan tetapi
aku bertanya agar penyaksian
dengan mata dapat menjadikan hatiku mantap “. Demikian maksud Nabi Ibrahim a.s. Apakah Nabi Ibrahim Ragu ? sementara
ulama mengiyakan. Bukankah beliau sendiri telah mengaku seperti terbaca jawabannya
di atas. Penyataan atau
permintaan beliau melihat cara Allah
menghidupkan yang mati adalah untuk
memantapkan keimanan beliau melalui pengalaman pribadi. Agaknya
tidak keliru juga bila kita
berpendapat bahwa saat menyampaikan permohonan itu Nabi
Ibrahim a.s belum sampai pada saat tingkat
keimanan yang meyakinkan, sehingga
ketika itu masih ada semacam pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam benak beliau. Kalaupun ketika itu beliau
telah yakin, maka itu baru
sampai pada tingkat ’ilmu
yakin belum pada tahap ‘ainul
yakin aplagi ke tahap haqul yaqin. Beliau
baru sampai pada tahap keyakinan yang sempurna setalah “ malakussamawat wal ardl’. di tunjukan kepadanya oleh Allah
sebagaimana surat al anam ayat 75
“ [19]
وَكَذَلِكَ
نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ
الْمُوقِنِينَ
Artinya : Dan
demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang
terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk
orang yang yakin. ( QS AlAn,am 75 ).
Sekali lagi, substansi
iman khususnya pada tahap-tahap pertama
selalu diliputi oleh aneka tanda tanya.
Keadaan orang beriman ketika itu bagaikan
seorang yang sedang mendayung di
lautan yang lepas yang sedang di landa ombak dan gelombang. Nun jauh di sana terkihat
olehnya sebuah pula harapan, tetapi apakah gelombang yang besar itu tidak akan
menelannya. Apakah dia mampu mendayung
dan mendayung. Demikianlah muncul pertanyaan, dan pada saat
yang sama jiwanya di liputi oleh
kecemasan menghadapi besarnya gelombang ombak, tetapi dalam saat yang sama
pula dirinya di penuhi harapan pencapai pulau dambaan. Demikianlah iman pada
tahap tahap pertama dan karena itu akan muncul dalam benak seseorang , baik karena keterbatasan pengetahuan maupun karena godaan
syaithan Rasulallah SAW mengingatkan,
bahwa syaithan akan datang kepada salah seorang diantara kamu, lalu
ia berkata “ Siap yang menciptakan ini, siap yang
meciptaka itu ? sampai akhirnya dia berkata
siapa yang menciptakan Tuhanmu ?.
maka jika sampai
pada kondisi seperti itu segeralah memohon ampun kepada Allah.
( H.R. Bukhori Muslim ) demikian
menurut M.Quraish Shihab.[20]
Di satu sisi untuk
memunculkan satu pengetahuan yang baru
pada setiap manusia, memang harus
melalui satu proses yang alami dan juga bisa ilmiah. Prof H. Muzayyin
Arifin M.Ed. Dalam filsafat Pendidikan
Islam. Menulis tentang metode Studi tentang sebuah pengetahuan
“. Tiga ratus tahun yang lalu filoshof
Prancis, Rene Descartes yang
terkenal sebagai pendiri filsafat modern pernah mengajukan hasil pemikirannya yang meninggalkan
cara berfikir filsafat skolastik. Dia
akan merasa dapat berfikir lebih luas, bilamana berfikir berdasarkan
metode rasionalis untuk menganalisa gejala
alam. Dengan pemikiran yang
rasionalistis itu orang akan mamapu menghasilkan Ilmu-ilmu pengetahuan yang berguna seperti
ilmu dan tekhnologi.[21] Menurut Rene Descartes, ada
empat langkah berfikir yang realistis. Langkah tersebut
berlangsung sebagai berikut.
1. Tidak boleh menerima
begitu saja hal yang belum di yakini
kebenarannya, tetapi harus hati hati mengkaji hal hal tersebut. Sehingga
pikiran kita menjadi jelas dan terang yang pada akhirnya membawa kita pada
sikap pasti dan tidak ragu ragu lagi
2. Menganalisis dan
mengklasifikasikan setiap permasalahan
melalui pengujian yang teliti ke dalam sebanyak mungkin bagian bagian yang diperlukan
bagi pemecahan yang adequet ( memadai ).
3. Menggunakan pikiran dengan cara demikian, diawali dengan menganalisa sasaran sasaran yang paling sederhana dan paling mudah untuk di mungkapkan, maka
sedikit demi sedikit akan dapat
meningkatkan ke arah mengetahui sasaram sasaran yang yang lebih kompleks.
4. Dalam tiap masalah di
buat uraian yang sempurna serta di lakukan peninjauan kembali secara umum, sehingga benar benar
yakin bahwa tak ada satupun permasalahan yang tertinggal. [22]
Dalam situasi lain alqur,an
juga akan mengajarkan manusia untuk mengetahui sebuah pengatahuan dengan
cara abstak dengan menganalogikan yang konkrtit, hal
itu di
jelaskan dalam surat fathir
ayat :9. [23]
Pengetahuan juga akan di dapat dengan melalui akal, kalbu,fuad, dan
dengan ini dapat di tangkap ayat ayat Allah pada kejadian
alam, semesta. QS Albaqoroh ayat
264 ).Dengan menggunakan mekanisme
pada fuad ini
kadanglah manusia menghasilkan
ilmu “ transendal Filhoshofis “. Allah akan meminta pertanggung jawaban kepada manusia tentang penggunaan sam,a, bashar dan fuad QS Al
Isro ayat 36 .
Menurut seorang
motivator M.Reza M Syarif dalam bukunya “ Life Excellent “ pernah
membahas sebuah “ Manajemen By
Antisipation “ dengan menggunakan istilah “ POWER “ Planing, Obsesi, Willingness, egality, dan
Responsibility. Maksudnya adalah
bahwa setiap kita
manusia akan mendapatkan atau memiliki banyak hal dalam diri kita jika di hubungkan dengan tiga hal dari surat Al Isro ayat
36 tersebut. Ada
5 kata kunci untuk bisa
menjadi seorang yang
menerapkan manajement by anticipation,
kata kuncinya yaitu “ POWER “. Dengan memulai sesuatu itu dengan Tujuan “P” ( Perencanaan ), Orang yang
memanage dengan baik berarti
dia sudah merencanakan sesuatu, Plan your work, work yaour plan.
Renacan kerja anda, kerjakan rencana
rencana anda’. Jadi yang
pertama adala Plan. Atau
perencanaan, terutama mau kemana
kita bawa kehidupan kita ini.
Yang kedua dalam pembahasan ini, adalah Obsesian “
(hasrat yang tinggi ).
Karena perjalan hidup ini
panjang makanya hareus ada “ fuel “
bahan bakar yang berenergi untuk mencapai kebaikan itu. Sedangkan yang
berikutnya “ W “ Willingness
to do more “ (
mempunyai satu keinginan yang
lebih ), bukan sekedar memiliki, tetapi
harus lebih dari itu. Bukan
sekedar apa yang di minta tetapi lebih dari yang di minta. Berikutnya adalah “E’Egality ( persamaan ), harus di hadirkan jiwa mempersakan waktu masa
lalu, masa kini dan masa yang akan datang., tujuannya agar kita
selalau energik untuk berproduksi amaliyah dengan memperhitumngkan masa yang lalu dan melihat saat ini serta menuju masa
yang akan datang. Dan yang terakhir
ada “R” Responsibility (
Bertangjung jawab ). Karena setiap
kita adalah mahluq yang akan di minta pertanggung jawaban oleh
pemilik hidup ini yaitu Allah.[24]
Keempat kriteria
bagi penyebutan pada manusia
mempunyai empat value
yang pasti di miliki
oleh setiap manusia, tetapi tentunya
berbeda beda pada
kondisi masing masing. Terutama
pada penyebutan manusia sebagai Abdullah, karena pada
posisi penyebutan tersebut
yang muncul pada
kejiwaan manusia hanya value –value
spiritual yaitu pendekatan nilai-nilai agama.
Dalam sebuh artikel Islam, Prof.Dr. H. Muhaimin,MA ( UIN MALANG ) menulis tentang
berbagai potensi yang terdapat
pada setiap manusia. Alat-alat
potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia meliputi as-sam’
(pendengaran), al-abshar (penglihatan-penglihatan) sebagai bentuk jamak dari
kata al-bashar, dan al-af’idah (aneka hati) sebagai bentuk jamak dari kata
al-fu’ad. Penyebutan indera-indera secara berurutan pada ayat di atas
mencerminkan tahap perkembangan fungsi indera-indera tersebut. Didahulukannya
kata as-sam’ atas al-abshar, merupakan perurutan yang sungguh tepat, karena
menurut ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indera pendengaran berfungsi
mendahului indera penglihatan. Indera pendengaran mulai tumbuh pada diri anak
bayi pada pekan-pekan pertama, sedangkan indera penglihatan baru bermula pada
bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam. Adapun al-af’idah
atau kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi membedakan yang benar dan
salah atau yang baik dan buruk, maka alat ini berfungsi jauh sesudah kedua
indera (pendengaran dan penglihatan) tersebut.
Di dalam ayat di atas disebutkan
kata al-sam’ (pendengaran) dalam bentuk mufrad (tunggal), sedangkan kata
al-abshar (penglihatan-penglihatan) dan al-af’idah (aneka hati) dalam bentuk
jamak. Hal ini mengandung makna bahwa apa yang didengar selalu saja sama
baik oleh seorang maupun banyak orang dan dari arah mana pun datangnya suara.
Ini berbeda dengan apa yang dilihat. Posisi tempat berpijak dan arah pandang
seseorang bisa melahirkan perbedaan hasil pandangan. Demikian pula hasil kerja
akal dan hati. Hati manusia sekali senang sekali susah, sekali benci dan sekali
rindu, tingkat-tingkatnya pun berbeda-beda walaupun obyek yang dibenci dan
dirindui sama. Hasil penalaran akal pun dapat berbeda, boleh jadi ada yang
sangat jitu dan tepat, dan ada pula yang merupakan kesalahan fatal. Kepala sama
berambut, tetapi pikiran bisa berbeda-beda.
Alat-alat potensial yang diberikan
oleh Allah kepada manusia tersebut ada yang hanya bisa menangkap obyek-obyek
yang bersifat material, seperti pendengaran (as-sam’) dan penglihatan
(al-bashar), dan ada pula yang bisa menangkap obyek-obyek immaterial, yaitu
al-af’idah (akal pikiran dan hati atau qalbu). Dalam pandangan al-Qur’an ada
obyek-obyek yang tidak bisa ditangkap oleh indera pendengaran dan penglihatan,
bahkan oleh akal pikiran betapapun tajamnya mata kepala dan pikiran seseorang.
Misalnya masalah hakikat Allah, surga, neraka, malaikat, shalat subuh harus dua
raka’at sedangkan shalat dhuhur empat rakaat, segala tindakan manusia yang
tampak dan tersembunyi akan dilihat oleh Allah dan dicatat oleh malaikat Raqib
dan Atid, masalah nasib manusia dan lain-lainnya, adalah contoh-contoh
obyek yang tidak bisa ditangkap dengan akal pikiran. Yang dapat menangkapnya
hanyalah hati melalui wahyu, ilham atau intuisi. Karena itu, al-Qur’an di
samping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga
memerintahkan agar mengasah akal (daya pikir) dan mengasuh daya qalbu.
Demikian uniknya alat-alat potensial
dengan berbagai daya dan kemampuannya yang dimiliki oleh manusia itu dan
merupakan nikmat Allah yang patut disyukuri. Karena itu dalam ayat tersebut di
atas diakhiri dengan kalimat la’allakum tasykurun (supaya kamu bersyukur).
Menurut Muhammad Abduh, bahwa yang dinamakan syukur itu tiada lain kecuali
menggunakan nikmat anugerah sesuai dengan fungsinya, dan sesuai dengan kehendak
yang menganugerahkannya (yaitu Allah SWT.). Memfungsikan dan memberdayakan
as-sam’, al-abshar dan al-af’idah secara optimal dalam kehidupan sehari-hari
merupakan perwujudan dari syukur kepada-Nya.
Allah telah
mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab,
pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia,
juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi.
Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali. Maka. Terdapat
tiga hal mendasar dalam kontek kejadian ini, diantaranya :
pertama ; Seorang bayi ketika saat
pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah
Allah ta'alaa ingin mengatakan kepada kita, "Sesungguhnya pendengaran
adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau
datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian,
maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke
depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali
(tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam.[25]
Kedua ;
Apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali
pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan
tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan
tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun
seketika.
Ketiga ; Telinga adalah penghubung antara
manusia dengan dunia luar. Allah ta'alaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi
tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
Artinya ; Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun
(selama 309 tahun, lihat pada ayat 25 berikutnya -pent) (Q.S. Al-Kahfi: 11 )
Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang
akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena
gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas,
dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa
tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun. Dan di
sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman
dalam surat Fushshilat ayat 22 :
وَمَا كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا
أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ
كَثِيرًا مِّمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang
dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap
kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan
dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Al- Fushilat: ayat
22)
Kenapa kalimat "pendengaran" dalam ayat tersebut berbentuk
tunggal (mufrad) dan kalimat "penglihatan" dan
"kulit" dalam bentuk jamak. Dan memang konteks ayatnya adalah
pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan
penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah ta'alaa dalam ayat di
atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang
keterperincian Al-Qur'an yang mulia. Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam Tafsir
alqur,an al karim, shurotul kahfi ; oleh
Abu abdurrahman bin tayyib
mengemukaakn tentang ayat ; Tidur
itu ada beberapa
macam, tidur ringan : Hal ini
tidak mencegah pendengaran, oleh
sebab itu jika seorang sedang
tidur ringan dia masih masih sempat bisa mendengar suara di
sekitarnya. Tidur nyenyak :
Tidur seperti ini sudah tidak
lagi bisa mendengar suara apapun juag.
Oleh karena itu Allah mengatakan “ fadhorrrrobna ‘alaa
‘aadzanihim Kami tutup telinga-telinga mereka
hingga tidak bisa mendengar.[26]
Maka mata adalah indera yang bisa diatur sekehendak
manusia, saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata
bila saya tidak ingin melihat sesuatu, memalingkan wajahku ke arah lain, atau
pun mengalihkan pandanganku ke yang lain yang ingin saya lihat. Akan tetapi
telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin
mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan
yang di sana ada 10 orang yang saling berbicara, maka anda akan mendengar semua
suara mereka, baik anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan
pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan
anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat. Akan tetapi, anda
tidak mampu mendengarkan apa yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak juga
mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling-paling
anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara
yang tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut
sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak. Jadi, mata memiliki kemampuan untuk
memilih; anda bisa melihat yang itu atau memalingkan pandangan mata dari hal
itu, saya pun demikian, dan orang lain pun demikian, sedangkan pendengaran;
setiap kita mendengar apa saja yang berbunyi, diinginkan atau pun tidak.
Dari hal ini, maka setiap mata berbeda-beda pada yang
dilihatnya, akan tetapi pendengaran mendengar hal yang sama. Setiap kita
memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak
mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang
berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah ta'alaa menyebutkan
kalimat "pandangan" dalam bentuk jamak, dan kalimat
"pendengaran" dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran
didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur
atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi
(didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka
telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi
sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru
bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian
setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.Dan telinga tidak
pernah tidur, ketika engkau sedang tidur maka semua organ tubuhmu tidur atau
istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara disampingmu maka spontan
engkau akan terbangun. Akan tetapi, jika fungsi telinga terhenti, maka
hiruk-pikuk aktivitas manusia di siang hari dan semua bunyi yang ada tidak akan
membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya (penerima bunyi) yaitu
telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Dan telinga pulalah yang merupakan alat
pendengar panggilan penyeru pada hari qiamat kelak ketika terompet dibunyikan. Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat,
sedangkan telinga tidak memerlukan hal lain. Maka, jika dunia dalam keadaan
gelap, maka mata tidak bisa melihat, walaupun mata anda tidak rusak. Akan
tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang maupun malam; dalam gelap
maupun terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tiak pernah
berhenti berfungsi. [27]
Jika kita
analisis secara biologis,mata digunakan untuk melihat. Dan
hanya bisa melihat ketika ada pantulan cahaya dari benda yang ingin dilihat ke
mata kita. Jika tidak ada pantulan cahaya, meskipun ada benda di depan kita,
benda tersebut tidak bisa kita. lihat. Misalnya dalam kegelapan yang sangat,
kita pun tidak mampu melihat tangan kita sendiri.Indera penglihatan ini
memiliki berbagai keterbatasannya. la hanya mampu melihat jika ada pantulan
‘cahaya Tampak’ pada frekuensi 10 pangkat 14 Hz. Ia tidak bisa melihat benda
yang terlalu jauh. la juga tidak bisa melihat benda yang terlalu kecil seperti
atom atau elektron. Juga tidak bisa melihat benda-benda di balik tembok.Bahkan
mata kita gampang tertipu dengan berbagai kejadian, misalnya fatamorgana.
Atau juga pembiasan benda lurus di dalam air,
sehingga kelihatan bengkok.dan lain sebagainya. Penglihatan oleh mata kita
sangatlah kondisional, dan tidak ‘menceritakan’ fakta yang sesungguhnya kepada
otak kita. Ambillah contoh, gunung kelihatan biru bila kita lihat dari jauh.
Padahal fakta yang sesungguhnya : pepohonan di gunung itu berwarna hijau.
Contoh lain, bintang-bintang di langit kelihatan sangat kecil dan
berkedip-kedip. Padahal sesungguhnya ia sangatlah besar, ratusan sampai ribuan
kali lebih besar dibanding bumi yang kita tempati dan tidak berkedip-kedip.Juga
jika kita menganggap bahwa besi adalah benda padat yang massif dan diam. Pada
kenyataannya, besi itu berisi jutaan elektron yang bergerak berputar-putar dan
penuh dengan lubang. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang membuktikan
bahwa penglihatan kita ini mengalami distrorsi alias penyimpangan yang sangat
besar.Namun demikian mata inilah yang kita gunakan untuk memahami dunia kita.
Ya, dunia di luar diri kita. Mata tidak bisa kita gunakan untuk ‘melihat’ dunia
di dalam diri kita, seperti pikiran dan kehendak.
Keterbatasan
penglihatan kita ini sebenarnya karunia dari Allah. Bayangkan jika penglihatan
kita tidak terbatas. Kita pasti bisa melihat jin, bisa melihat manusia lain di
balik tembok, atau melihat elektron-elektron pada air yang mau kita minum, atau
melihat molekul-molekul udara yang mau kita hirup untuk bernafas. Hidup kita akan
sangat kacau dan menakutkan. Telinga, demikian pula adanya. Telinga adalah alat
kelengkapan kita untuk memahami suara yang berasal dari dunia di luar diri
kita. Telinga juga memliki berbagai keterbatasannya. la hanya bisa mendengar
suara dengan frekuensi 20 s/d 20.000 Hertz (getaran per detik). Suara yang
memiliki frekuensi tersebut akan menggetarkan gendang telinga kita, untuk
kemudian diteruskan ke otak oleh saraf-saraf pendengar. Maka, hasilnya kita
bisa ‘mendengar’ frekuensi suara yang berasal dari dunia luar kita itu.Jika ada
suara-suara yang getarannya di luar frekuensi tersebut (lebih tinggi atau pun
lebih rendah) maka kita tidak akan bisa mendengarnya. Misalnya suara kelelawar
dengan frekuensinya yang sangat tinggi. Atau juga suara belalang. Dan beberapa
jenis suara lainnya.
Kita juga tidak mampu menangkap
suara yang terlalu lemah intensitasnya, seperti orang yang berbisik. Atau, kita
juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu jauh sumbernya dari kita. Juga
tidak mungkin kita mampu menangkap suara-suara pada frekuensi sangat tinggi, seperti
pada gelombang radio, dan lain sebagainya.Pada intinya, telinga kita memiliki
keterbatasannya. Sebagaimana mata, juga sering mengalami distorsi alias
penyimpangan. Di tempat yang riuh misalnya, telinga kita tidak mampu menangkap
pembicaraan dengan volume normal. Dan jika digunakan untuk mendengar suara yang
terlalu keras, gendang telinga kita bisa mengalami kerusakan.Allah memberikan
batas pendengaran kita sebagai karunia dan rahmat. Bayangkan jika pendengaran
kita tidak dibatasi, maka kita akan bisa mendengarkan suara-suara berbagai
binatang malam. Juga kita bisa mendengarkan suara jin, dan lain sebagainya.
sehingga kita pasti tidak akan bisa tidur karenanya.
Yang perlu
kita perhatikan bahwa kata As-sam’ ( pendengaran ) lebih dahulu
jika di bandingkan dengan
al-bashar ( penglihatan ). Dan ternyata
hal ini oleh Allah mempunyai
makna khusus. Secara fisiologis
dan anatomis, saraf-saraf yang ada
pada setiap manusia terutama pendengaran
terdiri dari jutaan serabut
syaraf. Jumlah yang teramat banyak
ini ternyata tidak di miliki oleh saraf
penglihatan yang hanya memiliki
30 ribu
syaraf saja. Tentunya hal ini
mempunyai rahasia yang mendalam
dari proses terciptanya manusia
dalam hubungannya dengan ayat alqur,an ini. Diantara fakta
fakta tersebut yang mempunyai
kekuatan ilmiah diantaranya :
Perkembangan
alat penglihatan dan pendengaraan pada
janin, terjadi secara
bertahap dalam waktu yang
cukup lama. Pada akhir minggu
ke tiga, mulai berbentuk Otic Placode yang merupakan unsur pertama yang membentuk organ telinga pada bagian permukaan. Sememntara itu alat
penglihatan akan berbentuk pada tahap minggu
ke empat atau fase perkembangan Janin. Perkembangan telinga atau alat pendengaran pada Janin
berkembang dari unsur pertama ini, setelah adanya rumah siput ( membraneus coclea ) pada
minggu ke empat. Hingga minggu kedelapan menjadi rumah siput
sempurna atau telingga sempurna
dengan disempurnakan memasuki minggu
ke 21. Hal ini di tandai dengan munculnya bulu-bulu halus di sekeliling telinga dan juga organ kortek. Dengan
demikian telinga bagian dalam telah
berkembang dan matang untuk mencapai ukuran yang alami ketika ia sampai pada waktu itu
untuk siap melakukan tugasnya yaitu
pendengaran yang menjadi tugas khusus pada bulan kelima usia janin.
Dari kondisi yang telah terjadi pada janin, bagian telinga ini dengan sendirinya telah mampu menerima suara
dan menstransfer simbol-simbol
suara ke otak sehingga terjadi persepsi. Proses sederhana ini tentunya yang akan di
sempurnakan dengan munculnya otot telingga bagian tengah dan muara tuba Eustachi, penutup gendang,
saluran pendengaran bagian luar
selama beberapa minggu antara minggu ke
10 dan ke 20. Hingga minggu ke 32
akan menjadi telingga sempurna.(
baca ensiklopedi keajaiban alqur,an hal
334 ). Dengan kondisi
tersebut pastilah, setelah usia
kandungan bulan kelima dengan
kekuasan Allah, maka alat
pendengaran ini akan mampu
beroperasi dengan baik. [28]
Berarti
jika kita hubungkan dengan beberapa pemikiran
dalam kehidupan masyarakat lokal
bahkan international, seorang
Ibu hamil sejak awal sering menghibur
calon bayinya dengan lagu-lagu
clasik ( bethoven ) di kalangan non muslim,dan diperdengarkan
ayat-ayat alqur,an serta sholawat di kalangan muslim secara teori Ilmiah tidak akan berpengaruh jika janinnya belum
masuk pada usia 5 bulan. kenapa, karena
belum munculnya Organ
Kortek dan bulu bulu Helius di
sekitar rumah Ciput daun telinga. Kemudian jika kita korelasikan dengan
fenomena budaya masyarakat kita, seperti upacara Ngapati (ngupati), mitoni
(tingkepan) dll, apakah akan
mempunyai keterhubungan terhadap janin ( calon bayi ) terhadap rangsangan
–rangsangan ( stimulus religiusitas atau
stimulus budaya ) yang di berikan
berupa lagu, suara ayat alqur,an jika
usia janin tersebut belum
memasuki usia terbentuknyanya
pendengaran secara sempurna yaitu 32
minggu. Berarti menurut kami.
Hal itu, tidak akan mempunyai
pengaruh yang significant, karena
alat pendengarannya belum terbentuk secara sempurana. Rumah sifutnya ( membraneus cochlea ) belum ada, Organ
korteknya belum terbentuk, muara tubanya
belum ada dan lain lain. Maka secara
kajian Ilmiah menunjukan
budaya tersebut tidak
berkolerasi dengan janin walau
a’lam bishowab. Secara ilmiah telah diakui bahwa telinga bagian dalam janin peka
terhadap suara mulai pada bulan ke 5 dari kehamilan seorang ibu. [29] Pada
saat itu janin akan mampu
mendengar suara gerakan pada
perut dan jantung Ibunnya.
Dengan hasil
pendengran ini menimbulkan isyarat-isyarat syaraf pendengaran pada telinga
bagian dalam. Hal ini adalah petunjuk
Ilmiah yang mengakui kemampuan janin mendengar suara pada tahap awal usianya.
Lebih mendalam lagi, Hal lain yang
perlu kita pahami adalah
bahwa suara itu sampai ke telinga
bagian dalam biasanya melalu dua jalur
:
Pertama, melalui jalur telinga bagian luar kemudian telinga bagian
tengah dan keduanya di penuhi oleh udara. Hal ini terjadi pada setiap
manusia normal.
Kedua, melalui
jalur tulang tengkorak. Getaran
suara berpindah dengan cara pertama melalui perantaraan
udara. Tulang tengkorak adalah sarana pemindahan suara yang baik. [30]
Jelaslah bagi kita bahwa janin dapat mendengar suara yang berhubungan dengan telinga bagian dalam, baik itu melalui
tulang tengkorak, atau melalui
tulang telinga bagian luar
yang dipenuhi oleh cairan serabut. Maka
kondisi pendengaran akan berbeda
dengan kondisi penglihatan. Janin jelas tidak akan mampu melihat saat
berada di dalam perut, tetapi pendengaran akan mampu bekerja sesudah memasuki usia 5 bulan
dalam kandungan.
Adapun penglihatan, baik kerangka
mata halus atau organ bagian dalam terjadi secara secara sempurna ketika usia janin masuk usia
25 minggu. Pada saat
sebelum itu, serabut syaraf penglihatan belum dilengkapi oleh Sumsum Tulang belakang yang memungkinkannya untuk memindahkan isyarat isyarat syaraf penglihatan dengan
sempurna kecuali ketika sudah memasuki
usia janin minggu ke 17 dari kelahiran
janin. Di samping itu kelompok mata janin masih tertutup hingga
memasuki usia janin 26 minggu.
Hal itu terjadi karena janin masih berada di tempat yang gelap,
maka kelopak mata janin masih tertutup, jaringan
mata yang belum matang dan syaraf
mata yang belum sempurna sampai ia keluar dari dalam kandungan.Dalam buku Ensiklopedi Keajaiban
ilmiah Alqur,an kami nukilkan beberapa uraian
yang berkenaan tentang permasalahan Pendengaran dan penglihatan.
Kata as-sam’
dan derivasinya di sebutkan dalam alqur,an sebanyak 185 kali.
Setiap kata as-sam’ muncul dalam alqur,an maknanya
adalah “ mendengar perkataan dan
suara yang disertai dengan pengetahuan
dan pemahaman mengenai informasi yang di terima dari perkataan atau suarea tersebut “. Sedangkan
al-bashar yang bermakna “ memandang objek “ seperti cahaya, benda dan gambar mata yang
disebutkan dalam alqur,an sebanyak 88 kali, Sisanya kata tersebut sebagai berfikir dan menggunakan logika untuk memahami fenomena Alam, kehidupan, kejadian dan yang sampai
kepada seseorang “.
Analisis penulis, bahwa
kesempurnaan organ tubuh manusia
itu memang sangat di
pengaruh oleh proses penciptaan
yang telah di design oleh Allah dengan sempurna. Telinga dan mata serta hati nurani akan menjadi pembela
kita di sisi Allah nanti. Dalam Membumikan Alqur,an M.Qurais
Shihab.hal.42 menukil dari Malik Bin Nabi dalam kitabnya,Intaj
Al-Mustasyriqien wa At-saruhu fi al-fikri Al Hadist, menulis, Ilmu Pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang
dipergunakan untuk tercapainya masalah
tersebut “.[31]
Sedangkan diantara fungsi Ilmu
Pengetahuan adalah untuk memperoleh kebahagiaan dan kedudukan yang
terpuji di sisi Tuhan dan Manusia.[32]
Dalam kajian penulis proses mendapatkan ilmu pengetahuan organ tubuh manusia ini juga sangat besar kinerjanya. Terutama telinga.Al qur,an menunjukan empat
sumber untuk memperoleh Ilmu
pengetahuan pada manusia yang akan
diolah oleh organ tubuh manusia tersebut,diantaranya :
Pertama, Alqur,an dan assunnah
sebagai sumber utama
dari segala ilmu pengetahuan
dalam kehidupan ini. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Al-Qur'an adalah kitab
suci yang diturunkan Allah untuk dijadikan petunjuk bagi segenap umat manusia.
Namun umat islamlah yang bisa merealisasikan ajakan Al-Qur'an. Dalam sejarah
peradaban umat manusia Al-Qur'an telah berperan secara mengesankan dalam
memajukan kehidupan bangsa arab dalam berbagai macam seginya dari mas'alah
akidah, syari'ah, akhlak, social dan lain sebagainya. Bangsa arab yang tadinya
termasuk bangsa yang tertinggal akhirnya bisa muncul ke pentas sejarah secara
menakjubkan. Peradaban Yunani yang diwarisi oleh bangsa Romawi bisa diestafetkan
oleh kaum muslimin yang saat itu diwakili oleh bangsa Arab. Tanpa estafet
keilmuan ini bangsa Eropa tidak bisa maju sebagaimana sekarang ini. Kaum
muslimin mampu untuk memegang tampuk peradaban dunia selama berabad abad
lamanya. Keberhasilan Al-Qur'an dalam mentranformasikan nilai nilainya karena
tiga hal,
Pertama : nilai nilai
yang dibawanya sesuai dengan fitrah manusia. Tidak ada rasa diskriminasi. Tidak
ada kasta. Al-Qur'an menawarkan satu kaidah keagamaan bahwa yang paling mulia
disisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa.
Kedua : pembawa
amanah Al-Qur'an adalah baginda Nabi Muhammad S.A.W. seorang yang mempunyai
perangai /akhlak yang mulia, manusia sempurna. Nabi tidak hanya
mengimplementasikan ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan kesehariannya,namun Nbai
mampu meyakinkan masyarakat tentang nilai nilai yang ada dalam Al-Qur'an agar
bisa dijadikan pedoman hidup mereka. Kepribadian Nabi yang paripurna dan sangat
mengesankan menyebabkan banyak sahabat yang mau mengorbankan hidupnya untuk
menyebarkan ajaran Al-Qur'an ke seantero negeri.
Ketiga : pengarahan
dan pemantauan Allah yang terus menerus kepada nabi Muhammad tentang apa yang
seharusnya beliau lakukan dalam berda'wah. Allah menuntun NabiNya kapan
berda'wah secara sembunyi sembunyi, kapn secara terang terangan, kapan
berhijrah ke Madinah, kapan berjihad, apa saja hukum islam yang harus dilakukan
secara bertahap ? Ketiga komponen inilah yang menyebabkan Al-Qur'an bisa
tersosialisasikan dengan baik. Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama dan
sangat secap untuk ukuran revolusi kemanusiaan, islam telah tertancap dengan
kokohnya di persada bumi tanpa ada satu kekuatanpun yang mampu menandinginya.
Didalam Al-Qur’an terdapat kata-kata tentang ilmu dalam
berbagai bentuk (‘Ilma, ‘Ilmi, ‘Ilmihi, ‘Ilmuha, ‘Ilmuhum). Delapan
bentuk ilmu tersebut diatas dalam terjemah Al-Qur’an, diartikan dengan
pengetahuan, ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan. Sedangkan kata ilmu
itu sendiri berasal dari bahasa arab ‘alima artinya mengetahui, mengerti.
Maknanya seseorang dianggap mengerti karena sudah mengetahui objek atau fakta
lewat pendengaran, penglihatan dan hatinya. Kata ilmu dalam pengertian teknis
operasional adalah kesadaran tentang realitas, pengertian ini didapat dari
makna-makna ayat yang ada didalam Al-Qur’an. Orang yang memiliki kesadaran
tentang realitas lewat pendengaran, penglihatan dan hati akan berpikir rasional
dalam menanggapi kebenaran.
Pengetahuan
( ‘Ilm ) boleh merupakan suatu persepsi terhadap esensi segala sesuatu, mahiyat
atau suatu bentuk persepsi yang bersahaja yang tidak disertai oleh atau boleh
merupakan oppersepsi, yaitu hokum bahwa sesuatu hal adalah hal itu, (Ibnu Khaldun
). Ilmu harus dinilai dengan konkrit, karena hanya dengan kekuatan intelektual
yang menguasai yang konkritlah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia
itu melampaui yang konkrit.
Melihat dari makna ini bahwa ilmu atau realitas kebenaran
akan hadir secara utuh dalam persepsi individu, walaupun dalam pemahaman bisa
berbeda atas suatu realitas atau objek. Kehadiran secara utuh dari suatu objek
terhadap subjek adalah suatu realitas yang tak bisa dielakkan. Hal inilah harus
dinilai dengan konkrit, yakni ilmu harus bisa terukur kebenarannya. Bila ilmu diistilahkan sebagai kesadaran
tentang realitas, maka realitas yang paling utama ketika manusia itu lahir
adalah alam semesta ( mikrokosmos dan makrokosmos ). Dalam hal inilah manusia
mulai mendengar, melihat dan merasakan objek yang dialami berupa suara, bentuk
dan perasaan. Alam ini merupakan suatu titik kesadaran awal untuk mengenal
realitas utama diri sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasan dan sempurna
akal, maka ia mulai berpikir materialitas. Kehadiran alam fisika sebagai
realitas menjadi jembatan untuk melihat sesuatu yang bersifat metafisika. Yakni
yang ada dibalik fisik dan ciptaan-ciptaan itu. Keragaman alam semesta yang tak
terhingga oleh manusia merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak betgitu saja
tanpa ada argumentasi yang logis, yang berangkat dari kesadaran tentang
realitas yang diperoleh dari pendengaran, penglihatan dan hati. Dengan demikian
manusia akan menyadari dengan sendirinya tentang alam semesta sebagai realitas
fisika dan kehadiran Allah SWT sebagai realitas metafisika. Alam fisika sebagai
realitas terbuka, sedangkan alam metafisika sebagai realitas tertutup. Alam semesta
yakni mikro dan makrokosmos hadir sebagai realitas untuk mengukuhkan eksistensi
Tuhan sebagai pemilik mutlak yang tak pernah punah, sedangkan alam semesta itu
sendiri bisa punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah suatu yang
nisbi atau tidak kekal. Dengan ilmu kita dapat mempelajari alam dan rahasianya
pada manusia dan menampakan koherensi, konsistensi dan aturannya. Ini akan
memungkinkan manusia gunakan ilmu sebagai perantara untuk menggali kekayaan dan
sumber yang tersembunyi lewat penemuan ilmiah.
Menurut Sidi Ghazalba ilmu dikategorikan jadi enam
kategori yaitu:
1. Ilmu praktis
adalah ilmu yang hanya sampai pada hukum umum atau abstrak
2. Ilmu praktis
normatif yaitu memberikan ukuran dengan norma-norma
3. Ilmu praktis
positif yaitu bagaimana membuat suatu tindakan yang harus dilakukan seseorang
untuk mencapai sesuatu
4. Ilmu spekulasi
ideografis yaitu untuk menguji kebenaran objek dalam wujud nyata.
5. Ilmu spekulasi
Nometetis yaitu untuk mendapatkan hukum umum
6. Ilmu spekulasi
teoritis yaitu untuk memahami kualitas kejadian untuk memperoleh kebenaran dari
suatu keadaan.
.[33]
Paling tidak dengan
ilmu tersebut manusia
dapat menangkap isyarat dan keberadan dan keagungan Allah, karena al kaun adalah termasuk ayat ayat Allah SWT. QS
Ali Imran ayat 190-191. “ M.Quraish
Shihab,menuliskan tentang tafsir ayat ini. “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi dan silih
bergantinya malan dan siang terdapat tanda tanda bagi orang yang berakal “. Hukum hukum alam yang melahirkan kebiasaan
kebiasaan pada hakekatnya
ditetapkan dan diatur oleh Allah SWT yang maha
hidup lagi Qoyyum ( maha
menguasai dan maha mengelola
segala sesuatu ). Di lanjutkan Oleh
Quraish Shihab, Ulul albab adalah orang memiliki akal yangb murni.
Yang tidak diselubungi oleh kulit
yakni kabut idea yang dapat melahirkan kehancuran dalam berfikir.
Orang yang merenbungkan fenomena
alam raya akan
dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang kekuasan dan keesaan Allah SWT.[34] Yaitu orang orang yang selalau mengingat Allah dalam keadan
duduk atau b erbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan lanagit dan
Bumi,; Tuhan kami tiadalah
engkau menciptakan ini dengan sia
sia. Maha Suci engkau , maka peliharalah kami dari api neraka. ( QS Ali Imron
ayat 190).
Kedua : Alam Semesta adalah sumber
kedua ilmu yang harus di pelajari oleh sesorang muslim.
Alqur,an menunjukan hal-hal dialam
semesta yang harus di teliti yaitu materi yang
m,endasari penciptaan. Qur,an surat
Ath Thoriq ayat5 ; An Nur ayat 45; al Anbiya ayat 30 ;.
Proses penciptaan Alam
terdapat dalam surat al mu’minun ayat 12-14, surat al anbiya ayat
30 , surat Luqman ayat
10,. Dan juga tentang,
Proses perubahan perubahan penomena
lam, terdapat dalam alqur,an, Az Zumar
ayat 21, Ar Ruum ayat
48. Tentang hubungan
manusia a dengan alam terdapat dalam surat al Zajdsiyah ayat 13. [35]
Ketiga : adalah apa
yang ada pada diri manusia (anfus
). Seperti
ungkapan mimma khuliq ( QS at thaariq
ayat 5 ) “ Maka
hendaklah manusia memperhatikan
dari apakah dia di ciptakan ?. (
QS At Thaariq ayat 5 ). Dalam tafsir
Ibnu Katsir Juz 30 di uraikan tentang ayat ini “ . Ini
mengingatkan manusia kan betapa lemahnya
asal kejadiannya, sekaligus embimbing nbya untuk mengakui adanmya hari
kemudian, yaitu hari berbangkit. Karena sesungguhnya Tuhan yang mampu menciptakannya
dari semula mamapu pula untuk m mengembalikannya seperti keadaan semula bahkan lebih mudah.[36]
Secara biologis juga
di jelaskan dalam alqur,an seperti dalam surat al-Mu’minun ayat 12-14, hubungan manusia dengan ninvidu lain
alqur,an surat al anbiya ayat 37. Hakikat
mencari ilmu pengetahuan pada
diri manusia sesungguhnya adalah dalam rangka mengenal Allah SWT. Dengan berbagai
konsekuensinya ( Tauhidillah ). Ini
merupakan tujuan yang pertama
dan utama dalam k ehidupan
manausi ayang sebenarnya. Disamping
itu secara rinci tujuan pencarian ilmu dapat di bagi atas :
1)
Manhajul hayah yaitu ilmu - ilmu yang berkaitan dengan
perarturan hidup manusia
2)
Wasaailul Hayah yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sarana prasaran kehidupan mmanusia
Sementara
ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala
macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini
maupun masa depan; fisika atau metafisika. Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang
digunakan oleh para filosof Muslim atau non-Muslim pada masa-masa silam, atau
klasifikasi yang belakangan ini dikenal seperti, antara lain, ilmu-ilmu sosial,
maka pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan
Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
- Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
- Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antarbudaya selama tidak bertentangan dengan Syari'ah sebagai sumber nilai.[37]
Dewasa ini diakui oleh ahli-ahli sejarah dan ahli-ahli
filsafat sains bahwa sejumlah gejala yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas
ilmuwan sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran
yang telah diterima oleh komunitas tersebut. Dalam hal ini, satu-satunya yang
menjadi tumpuan perhatian sains mutakhir adalah alam materi.
Di sinilah terletak salah satu perbedaan antara ajaran
Al-Quran dengan sains tersebut. Al-Quran menyatakan bahwa objek ilmu meliputi
batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa
Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen (QS
29:20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS
16:78).Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak
dapat dijangkau oleh pancaindera, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan
observasi atau eksperimen seperti yang ditegaskan oleh firman-Nya: Maka Aku bersumpah
dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-apa yang tidak dapat kamu lihat
(QS 69:38-39). Dan, Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dari satu tempat yang tidak dapat kamu melihat mereka (QS 7:27). Apa-apa"
tersebut sebenarnya ada dan merupakan satu realitas, tapi tidak ada dalam dunia
empiris. Ilmuwan tidak boleh mengatasnamakan ilmu untuk menolaknya, karena
wilayah mereka hanyalah wilayah empiris. Bahkan pada hakikatnya alangkah
banyaknya konsep abstrak yang mereka gunakan, yang justru tidak ada dalam dunia
materi seperti misalnya berat jenis benda, atau akar-akar dalam matematika, dan
alangkah banyak pula hal yang dapat terlihat potensinya namun tidak dapat
dijangkau hakikatnya seperti cahaya.Hal ini membuktikan keterbatasan ilmu
manusia (QS 17:85). Kebanyakan manusia hanya mengetahui fenomena. Mereka tidak
mampu menjangkau nomena (QS 30:7). Dari sini dapat dimengerti adanya
pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Al-Quran dan yang --di sadari atau
tidak-- telah diakui dan dipraktekkan oleh para ilmuwan, seperti yang
diungkapkan di atas.Pengertian ilmu dalam tulisan ini hanya akan terbatas pada
pengertian sempit dan terbatas tersebut. Atau dengan kata lain dalam pengertian
science yang meliputi pengungkapan sunnatullah tentang alam raya (hukum-hukum
alam) dan perumusan hipotesis-hipotesis yang memungkinkan seseorang dapat
mempersaksi peristiwa-peristiwa alamiah dalam kondisi tertentu.Seperti telah
dikemukakan dalam pendahuluan ketika berbicara tentang kandungan Al-Quran,
bahwa Kitab Suci ini antara lain menganjurkan untuk mengamati alam raya,
melakukan eksperimen dan menggunakan akal untuk memahami fenomenanya, yang
dalam hal ini ditemukan persamaan dengan para ilmuwan, namun di lain segi
terdapat pula perbedaan yang sangat berarti antara pandangan atau penerapan
keduanya.Sejak semula Al-Quran menyatakan bahwa di balik alam raya ini ada
Tuhan yang wujud-Nya dirasakan di dalam diri manusia (antara lain QS 2:164;
51:20-21), dan bahwa tanda-tanda wujud-Nya itu akan diperlihatkan-Nya melalui
pengamatan dan penelitian manusia, sebagai bukti kebenaran Al-Quran (QS 41:53).
Dengan demikian, sebagaimana
Al-Quran merupakan wahyu-wahyu Tuhan untuk menjelaskan hakikat wujud ini dengan
mengaitkannya dengan tujuan akhir, yaitu pengabdian kepada-Nya (QS 51-56), maka
alam raya ini yang merupakan ciptaan-Nya harus berfungsi sebagaimana fungsi
Al-Quran dalam menjelaskan hakikat wujud ini dan mengaitkannya dengan tujuan
yang sama. Dan dengan demikian, ilmu dalam pengertian yang sempit ini
sekalipun, harus berarti: "Pengenalan dan pengakuan atas tempat-tempat
yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing
manusia ke arah pengenalan dan pengakuan akan 'tempat' Tuhan yang tepat di
dalam tatanan wujud dan keperluan."
Dalam definisi ini kita lihat bahwa konsep tentang
"tempat yang tepat" berhubungan dengan dua wilayah penerapan. Di satu
pihak, ia mengacu kepada wilayah ontologis yang mencakup manusia dan
benda-benda empiris, dan di pihak lain kepada wilayah teologis yang mencakup
aspek-aspek keagamaan dan etis.Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan
bagaimana Al-Quran selalu mengaitkan perintah-perintahnya yang berhubungan
dengan alam raya dengan perintah pengenalan dan pengakuan atas kebesaran dan
kekuasaan-Nya. Bahkan, ilmu dalam pengertiannya yang umum sekalipun oleh wahyu
pertama Al-Quran (iqra'), telah dikaitkan dengan bismi rabbika. Maka ini
berarti bahwa "ilmu tidak dijadikan untuk kepentingan pribadi, regional
atau nasional, dengan mengurbankan kepentingan-kepentingan lainnya". Ilmu
pada saat dikaitkan dengan bismi rabbika kata Prof. Dr. 'Abdul Halim Mahmud,
Syaikh Jami' Al-Azhar, menjadi "demi karena (Tuhan) Pemeliharamu, sehingga
harus dapat memberikan manfaat kepada pemiliknya, warga masyarakat dan
bangsanya. Juga kepada manusia secara umum. Ia harus membawa kebahagiaan dan
cahaya ke seluruh penjuru dan sepanjang masa.". Dengan demikian, ayat-ayat
sebelumnya dan ayat ini memberikan tekanan yang sama pada sasaran ganda:
tafakkur yang menghasilkan sains, dan tashkhir yang menghasilkan teknologi guna
kemudahan dan kemanfaatan manusia. Dan dengan demikian pula, kita dapat
menyatakan tanpa ragu bahwa "Al-Quran" membenarkan bahkan mewajibkan usaha-usaha
pengembangan ilmu dan teknologi, selama ia membawa manfaat untuk manusia serta
memberikan kemudahan bagi mereka.Tuhan, sebagaimana diungkapkan Al-Quran,
"menginginkan kemudahan untuk kamu dan tidak menginginkan kesukaran"
(QS 2:85). Dan Tuhan "tidak ingin menjadikan sedikit kesulitan pun untuk
kamu" (QS 5:6). Ini berarti bahwa segala produk perkembangan ilmu diakui
dan dibenarkan oleh Al-Quran selama dampak negatif darinya dapat dihindari.Saat
ini, secara umum dapat dibuktikan bahwa ilmu tidak mampu menciptakan
kebahagiaan manusia. Ia hanya dapat menciptakan pribadi-pribadi manusia yang
bersifat satu dimensi, sehingga walaupun manusia itu mampu berbuat segala
sesuatu, namun sering bertindak tidak bijaksana, bagaikan seorang pemabuk yang
memegang sebilah pedang, atau seorang pencuri yang memperoleh secercah cahaya
di tengah gelapnya malam.Bersyukur kita bahwa akhir-akhir ini telah terdengar
suara-suara yang menggambarkan kesadaran tentang keharusan mengaitkan sains
dengan nilai-nilai moral keagamaan.
Beberapa tahun lalu di Italia diadakan suatu permusyawaratan
ilmiah tentang "cultural relations for the future" (hubungan
kebudayaan di kemudian hari) dan ditemukan dalam laporannya tentang
"reconstituting the human community" yang kesimpulannya, antara lain,
sebagai berikut: "Untuk menetralkan pengaruh teknologi yang menghilangkan
kepribadian, kita harus menggali nilai-nilai keagamaan dan spiritual."Apa
yang diungkapkan ini sebelumnya telah diungkapkan oleh filosof Muhammad Iqbal,
yang ketika itu menyadari dampak negatif perkembangan ilmu dan teknologi.
Beliau menulis: "Kemanusiaan saat ini membutuhkan tiga hal, yaitu
penafsiran spiritual atas alam raya, emansipasi spiritual atas individu, dan
satu himpunan asas yang dianut secara universal yang akan menjelaskan evolusi
masyarakat manusia atas dasar spiritual."Apa yang diungkapkan itu adalah
sebagian dari ajaran Al-Quran menyangkut kehidupan manusia di alam raya ini,
termasuk perkembangan ilmu pengetahuan.Segi lain yang tidak kurang pentingnya
untuk dibahas dalam masalah Al-Quran dan ilmu pengetahuan adalah kandungan
ayat-ayatnya di tengah-tengah perkembangan ilmu.Seperti yang dikemukakan di
atas bahwa salah satu pembuktian tentang kebenaran Al-Quran adalah ilmu
pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa
sekian banyak ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiah
yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di
tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:
- Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47).
- Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5).
- Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88).
- Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi (QS 36:80). Bahkan, istilah Al-Quran, al-syajar al-akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, dahan dan ranting yang warnanya hijau.
- Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7; 96:2).[38]
Demikian
seterusnya, sehingga amat tepatlah kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. Maurice
Bucaille dalam bukunya Al-Qur'an, Bible dan Sains Modern, bahwa tidak satu ayat
pun dalam Al-Quran yang bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.Dari
sini ungkapan "agama dimulai dari sikap percaya dan iman", oleh
Al-Quran, tidak diterima secara penuh. Bukan saja karena ia selalu menganjurkan
untuk berpikir, bukan pula hanya disebabkan karena ada dari ajaran-ajaran agama
yang tidak dapat diyakini kecuali dengan pembuktian logika atau bukan pula
disebabkan oleh keyakinan seseorang yang berdasarkan "taqlid" tidak
luput dari kekurangan, tapi juga karena Al-Quran memberi kesempatan kepada
siapa saja secara sendirian atau bersama-sama dan kapan saja, untuk membuktikan
kekeliruan Al-Quran dengan menandinginya walaupun hanya semisal satu surah
sekalipun (QS 2:23).[39]
Dalam
Alqur,an surat Yusuf ayat 111
Allah berfirman “ Sungguh pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai
akal, Alqur,an itu bukan cerita yang di
buat-buat, akan tetapi membenarkan yang
sebelumnya dan menjelaskan segala
sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”. (QS Yusuf ayat 111 ).
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu
Syajaratun yang artinya pohon. Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan
sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang
lebih kompleks atau ke tingkat yang lebih maju dan maka dari itu sejarah di
umpamakan menyerupai perkembangan sebuah pohon yang terus berkembang dari akar
sampai ranting yang paling kecil yang kemudian bisa di artikan silsilah. Sejarah
dalam arti silsilah berkaitan dengan babad, tarikh, mitos dan legenda. Dalam
bahasa Inggris kata sejarah (history) berarti masa lampau umat manusia, dalam
bahasa jerman kata sejarah (geschichte) berarti sesuatu yang telah terjadi, sedangkan
dalam bahasa latin dan yunani kata sejarah (histor atau istor) berarti orang
pandai. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengertian sejarahpun
mengalami perkembangan. Sejarah membicarakan masyarakat dari segi waktu, jadi
sejarah adalah ilmu tentang waktu yang mencangkup empat hal yaitu :
a. Perkembangan, terjadi bila masyarakat
secara terus menerus bergerak dari bentuk yang sederhana proses kehidupannya ke bentuk yang lebih kompleks.
b. Kesinambungan, terjadi bila seuatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama.
b. Kesinambungan, terjadi bila seuatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama.
c. Pengulangan, terjadi bila seuatu
peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terjadi lagi di masa sekarang.
d. Perubahan, terjadi bila masyarakat mengalami pergerakan dan perkembanganyang besar dalam waktu yang singkat yang disebabkan oleh pengaruh dari luar. [41]
d. Perubahan, terjadi bila masyarakat mengalami pergerakan dan perkembanganyang besar dalam waktu yang singkat yang disebabkan oleh pengaruh dari luar. [41]
Sejarah sebagai ilmu dikarenakan sejarah
juga sebagai pengetahuan. Ilmu pengetahuan sejarah seperti halnya ilmu
pengetahuan lainnya mulai berkembang pada abad ke-19. Pengetahuan ini meliputi
kondisi-kondisi masa manusia yang hidup pada suatu jenjang sosial tertentu. Perjalanan sejarah juga tentunya akan menghasilkan satu ilmu
pengetahuan yang sangat bernilai. Oleh karena itu ciri ciri
sejarah sebagai ilmu adalah :
a.
Sejarah itu mempunyai obyek, yaitu aktivitas dan peristiwa di masa
lampau yang di
alami oleh setiap manusia.
b. Sejarah itu mempunyai teori, yaitu memberi penjelasan tentang kapan sesuatu itu terjadi.
c. Sejarah itu mempunyai metode, yaitu bahwa suatu pernyataan dari peneliti itu harus didukung oleh bukti-bukti sejarah.
Proses
rekonstruksi sejarah mulai dari heuristic (mencari sumber sejarah), kritik
sumber, interpretasi data sampai dengan penulisan hasil penelitian
(historiografi), harus berdasarkan metode. Dengan metode itu rekonstruksi
sejarah akan menghasilkan tulisan sejarah ilmiah dan penulisan sejarah tanpa
dilandasi oleh metode sejarah hanya akan menghasilkan tulisan populer yang
uraiannya bersifat deskriptif naratif dan tidak menunjukkan ciri-ciri karya
ilmiah sejarah.
d.
Sejarah bersifat sistematis, yaitu sejarah sebagai kisah ditulis secara
sistematis. Hubungan antar bab dengan hubungan antar sub bab pada setiap bab
disusun secara kronologis, sehingga uraian secara keseluruhan bersifat
diakronis (memanjang menurut alur waktu). Uraian sistematis akan menunjukkan
hubungan antara satu fakta dengan fakta lain yang bersifat kausalitas (hubungan
sebab akibat) karena sejarah merupakan proses yang telah
berjalan dari peradaban manusia
di muka bumi ini.Semakin sistematis sebuah
sejarah itu maka akan semakin lengkap Ilmu Pengetahuan
itu mendapat pembuktian keilmiahannya.
Menurut
penulis, dari keempat faktor
sebagai sumber kerangka lahirnya
ilmu pengetahuan bagi manusia,
tidak bisa dan tidak di pungkiri bahwa
Al-Qur,an telah menghantarkan kemampuan manusia
pada titik tertinggi dalam sebuah perolehan ilmu
pengetahuan. Dari peradaban India,Cina,Romawi.Yunani, Arab hingga
peradaban Barat, Alqur,an yang menjadi
sumber segala infirasi peradaban tersebut. Tiga
faktor yang lain
seperti faktor alam, faktor
manusia dan faktor sejarah seakan akan hanya bagian substansi
terkecil dari apa yang di ungkapkan oleh isi
alqur,an. Maka jika
manusia masih mempunyai pemahaman bahwa ada
keterangan lain yang mamapu menjadi nara smber sebagai berkembangnya
sebuah pengetahuan itu adalah satu kesalahn yang luar biasa. Jadi
alqur,an telah membawa manusia
pada satu kondisi yang luar biasa
dalam memahami berbagai munculnya
ilmu pengetahuan. Manusia dengan
berbagai tekhnologinya mau
tidak mau harus m,engakui dengan sinyal sinyal yang di lontarkan oleh alqur,an. Hakikat
mencari ilmu pengetahuan pada
diri manusia sesungguhnya adalah dalam rangka mengenal Allah SWT. Dengan berbagai
konsekuensinya ( Tauhidillah ). Ini
merupakan tujuan yang pertama
dan utama dalam kehidupan
manusia yang sebenarnya.
Hull (1958)
mencatat dana telah mencoba
menarik sebuah perhatian dalam karangannya “ History and Philosopy of
Science “, bahwa menurutnya periode yang paling penting dari perkembangan Ilmu pengetahuan disebut sebagai
:
1)
Periode
Yunani Alexandria
2)
Revolusi
Ilmu pengetahuan abad 17
3)
Abad 19
sebagai abad Materialisme
4)
Periode
abad Modern[42]
Ilmu Sejarah
pada dasarnya tentu juga
masuk masuk dalam cakupan
“Ilmu alam nyata”ini, seperti yang di kandung pada surat Yusuf ayat 111, bahwa sebuah kisah adalah Ilmu Pengetahuan bagi orang yang berakal. Ilmu
sejarah di sini bukan stitik statis
riwayat satu dengan yang lainnya.
Tetapi lebih luas dari itu. Maka dalam sejarah itu ada masa periodenisasi :
I.
Periode abad 6
S.M s/d abad Nol
II.
Abad
Nol s/d abad 7
III.
Abad
7 s/d abad 13
IV.
Abad 13 s/d abad 19
V.
Abad 19 s/d ,.......Sekarang[43]
1.1.Periodenisasi Periode
abad 6 S.M s/d Abad Nol : Masa
ini di kenal sebagai
abad falsafah Yunani, orang terpenting
di abad ini adalah Thales
dari miletus hidup 620 S.M -540
S.M. Dia seorang ahli
matematika,filasafat, dan astronomi. Ia
seorang ahli geometri, yang pengaruhnya sampai
ke Mesir lama dan Babilonia. Kemudian di lanjutkan
oleh Phytagoras ( lahir 570 S.M
menetap di Yunani).
1.2. Periode
abad Nol s/d abad 6 ; periode
ini di kenal abad kelahiran Kristen dan Alexandria (
Mesir lama ) di bawah
kekuasaan Roma. Pada abad
ini muncul tokoh aljabr terkenal PAPPUS
dan DIOPANTHUS. Setidaknya
ada 3 kejadian pada abad ini :
(1) Penguasa Roma Menekan
kebebasan Berfikir (2).
Ajaran Kristen yang tidak Boleh di
sangkal (3). Kerja sama dengan Gereja
sebagai Otoritas kebenaran.
1.3.
Periode Abad ke 6
s/d abad ke 7 ;
Periode ini di kenal
dengan abad kebangkitan Islam.
Bangkitnya Islam, Kata STODDART,
barangkali merupakan satu peristiwa
peling menakjubkan dalam sejarah
manusia. Pada abad ini terjadi revolusi berfikir sekaligus membina
dunia baru,Dunia Islam, terhitung sejak lahirnya Nabi Muhammad SAW ( 570 M). Satu
abad kemudian yaitu masa Daula Bani
Abbasiah berkuasa di bawah Ja’far
Almansyur (774-775 M) masa awal
penterjemahan kitab kitab asing telah di
mulai oleh Ibnu Mukaffa. Masa
ini adalah masa bangkitnya
ahli hukum ; Imam Hanafi (
699-767 M),Imam Maliky (712-798 M),Imam Syafei (767-820M), dan Imam Hambali (780-855 M). Pada abad ke 8 dan 9 merupakan puncak dari pembinaan Hukum Islam
dan penterjemahan kitab kitab Filsafat, khususnya saat khalifah Harun Al-Rasyid ( 780-809 M).
Pada abad IX muncul ahli ilmu-ilmu hitung Islam,Al farabi (wafat 950 M), Al Hazen ( 1000 M) ahli phisica dan teori optik. Dan banyak lagi
ilmuan yang muncul pada abad
tesebuts sehingga nama Arab terus berpengaruh dalam Dunia
Ilmu Pengetahuan. Dan AL
Ghozali ( 1058-1111 M) sebagai
bagian untuk mebendung
masuknya filasafat yang merusak
syariat.dengan Bukunya Al Ihya
Ulumuddin ; (1) Andalan Iman (2)
andalan Intelektual (filsafat).(3).andalan empiris (4).andalan Mistis (sufisme). Pada abad ini Islam benar benar mencapai puncak kejayaannya. Abad 12 ini muncul Ibnu
Rusy ( Averoes 1126-1198 M)
sebagai tokoh phisica dan kedokteran. Dan pada tahun 1258 M karena serangan Mongol yang kejam
hampir seluruh karya Ilmu
pengetahuan Islam hangus di bakar.
Dan abad ke 13 merupakan abad yang mengerikan
bagi Islam. Sebagai penutup
kejayaan Islam abad 13 adalah
Ibnu Kholdun (1332-1406 M) dengan
dengan beberapa karya filsafat, sejarah, sosiologi politik, sosial dll.[44]
1.4. Periode
abad 12 s/d 18 periode kebangkitan eropa ; Periode ini adalah Filsafat Yunani
jilid II dengan di barengi abad
kemunduran ummat Islam dan kehancuran agama
Kristen. Hal di tandai oleh RARD VAN CREMONA menterjemahkan kembali Filsafay Yunani
dari Islam. Hingga abad 13-14
Maat Konstantinopel jatuh tahun 1453 M. Seluruh khasanah keilmuan islam
di pindahkan ke Eropa. Dan melahirkan
tokoh Humanisme Fransiscan Roger Bacon ( 1214-1294 M).
Teori Humanisme sebagai perlawanan terhadap gereja sedangkan di
lingkungan Islam menggunakan
pendekatan Imam 4 mazhab. [45] Maka
jika kita perhatikan agak cermat bahwa kemajuan kultur Islam pada puncaknya abad 12 telah
menembus celah kebekuan Eropa dalam dua
arah.(1).bangkiynya kembali
budaya Yunani di Eropa (filsafat).
(2),Hancurnya kristen menjadi dua (
Katolik dan Protestas ).
Jadi
proses terjadinya sejarah
itulah yang memunculkan Ilmu
Pengetahuan. Karena sejarah itu
dapat di jadikan ‘ibrah (tauladan),mauidhoh ( peringatan ) dll. Bagi
generasi manusia berikutnya. Setidaknya ada 2 hal yang dari sejarah
itu menghasilkan Ilmu pengetahuan.
(1). Sejarah
Mengandung Unsur Ilmu ;
(2). Sejarah
mengandung makna sebuah
nilai ;[46]
B. Klasifikasi
Ilmu Pengetahuan
Ulama muslim, sejak abad pertama
berkembangnya Islam telah
berusaha untuk menyusun suatu pengelompokan Ilmu. Hal
ini di lakukan terutama di tengah
suasana ramainya interaksi peradaban muslim dengan bangsa lain.
Persioa, Yunani, Romawi, China, dll. Sebagai langkah awal,
sekaligus sebagai contoh
adalah klasifikasi Ilmu menurut al-Ghozali
( 1058-1111 ). Sistem klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut al Ghozali di bangun atas beberapa
kaidah dasar yang berkaitan
dengan prinsip prinsip Islam ,
seperti berikut ;
1. Peringkat kewajiban untuk menuntutnya
2. Sumber pengkajian
3. Kemanfaatan bagi
kehidupan manusia.[47]
C. Al-Qur'an dan penelitian Ilmiah
Penelitian dapat dilakukan dalam segala disiplin ilmu, jadi tempat
penelitian/laboratorium bukan hanya milik ilmu kedokteran yang meneliti dan
mengamati kegiatan bakteri, dan bukan juga hanya milik ilmu kimia yang meneliti
dan mengamati reaksi zat-zat yang dicampur di tabung reaksi. Tetapi juga milik
ilmu-ilmu lain, sehingga dikenal sekarang adanya laboratorium bahasa,
laboratorium pemerintahan, laboratorium politik dsb. Istilah yang menyebutkan
'Lain teori lain pula prakteknya' tidak tepat lagi karena teori dan pendapat
ilmiah dari seorang ahli itu muncul setelah ybs melakukan penelitian, dengan
demikian selalu didukung oleh kenyataan empiris. Meskipun kadang-kadang teori
itu spekulatif namun demikian teori itu dekat dengan kenyataan. Tujuan teori
yaitu secara umum mempersoalkan pengetahuan dan menjelaskan hubungan antara
gejala-gejala sosial dengan observasi yang dilakukan. Teori juga bertujuan
untuk meramalkan fungsi dari pada gejala-gejala sosial yang diamati itu
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang secara umum telah dipersoalkan oleh
teori. Hipotesa harus dibuktikan, tidak dapat menjadi praduga dan
persangkaan belaka. Bila tidak dibuktikan dan diuji, sipeneliti sudah barang
tentu tidak mengetahui sejauh mana kebenaran ilmiahnya. Hal ini bersesuaian
dengan apa yang di firmankan Allah dalam Al-Qur'an sbb: "Dan mereka
tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah
sedikitpun terhadap kebenaran." (QS. 53:28) "...dan mereka
sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah
menduga-duga saja."
(QS. 45:24) Kata "persangkaan" dan "Duga-duga" dalam ayat diatas berarti hipotesa yang harus diuji dan dibuktikan kebenaran ilmiahnya. Pada gambar yang telah saya cantumkan, menunjukkan hubungan antara variabel dengan hipotesa. Dari dua atau lebih variabel dapat dibuat hipotesa untuk penelitian analisis verifikatip. Penelitian analisis verifikatip ditandai dengan penempatan kata "Pengaruh" atau "Peranan" didepan variabel bebas, selanjutnya memerlukan perhitungan statistik untuk menentukan ramalan (prediction) perubahan variabel tergantung, atas tindakan yang sudah dilakukan variabel bebas. Sehingga antara variabel dengan variabel tergantung diletakkan kata "Terhadap" dan "Dalam" sebagai penghubung, misalnya :
(QS. 45:24) Kata "persangkaan" dan "Duga-duga" dalam ayat diatas berarti hipotesa yang harus diuji dan dibuktikan kebenaran ilmiahnya. Pada gambar yang telah saya cantumkan, menunjukkan hubungan antara variabel dengan hipotesa. Dari dua atau lebih variabel dapat dibuat hipotesa untuk penelitian analisis verifikatip. Penelitian analisis verifikatip ditandai dengan penempatan kata "Pengaruh" atau "Peranan" didepan variabel bebas, selanjutnya memerlukan perhitungan statistik untuk menentukan ramalan (prediction) perubahan variabel tergantung, atas tindakan yang sudah dilakukan variabel bebas. Sehingga antara variabel dengan variabel tergantung diletakkan kata "Terhadap" dan "Dalam" sebagai penghubung, misalnya :
1. Pengaruh Promosi ASI
terhadap berkurangnya penderita diare pada anak.
2. Peranan Administrasi
Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa.
Nabi Muhammad Saw sendiri juga memerintahkan agar umat Islam melakukan
penelitian dan beliau juga menyebut-nyebut tentang ilmu pengetahuan sebagaimana
diriwayatkan hadits-hadist berikut ini :
"Mencari ilmu pengetahuan itu wajib bagi setiap Muslimin dan
Muslimat" "Tuntutlah ilmu pengetahuan sejak dari buaian sampai
keliang lahad." "Bahwasanya ilmu itu menambah mulia bagi orang yang
sudah mulia dan meninggikan seorang budak sampai ketingkat raja-raja."
"Tidak wajar bagi orang yang bodoh berdiri atas kebodohannya, dan tidak
wajar bagi orang yang berilmu berdiam diri atas ilmunya." "Yang
binasa dari umatku ialah, orang berilmu yang zalim dan orang beribadah yang
bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatan orang yang berilmu dan
kebaikan yang paling baik ialah kebaikan orang yang berilmu."
"Jadilah kamu orang yang mengajar dan belajar atau pendengar atau pencinta
ilmu, dan janganlah engkau jadi orang yang kelima (tidak mengajar, tidak
belajar, tidak suka mendengar pelajaran dan tidak mencintai ilmu), nanti kamu
akan binasa. "Ma'rifat adalah
modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu
adalah kendaraanku, berdzikir adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku,
duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku,
kerelaan adalah sasaranku, faqr adalah kebanggaanku, menahan diri adalah
pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan
adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, hiburanku adalah dalam
bersembahyang."
Dari berbagai macam kelebihan atau kandungan yang luar
biasa yang terdapat dalam alqur,an tentunya
menghasilkan berbagai macam
keistimewaan bagi manusia
unutk mengkaji berbnagai keilmuan dan pengetahuannya. Oleh karena
itu alqur,an dengan berbagai
kemukjizatannya tidak lain adalah
sebagai sumber dario berbagai pengembangan yang terjadi. Mukjizat itu ada dua
macam :
1. Mukjizat Hissiyah
Mukjizat ini mudah
ditangkap oleh indera manusia.
Mukjizat semacam ini diberikan oleh Allah kepada semua nabiNya. Nabi Muhammad Saw juga menerima mukjizat jenis ini. Seperti tongkat Musa bisa berubah menjadi ular raksasa dan bisa membelah laut. Nabi Ibrahim tidak hangus ketika dibakar oleh kaumnya, Nabi Isa putra Maryam dapat memberi makan banyak orang yang kelaparan hanya dengan beberapa potong roti dan seekor ikan. Nabi Muhammad Saw dapat memberi minum ratusan kaum Muslimin yang sedang kehausan, dengan memancarkan air dari tangannya yang mulia itu, membuat makanan tidak pernah habis ketika dimakan oleh banyak sahabatnya didalam beberapa kali pertemuan, dsb. Mukjizat seperti ini mudah dilihat oleh mata kepala tanpa ilmu apapun.
Mukjizat semacam ini diberikan oleh Allah kepada semua nabiNya. Nabi Muhammad Saw juga menerima mukjizat jenis ini. Seperti tongkat Musa bisa berubah menjadi ular raksasa dan bisa membelah laut. Nabi Ibrahim tidak hangus ketika dibakar oleh kaumnya, Nabi Isa putra Maryam dapat memberi makan banyak orang yang kelaparan hanya dengan beberapa potong roti dan seekor ikan. Nabi Muhammad Saw dapat memberi minum ratusan kaum Muslimin yang sedang kehausan, dengan memancarkan air dari tangannya yang mulia itu, membuat makanan tidak pernah habis ketika dimakan oleh banyak sahabatnya didalam beberapa kali pertemuan, dsb. Mukjizat seperti ini mudah dilihat oleh mata kepala tanpa ilmu apapun.
2. Mukjizat Maknawiyah
atau Aqliyah
Mukjizat ini hanya bisa
diketahui oleh orang-orang yang berilmu atau intelektual, yang ini hanya
diberikan kepada Nabi Muhammad Saw.Dan yang mampu menilai keagungan mukjizat
ini hanyalah orang-orang yang memiliki disiplin ilmu pengetahuan atau orang
yang mau mencari sosok kebenaran itu dengan menggunakan akal pikirannya untuk
berpikir. Beberapa tahun yang lalu, pernah diselenggarakan pameran Islam di
London Inggris.Salah satu benda yang dipamerkan adalah sebuah kaligrafi
Al-Qur'an surah Az -Zumar : “ God
created you in the wombs of your mothers,creation after creation in a threefold
gloom “. Dapat di artikan : Allah menciptakan kamu didalam perut ibumu Tahap
kejadian demi tahap kejadian. Didalam gelap yang tiga Lalu masuklah seorang ahli bedah kandungan
bangsa Inggris non-Muslim. Setelah melihat benda-benda yang dipajang, akhirnya
ia melihat kaligrafi tersebut.Ia tidak mengerti huruf kaligrafi itu, tetapi
setelah membaca terjemahannya, dia merasa heran dan sangat mengaguminya.
Sebagai ahli kandungan, dia mengetahui bahwa bayi yang terdapat dalam rahim ibu
dilindungi oleh tiga selaput halus tetapi kuat. Selaput itu adalah Amnion
Membrane, Decidua Membrane dan Chorion Membrane. Dokter ini terpesona karena
mengetahui bahwa ayat yang dilihat itu diturunkan oleh Allah sekitar 1.400
tahun yang lalu, disaat Eropa dan Amerika masih tenggelam dalam kebodohan.
Sedangkan Muhammad yang buta huruf, berkat adanya wahyu itu, bisa menerangkan
keadaan bayi dalam kandungan, sebagaimana hasil penemuan para ahli kedokteran
dimasa sekarang.
Penutup
Kerangka Ilmu pengetahuan menurut
Alqur,an dan Implikasinya bagi
Ummat merupakan satu
keabslutan alqur,an itu
sendiri, manusia dengan
berbagai kemampuan yang
Allah berikan tidak akan mampu menelusuri secara
Totalitas kekuasan Allah. di permukaan
muka bumi ini.
Tetapi manusia diberi kemampuan
untuk meraih itu setinggi tinginya
sampai puncak tertinggi. Maka akan
semakin tinggi manusia mencapainya
maka Allah akan melahirkan cahaya
keimanan yang dahunya tidak terbayangkan. "Dia menjadikan kamu
dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang berbuat
demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada
Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat
dipalingkan." (QS. 39:6) "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yangbertaqwa." (QS. 2:2) "Tetapi orang-orang
yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mu'min, mereka beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu(al-Qur'an)" (QS. 4:162) "
Alqur,an, Assunah, manusia
dan Alam semesta ini menjadi acuan dasar dalam berkembangnyanya sebuah ilmu pengetahuan. Pada
saat ilmu pengetahuan itu
mencapai satu kemajuan yang luar biasa, manusia akan menata perjalanan
hidupnya dengan baik, jika
di latar belakangi oleh faktor
faktor yang tersesuaikan
dengan pemikiran ilahiyah, tetapi
jika hanya di latar belakngi oleh faktor non ilahiyah maka akan muncul pemahaman yang rusak, sehingga akan keluar dari tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Maka dari itu tidak ada yang mendekati kepada
kesempurnaan kecuali ketika
perkembangan ilmnu pengetahuanm itu selalu di landasi dan di kembangkan kearah
pencipta ilmu pengetahuan itu sendiri
yaitu Allah SWT.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an
Dan Terjemahannya Departemen Agama Tahun 1990
Hatta,Ahmad, Tafsir Qur,an Perkata, Dilengkapi dengan Asbabun Nujul & Terjemah,( Jakarta : Maghfiroh Pustaka,2009),cet.3
Arifin, Muzayyin,H., Filsafat
Pendidikan Islam ,( Jakarta :
PT Bumi
Aksara 2010 ),cet.5
Ahmad,Yusuf,Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah al-Qur,an, Volume :1, (Jakarta
: Penerbit : Tausiah 2009),cet,1
Bahsan, Ibnu, Mari
menuju Ridho Illahi, (
Jakarta : Pustaka : 2010), cet.1
Fuad Moh.Fahruddin, Alam
Pikiran Islami, ( Bandung, cv Diponegoro,1979),cet.1
Hafiduddin,.Didin,KH., Dakwah Aktual, ( Jakarta : Gema
Insani Press ,1998 ) cet.1
Ibnu Katsir, Abi Alfida, Ad-Dimasqy,Tafsir Ibnu Katsir Juz 30, Bahrun Abu Bakar,(terj.), Tafsir Ibnu Katsir, (
Bandung;: Sinar Baru
Algensindo,2005 ),cet.2
Ismail Raji,Al-Faruqi,Islamisasi
pengetahuan,(lihat), Ahmad Taufiq,Pendidikan Karakter Berbasis Agama ( Yuma
Pustaka)
Madjid,Nurcholis, Pintu-pintu
Menuju Tuhan,( Jakarta : Paramadina,1995),cet.IV
Muhammad
Nashib Arrifai ; Taisirul al Aliyyul
qadir li ikhtisari tafsir ibnu katsir’, Kemudahan Dari
Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir, (terj.) H.Shihabudin ; 1989) cet.1
Maurice
Bucaille, AslQur,an dan Sains Modern,
terj.Achmad Rais,(Jakarta : Media Dakwah,1992)
Muhammad Nashib Arrifai ; Taisirul al Aliyyul qadir
li ikhtisari tafsir ibnu katsir’, Kemudahan Dari
Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir, (terj.) H.Shihabudin ; 1989) cet.1
Nata, abuddin,H.,Tafsir ayat-ayat
Pendidikan,(Jakarta: Rajawali Press,2101)
-------------------------,Filsafat Pendidikan Islam,( Jakarta : Logos
Wacana Ilmu,2001) cet.IV
Nasution,Harun, Falsafah dan Mistisme dalam Islam,(Jakarta : Bulan
Bintang,1989)cet.6
Suyuthi, I.Pulungan,Universalisme Islam,(Jakarta:Moyo Segoro Agung,2002),cet.I.
Shihab, M.,Quraish.,Membumikan Alqur,an,(
Bandung : Mizan ,1998 ),cet.XVII
--------------------------,Tafsir Almisbah, Juz 1,( Jakarta : Lentera
Hati ,2000 ),cet. 1
---------------------------,Tafsir
Almisbah, Juz 2,( Jakarta : Lentera Hati ,2000 ),cet.3
Shahri Muhammad, Pangantar Menuju Revolusi Ilmu
Pengetahuan Dalam Islam,( Jakarta
: Ikhlas Press, 1989 ).
[1] Fuad Moh.Fahruddin,
Alam Pikiran Islami,Bandung, cv
Diponegoro,1979, h.21
[3] Shahri Muhammad, Pangantar
Menuju Revolusi Ilmu Pengetahuan Dalam Islam,h.22
[4] Ismail Raji,Al-Faruqi,Islamisasi pengetahuan,(lihat),Ahmad Taufiq,Pendidikan
Karakter Berbasis Agama ( Yuma Pustaka) h.205
[5] Madjid Nurcholis,Menuju Pintu-pintu Tuhan,( Jakarta : Paramadina,1995 )h.176
[6] M.Yusuf Kadar,Studi
AlQur,an ( Jakarta : AMZAH,2010 ),
cet.2,hal.163
[7] Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam,(Bumi aksara,
2003 ),cet.5,hal 89
[8] H.M. Quraish Shihab, Tafsir
Almisbah, Juz 1,( Jakarta :
Lentera Hati ,2000 ), h. 143
[9] op.it, h.145
[10] op.it,h.146
[15] Abudin Nata : Op.cit.h.157
[16] Muhammad Nashib Arrifai ; Taisirul al Aliyyul qadir
li ikhtisari tafsir ibnu katsir’, Kemudahan Dari
Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir,(terj.) H.Shihabudin ; 1989) ; h.76
[17] H.M. Quraish Shihab, Tafsir
Almisbah, Juz 1,( Jakarta :
Lentera Hati ,2000 ), h. 525
[18]H. M. Quraish Shihab, Tafsir
Almisbah, Juz 1,( Jakarta :
Lentera Hati ,2000 ), h. 523
[19] H.M. Quraish Shihab, Tafsir
Almisbah, Juz 1,( Jakarta :
Lentera Hati ,2000 ), h. 545
[20]Op.cit.h. 526
[21] Muzayyin Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam,(Bumi Aksara,
2003 ),cet.5,hal 19
[22]Op.cit.h.20
[24] M.Reza M.Syarief,Life Excellent : Menuju Hidup yang lebih Baik,( Jakarta : Press, 2005 ),h.86
[26] Muhammad Bin Sholih al-‘Utsaimin,Tafsir Al-Kahfi,(terj.) Abu Abdurrahman bin Thayyib,Surat Kahfi,(Jakarta
: Pustaka As-Sunnah,2005 ),cet.I,h.43
[29] op.cit.h. 337
[31] H.M. Quraish Shihab,
“Membumikan Alqur,an,Fungsi dan Peran
Wahyu dalam kehidupan Masyarakat,(Bandung:Mizan, 1992 ), h.42
[34] H.M. Quraish Shihab, Tafsir Almisbah, Juz 2,( Jakarta : Lentera
Hati ,2000 ), h.290
[35] Muzayyin Arifin. Op.cit. h. 95
[36] Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir ad-Dimasqy,Tafsir Ibnu Katsir Juz 30, Bahrun Abu Bakar,(terj.), Tafsir Ibnu Katsir, (
Bandung;: Sinar Baru
Algensindo,2004 ), h. 242
[37] H.M. Quraish Shihab,
“Membumikan Alqur,an,Fungsi dan Peran
Wahyu dalam kehidupan Masyarakat,(Bandung:Mizan, 1992 ), h.61-67
[38] H.M. Quraish Shihab, “Membumikan Alqur,an,Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat,(Bandung:Mizan, 1992 ), h.68-69
[39] Maurice Bucaille, AslQur,an dan Sains Modern, terj.Achmad Rais,(Jakarta : Media
Dakwah,1992),h.41
[42] Syahri Muhammad,Pengantar
Menuju Revolusi Ilmu pengetahuan Dalam Islam,1981,h.11
[43] Ibid.h.13
[45] Lihat, Syahri Muhammad,h.23
[46] Ibnu Bahsan, Mari
menuju Ridho Illahi,2010,h.6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar