Sabtu, 10 November 2012

" Ilmu Pengetahuan menurut Alqur,an dan Implikasi Bagi Ummat "


Kerangka Ilmu Pengetahuan
Menurut Alqur,an dan Implikasinya Bagi Ummat
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
 (  QS. Al-Mujahadah ayat 11 )
Oleh  Drs.  H Hamzah MM
(  Kandinat  Doktor  Pendidikan Pascasarjan  PTIQ Jakarta )
Pendahuluan
Peradaban manusia terus  berlalu dari  zaman ke  zaman, dari  peradaban ke peradaban. Prof.Dr.Nasarudin Umar, dalam satu  perkuliahan  pernah menyampaikan, bahwa  hirarki peradaban dan perjalanan manusia di awali oleh peradaban India, kemudian  China, kemudian Romawi dan Yunani, hingga  akhirnya ke Persia (islam)  dan kahirnya  dikuasi oleh Barat. Semua  itu  berproses  dengan media Ilmu pengetahuan. Dalam satu  buku “ Muslim Thought its Origin and Achievment “ ( Alam Pikiran Islam, Peranan ummat  Islam dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan ;  Prof.Dr. Fuad Muhammad Fachrudin ). Di sebutkan, bahwa  pada  abad ke 6  masehi  terdapat empat puri pusat  perkembangan peradab, yaitu India,Tiongkok,Persia  dan Yunani.  Dan akhirnya ada dua  puri  yang terpenting yaitu India  dan Yunani  hingga 15 abad lamanya  menguasai  kancah  ilmu  pengetahuan.  Hingga  akhirnya pada  abad ke X  terdapatlah dua  sumber pusat  pikiran “ Alam Islami dan India “.[1] Hingga akhirnya  dalam peradaban  sejarah  Islam, lembaga Ilmiah  yang pertama  di bangun oleh Ummat  islam adalah  “Darul  Hikmah “  oleh Kholifah Al-Makmun di Bagdad,sedangkan Institut  kedua  ummat Islam adalah “ Al-Nizhomiyah “  yang  di dirikan seorang menteri  Nizamul Mulk tahun 1076 M  masa kholifah  Malik Syah. Pada  zaman itu  perindustrian kertas  sudah berkembang pesat  sehingga  perpustakan banyak berdiri terutama  yang ternama, “  Perpustakaan MOSEL yang  di dirikan pada abad X oleh  Ja’far  Bin Muhammad yang wafat pada 940 M).
Dari  kondisi sejarah  tersebut, Ilmu  Pengetahuan memiliki peran penting pada era sekarang ini. Karena tanpa melalui pendidikan proses transformasi dan aktualisasi pengetahuan modern sulit untuk diwujudkan. Demikian halnya dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Yaitu melalui metodologi dan kerangka keilmuan yang teruji. Karena tanpa melalui proses ini pengetahuan yang didapat tidak dapat dikatakan ilmiah. Perjalanan  Ilmu pengetahuan  pada  dasawarsa  sekarang ini  dapat di katakan  luar  biasa  perekembangannya,  terasa   sangat cepat dan dahsyat  sepanjang  sejarah peradaban maanusia.   Perjalanan  ini  pada dasarnya  mempunyai dasar dan akar yang sangat  kuat  dan panjang.
Sejak Thales ( 700 tahun SM )   melontarkan pemikiran pemikiran  yang sistemik,  ilmu pengetahuan berangkat  secara perlahan tapi pasti, sampai abad pertengahan.  Pada  masa inilah   di letakan dasar dasar  berbagai  cabang ilmu pengetahuan, dari logika  hingga  gramatika,  dari   astronomi  hingga fisika. Sampai  abad ke  7  ilmu pengetahuan berkambang di Asia  kecil sebuah  wilayah yang berada di  bagian kerajaan Romawi-Yunani.    Pada  masa itu  ada pengistilahan “ Maha  Guru “ yaitu  Socratets, Aristoteles  dan Plato “.  Mereka  sangat  berperan dalam kancah Ilmu pengetahuan.[2]
          Ummat  Islam   melanjutkan  tradisi ilmiah  peradaban Helenisme dengan pengembangan-pengembangan  yang spektakuler pada  zaman itu, Ilmuan Islam sudah mulai akrab dengan   Induktife- eksperimental.  Dengan semangat  yang khas  yang di bawa  oleh  anasir anasir  keislaman.  Usaha  -usaha mereka   pada  dasarnya  juga  melahirkan   sumbangan sumbangan   yang melahirkan  pemikiran Modern kedepan.  Goeorge  Shorton mengatakan “  bahwa   Ibn Khaldun di akui  sebagai  peletak ilmu Sosial kemasyarakatan   modern yang handal  pada  zamannya “ [3]
          Dalam semangat  ini  pengetahuan terus  tumbuh, siapapun tidak  bisa menyangkal  bahwa  penemuan-penemuan  manusia   berhasil menyingkap  rahasia  rahasia  alam  dan berbagai  hal yang berhubungan  manusia dan kealaman. Lebih anyak di banding  yang sebelumnya. Meskipun demikian, manusia  semakin tidak puas, karena  alam seakan -akan semakin menjadi misteri  untuk terus  di kaji dalam berbagai   ranah ilmu pengetahuan  berlebih memasuki  era postmodernisme  saat ini yaitu konvergensi  anatara  Tradisionalisme  dengan Modernisme,demikian menurut “  Dr. Zaimudin ”dimana hal itu merupakan perkembangan pemikiran yang ter-update di  Abad ini. 
A.Hakikat  Ilmu Pengetahuan
          Hubungan  Islam  dengan Ilmu  Pengetahuan banyak  mendapat perhatian dari berbagai kalangan  akademik, baik akademisi  muslim ataupun non muslim. Pada dasarnya  Islam memang sangat  besar  menaruh perhatiannya  terhadap  Ilmu  Pengetahuan. Dalam  kandungan AlQur,an surat Ali Imron, Allah memberikan  perintah untuk meneliti alam  semesta yang berisikan ayat-ayat tentang kekuasaan Allah.  Sudah dapat  di pastikan manusia  tidak  akan tercapai  untuk menempuhnya  jika  tidak  di latar belakangi  dengan Ilmu Pengetahuan. Oleh  karena itu  kata ‘alam ( alam semesta )  dengan ‘ilm ( ilmu pengetahuan ) mempunyai akar huruf  yang  sama yaitu ‘ain,lam, dan mim.[4] Dalam  bahasa  arab  di katakan ‘ilm  dalam  pengetahuan ilmiah disebut science.  Tidak  kurang 750  ayat lebih   tentang  penomena alam semesta yang  berhubungan dengan Ilmu  Pengetahuan. Karena  fenomena  Alam semesta itu sendiri sebagai  bagian dari  lahirnya  ilmu pengetahuan. Seorang ilmuan mashyur Albert Enstein ( 1879-1955). Mengatakan “ Ilmu  Pengetahuan tanpa  Agama akan buta, agama  tanpa  Ilmu  pengetahuan  akan  lumpuh”( science without religion is lame,religion without science is blind ). Menurut   Murcholis  Madjid, pengetahuan  itu  adalah  Kekuatan ( sulthan ), maksudnya  jika  manusia  mempunyai  kekuatan  maka  manusia  akan mampu  menembus berbagai fenomena  alam semesta ini,seperti luar angkasa yang  telah diraih  oleh Amerika,Soviet dan Jepang.[5]
Terdapat  dua  tema besar dalam alqur,an  bagi  manusia yaitu  Thema  yang Muhkamat (  ayatayat  tentang alam nyata ) dan thema  yang Mutasabihat (  ayat-ayat  tentang alam Ghoib). Alqur,an  sebagai  Kitab  Induk ajaran islam memang secara  tandas  mengidentifikasi  dirinya sebagai “petunjuk” tentunya  baik alam ghoib ataupun alam nyata. Pada  ajaran  alqur,an tentang alam nyata memang hanya mencakup pada  “hal-hal yang Pokok”.  Dengan demikian Ilmu  Pengetahuan yang di miliki  oleh  manusia pada dasarnya  hanya menghasilkan sebuah pengungkapan bukti yang sudah uraikan alQur,an  sebelumnya. Baik yang muhkamat atau  mutasabihat. Yang  peluang manusia sangat  besar  untuk membuktikan itu.
B.Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah Swt, Tuhan alam semesta, kepada Rasul dan NabiNya yang terakhir, Muhammad Saw melalui malaikat Jibril as untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir jaman.   Alqur,an  berisi pesan pesan  ilahi  ( risalah ilahiyah )  untuk ummat manusia  yang disampaikan  melalui Nabi  Muhammad saw.[6] Al-Qur'an berarti bacaan, nama-nama lain dari kitab suci ini adalah Al-Furqaan (Pembeda), Adz Dzikir (Pengingat) dan lain-lain, tetapi yang paling terkenal adalah Al-Qur'an.  Sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur'an bagaikan miniatur alam raya yang memuat segala disiplin ilmu, Al-Qur'an merupakan karya Allah Swt yang Agung dan Bacaan mulia serta dapat dituntut kebenarannya oleh siapa saja, sekalipun akan menghadapai tantangan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin canggih (sophisticated).  Kata pertama dalam wahyu pertama (The First Revelation) bahkan menyuruh manusia membaca dan menalari ilmu pengetahuan, yaitu Iqra'.  Adalah merupakan hal yang sangat mengagumkan bagi para sarjana dan ilmuwan yang bertahun-tahun melaksanakan penelitian di laboratorium mereka, menemukan keserasian ilmu pengetahuan hasil penyelidikan mereka dengan pernyataan -pernyataan Al-Qur'an dalam ayat-ayatnya.  Setiap ilmuwan yang melakukan penemuan pembuktian ilmiah tentang hubungan Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan akan menyuburkan perasaan yang melahirkan keimanan kepada Allah Swt, dorongan untuk tunduk dan patuh kepada Kehendak-Nya dan pengakuan terhadap Kemaha Kuasaan-Nya. Tidak pada tempatnya lagi orang-orang memisahkan ilmu-ilmu keduniawian yang dianggap sekuler, seperti ilmu-ilmu sosial dengan segala cabangnya, dengan ilmu -ilmu Al-Qur'an. Para ilmuwan dapat sekuler, tetapi ilmu tidak sekuler. Bila penyelidikan tentang alam raya ini adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta Alam Raya ini tidak ilmiah. Bila percampuran dan persenyawaan unsur-unsur adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta setiap unsur itu tidak ilmiah. Begitu pula pembicaraan hal-hal kenegaraan adalah ilmiah, mana mungkin Pencipta perbedaan watak individu yang menjadikan beraneka ragam ideologi tidak ilmiah. Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa kesatuan umat Islam sedunia. Peribadatan dilakukan dalam bahasa Arab sehingga menimbulkan persatuan yang dapat dilihat diwaktu 'shalat-shalat massal' dan ibadah haji. Selain daripada itu, bahasa Arab tidak berubah, sangat mudah diketahui bila Al -Qur'an hendak ditambah atau dikurangi, banyak orang yang buta huruf terhadap bahasa nasionalnya, tetapi mahir membaca Al-Qur'an bahkan sanggup menghafal Al -Qur'an keseluruhan. Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat (QS. 68:52), sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah peringatan bagi seluruh umat (QS. 38:87), petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (QS. 2:2), korektor dari semua kitab sebelumnya yang telah terdistorsi (QS. 5:48). Al-Qur'an dalam bahasa Arab mempunyai gaya tarik dan keindahan yang deduktif.  Didapatkan dalam gaya yang singkat dan cemerlang, bertenaga ekspresif, berenergi eksplosif dan bermakna kata demi kata.[7]
C.Kerangka   Ilmu  Menurut  Perspektife  Al Qur,an
            Menurut  alqur,an m anusia  adalah mahluq  yang berp[otensi untuk menguasai ilmu pengetahuan. Allah-lah yang  mengajarkan semua   semua  hal yang  sebelumnya  tidak di ketahuinya. Dalam surat  Al-Alq   dengan  sangat  jelas ayat  5.   Kemanusiaan  semua (  insaniyatul insan )  dapat  di ukur   dengan  sebuah interaksinya   dengan ilmu pengetahuan.  Oleh karena itu  di kemukakan dalam alqur,an  agar manusia  bekerja  pada    amal-amal yang menghasilkan ilmu pengetahuan. ( lihat :  Afala  yanzurun,  afala ta,qilun,  afala  tatadabbaruun,  dll... )   Sehingga  yang  membedakan manusia  dengan  ciptaan Allah yang lainnya  adalah karena  faktor  utama  yaitu    pengetahuan “  (  QS  Al-Baqoroh ayat 30-33 ).[8] Allah  mengajarkan Adam nama  nama seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan,  tentang nama-nama  atau kata-kata, yang di gunakan  menunjuk benda-benda  atau   mengajarnya  fungsi benda -benda.  Ayat ini  menginformasikan  bahwa  manusia  di anugrahi  oleh Allah potensi yang sangat besar untuk mengetahui  nama-nama dan fungsi  dan karakteristik  benda -benda, misalnya fungsi  api,  fungsi angin. dsb. Allah  juga  menganugrahkan  potensi untuk berbahasa  bagi manusia dengan manusia  yang   lain.   Itulah sebagian makna  bahwa  Allah mengajarkan kepada  Adam nama –nama.[9]
                Pada  dasarnya  seluruh pengetahuan yang ada pada  manusia  itu  bersumber dari  pengetahuan yang Allah anugrahkan kepadanya,  oleh karena itu  ketika  terjadi sebuah kecongkakan dari  diri manusia  dengan menyatakan bahwa  sebuah penemuan ilmu  pengetahuan adalah sebuah karyanya  adalah sebuah  “ keingkaran :”  dari hakikat  kebenaran di hadapan Allah.  Karena  pada  dasarnya    hanya  Allahlah yang memunculkan instink, insfirasi, Ghorizhah,  yang dengan kemampouan itulah akan muncul sebauh kekuatan meghasilkan  pengetahuan baik yang baru  ataupun yang   bersifat pengembangan dari  teori yang  sudah ada..  Kata ( ‘Alim )   yang terambil dari  kata  (‘ilm )  yang menurut  para  pakar bahasa  berarti “  Menjangkau sesuatu dengan keadaannya yang  sebenarnya “.  Bahasa   Arab   menggunakan  semua  kata  yang tersusun dari  huruf-huruf “  ‘ain, lam dan  mim “. Dalam berbagai bentuknya  dalam menggambarkan  sesuatu yang sedemikian jelas  sehingga tidak menimbulkan  keraguan. Makanya  Allah di namakan (‘alim )  karena  pengetahuan yang  teramat   jelas  sehinga terungkap  ha-hal kecil sekecil apapun.[10]
            Manusia  ideal   pandangan alqur,an ternayata  adalah  manusia  yang mencapai   keimanan dan  ketinggian Ilmu. Hal  itu  di  gambarkan oleh Allah dalam surat almujahadah ayat 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.  (  QS. Al-Mujahadah ayat 11 )
            Prof.Dr.Abuddin Nata MA dalam  Tafsir  ayat-ayat  Pendidikan hal 152  menuliskan. “   berkenaan dengan turunnya  ayat  tersebut,   dapat di ikuti ketenagan  yang di berikan oleh  Ibnu Abi Khatim, menurut  riwayatnya yang di terima dari  muqottil bin Hibban, bahwa  pada suatu  ketika  di  hari jum’at rasulallah saw  berada di  suatu tempat yang sempit,  saat mana ia  sedang menerima tamu  dari penduduk  Badar dan dari kalangan muhajirin  dan Anshor,  tiba  sekelompok  orang yang di dalamnya   termasuk  Tsabit bin Qois datang dan ingin duduk  di bagian   depan  tempat tersebut.  Mereka berdiri  memulyakan Rasulallah, dan mengucapkan salam kepadanya. Nabi  menjawab  salam kelompok tersebut  dan juga kelompok tersebut menjawab kelompok lainnya.  Mereka  berdiri di samping dan menunggu  agar  diberi  trempat yang agak luas.  Namun orang  datang terdahulu tetap tidak memberikan peluang. Kejadian ini  kemudian mendorong Rasulallah  mengambil inisiaitf  dan berkata  kepada  sebagian orang  yang ada di sekitarnya.  Berdirilah kalian, berdirilah kalian,  Kemudian berdirilah sebagian kelompok  tersebut  yang berdekatan dengan  orang orang yang datang  terdahulu.  Sehingga  nampak Rasulallah   menunjukan kekecewaan di hadapan mereka sehingga  ayat tersebut  turun.[11]
          Lebih dalam lagi, Abuddin Nata  mengungkapkan, kata  tafassahu pada  ayat tersebut  di maksud  adalah tawassa’u  yaitu  saling meluaskan dan mempersilahkan.  Sedangkan kata   “yafsahillahu lakum    maksudnya  Allah akan  melapangkan  rahmat dan rezeki pada mereka.  Unsuzyu maksudnya  saling merendahkan hati untuk  memberi  kesempatan kepada  setiap  oarng  yang datang.   Dan  kata   Yarfaillahu ladzina  amanu  maksudnya  Allah akan mengangkat  derajat mereka  yang telah memulyakan dan  memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus  sesuai  dengan  kemulyaan  dan ketinggian derajatnya.  Maka  dari  ayat  ini  dapat di   ketahui  pada   tiga  hal ;
Pertama, bahwa   para  sahabat   berupaya untuk  saling  mendekat  pada saat majelsi  dengan Rasulallah. Dengan  tujuan  agar  ia  dapat  dengan mudah mendengar  wejangan dari Rasulallah SAW.  Dengan keyakinan bahwa  wejangan itu sangat bermanfaat.
Kedua, bahwa  perintah untuk saling meluangkan tempat ketika d berada di satu majelis,  tidak saling berdesakan dan berhimpitan      dapat di lakukan sepanjanag dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan  keakraban di antara  satu dengan yang lainnya.
Ketiga,bahwa  stiap  orang yang memberikan kemudahan untuk orang lain  Allah akan membalas memberikan keluasan  dan kebaikan di dunia  dan di akhirat.[12]
          Ayat  ini  memang sering di gunakan oleh para   ahli untuk  mendorong diadakannya  kegiatan kegiatan  Ilmu pengetahuan dengan cara mengunjungi atau mengadakan  dan menghadiri  majelis Ilmu.  Karena orang yang mendapat ilmu itu akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah.  Yang menarik adalah kata   “ ‘utu  al’ilm “  (  yang  diberikan ilmu ).  Siapakah orang yang di berikan ilmu tersebut  ?.  untuk menjawab ini  kita perlu mengetahui tentang Ilmu. Bila seseorang memiliki pengertian (understanding) atau sikap (attitude) tertentu, yang diperolehnya melalui pendidikan dan pengalaman sendiri, maka oleh banyak orang dianggap yang bersangkutan tahu atau berpengetahuan. Begitu juga bila seseorang memiliki ketrampilan atau ketangkasan (aptitude) yang diperolehnya melalui latihan dan praktek, maka kemampuan tersebut disebut kebiasaan atau keahlian. Namun keahlian atau kebiasaan ini, sekalipun karena keterbiasaan melakukan sesuatu, juga karena yang bersangkutan sebelumnya tahu itu adalah tahu mengerjakan (know to do), tahu bagaimana (know how) dan tahu mengapa (know why) sesuatu itu. Jadi sekalipun menurut Peter Drucker (The Effective Executive), kebiasaan yang berurat berakar yang tanpa dipikirkan (in thinking habit) telah menjadi kondisi tak sadar (reflex condition), tetap sebelumnya harus merupakan pengetahuan yang dipelajari dan dibiasakan. Tetapi E.J. Gladden dalam bukunya "The Essentials of Public Administration" menganggap ilmu sama dengan ketrampilan, hanya ketrampilan diperoleh melalui latihan dan belajar. Sekarang sebenarnya dimana letaknya ilmu ? Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya, setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu ada syarat-syarat yang membedakan ilmu (Science) dengan pengetahuan (knowledge),   beberapa  pakar   mengemukakan :
Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo, Administrasi dan Management Umum 1982,  “ Ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya dan teorinya yang khas “. Sedangkan menurut Prof. Dr. Hadari Nawawi, “ Metode Penelitian Bidang Sosial 1985, Ilmu juga harus memiliki obyek, metode, sistimatika dan mesti bersifat universal      “ Ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lain adalah kumpulan dari pengalaman -pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan dari sejumlah orang-orang yang dipadukan secara harmonik dalam suatu bangunan yang teratur’. Dari pendapat2 diatas terlihat bahwa ilmu pengetahuan itu kongkrit sehingga dapat diamati, dipelajari dan diajarkan secara teratur, teruji, bersifat khas atau khusus, dalam arti mempunyai metodologi, obyek, sistimatika dan teori sendiri “.[13]
Disamping itu dalam pengajian ilmu-ilmu agama Islam, sementara ini meliputi antara lain yaitu berbagai ilmu Nahwu (seperti persoalan Fi'il dan Isim), berbagai ilmu Tafsir (seperti tafsir Hadits dan Al-Qur'an dengan persoalan Nasikh, Mansukh, Mutasyabih, Tanzil dan Ta'wil), berbagai ilmu Tajwid (pronunciation), Qira'ah dan Balaghah (seperti Bayan, Ma'ani dan Badii), berbagai ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih, berbagai ilmu Hadits (seperti kandungan dan perawi Hadits), berbagai ilmu tasawuf (seperti pengetahuan tentang Sufi, Tarekat, Mistisme dalam Islam, Filsafat Islam), berbagai ilmu Qalam (bentuk huruf Al -Qur'an), berbagai ilmu Arudh (poets) atau syair-syair Al-Qur'an dan berbagai ilmu Sharf (grammar, kata-kata dan morfologinya).   Pembagian fakultas dan jurusan yang ada pada perguruan tinggi Islam seperti IAIN, kita temui Fakultas Syariah (meliputi Tafsir baik Al-Qur'an sendiri maupun Al -Hadits, Perbandingan Mahzab, Bahasa Arab), Tarbiyah (meliputi Pendidikan Agama Islam, Bahasa Arab dan lain-lain), Ushuluddin meliputi Perbandingan Agama (muqdranatul addien), bahasa Arab dan lain-lain, Fakultas Adab dan Fakultas Da'wah. Hal ini adalah karena pengetahuan keIslaman itu sendiri digolongkan atas Ibadah (yaitu tata cara peribadatan kepada Allah, dalam arti hubungan manusia dengan Allah atau Hablum Minallah, Muamalah (tata cara pergaulan sesama manusia, dalam arti hubungan antar manusia atau Hablum Minannas), persoalan Munakahaat dan persoalan Jinayaat. Dalam Al-Qur'an ada lebih dari 854 ayat-ayat yang menanyakan mengapa manusia tidak mempergunakan akal(afala ta'kilun), yang menyuruh manusia bertafakur/memikirkan (tafakurun) terhadap Al-Qur'an dan alam semesta serta menyuruh manusia mencari ilmu pengetahuan. Jadi kata yang identik dengan akal dalam Al-Qur'an tersebut 49 kali seperti kala Yatadabbarun dan Yatazakkarun, kata yang menganjurkan manusia menjadi ahli pikir, para sarjana, para ilmuwan dan para intelektual Islam (ulul albab) dalam Al -Qur'an disebut 16 kali, sehingga jumlah keseluruhan diatas adalah lebih kurang 854 kali. Beberapa diantaranya adalah sbb :
"...Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui" (QS. 16:43)  "Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami.." (QS. 7:52)  "Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan." (QS. 16:44) "Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. 39:9) "...Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." (QS. 3:7)
          Teramat  banyaknya  Allah menggambarkan  integritas perlunya ilmu pengetahuan itu bagi  keberadaan manusia, tentunya  perlu kita  asfirasikan dengan maksimal,  Abuddin Nata  menuliskan,   Kata   ‘Ilmu itu   berasal dari  bahasa   arab  ‘Ilm  yang berarti  pengetahuan.  Dan merupakan lawan dari Jahl  yang berarti ketidaktahuan  atau  kebodohan. Menurut  Ibn Manzur  ilmu itu antonim dari tidak tahu   sedangkan menurut  al-Asfahani dan al-Anbari ilmu itu adalah mengetahui hakikat sesuatu.( Ensiklopedi  Al, qur,an , kejadian  Kosa  kata dan tafsirnya, 1997 ; 150 ). Kata  Ilmu itu sebenarnya  sepadan dengan kata lainnya,  yaiotu : ma’rifah, ( pengetahuan ), Fiqh ( pemahaman ) hikmah ( kebijaksanaan ) dan juga  syu’ur ( perasaan ).  Dan kata  ma’rifah adalah kata  yang lebih menonjol di gunakan.[14]
Abuddin Nata  menambahkan tentang pengetahuan itu,  Ada  dua  jenis  pengetahuan yang ada pada  manusia,  pengetahuan biasa dan pengetahuan  Ilmiah.  Pengetahuan biasa  diperoleh dari keseluruhan  bentuk upaya kemanusian, seperti perasaan, pikiran, penmgalaman, pancaindra, dan institusi unutk mengathuai  sesuatu tanpa memperhatikan objek dan kegunaannya.  Dalam bahasa Inggris  di katakan “ knowledge “.   Sedangkan ilmu pengetahuan Ilmiah,  juga  merupakan keseluruhan  bentuk upaya manusia  untuk mengetahui  sesuatu , tetapi dengan  memperhatikan  objek yang di teliti di telaah, cara  menggunakannya, dan kegunaannya pengetahuan tersebut. Dengan kata  laian pengetahuan  ilmiah mempunyai objek Ontologis, landasaan efistemologis,  dan juga landasan teori aksiologis  dari pengetahuan itu sendiri.Di dalam Islam ilmu itu  bermula  dari   keinginann untuk memahami  wahyu yang terkandung dalam  alqur,an dan  bimbingan Nabi Muhammad SAW  mengenai wahyu  tersebut.  Ada  lima  ayat  alqur,an  yang sangat mendsasari  dari keilmuan itu sednritri, yaitu :  QS  surat  al alaq 96 ayat 1-5,  Al Mujadalah 58 ayat  11 , At Taubah, 9 ayat 122, Az Zumar 39  ayat 9.[15]
          Pada  dasarnya  manusia  akan memperoleh  kekuatan dan pengalaman ilmu pengetahuan dengan berbagai  cara,  Manusia  menurut  alqur,an  dapat memperoleh  ilmu pengetahuan melalui berbagai cara ;Melalui Indra,  seperti sam’a,(pendengaran), bashar ( penglihatan ).  Maka  manusia dengan dua kekuatan dari  Allah tersebut akan menghasilkan satu  ilmu yang bersifat Observasional – ekperimental.  Seperti  Allah mengajarkan kepada  Qobil cara  mengubur  saudaranya yang is    telah bunuh  melalui  pola pendidikan  melihat  burung gagak ( QS  al Maidah ayat 31 ).  Dalam   ringkasan Tafsir  Ibnu Katsir karya  Muhammad Nasib Ar-rifai  di terjemahkan oleh  Ahmad syihabuddin  jilid  2  hal.  73  di ungkapkan tentang kandungan  dan tafsir  ayat ini   agar  kita  mengetahui  bahwa  manusia  dengan  kebodohan awalnya   maka akan di lahirkan pengetahuan dari  Allah melalui proses  yang berbeda  beda. “.  Kisah mengenai  Habil dan Qobil  diceritakan bukan hanya  oleh seorang ulama salaf  dan khalaf saja.tetapi  kisah  persengketaan  dua  anak  Adam ini   memang membawa  hikmah yang mendasar bagi manusia. “   Dan firman Allah,  Maka  Allah mengutus  burung gagak, sedang ia  mengais  ngais  tanah untuk di perlihatkan kepadanya   bagaimana dia mengubur saudaranya. Qabil  berakata :”   Duh celakalah aku  mengapak aku tidak dapat berbuat, seperti burung agagak itu, sehingg aku dapat mengubur mayat saudaraku “.   Maka  jadilah dia  termasuk orang orang yang mnerugi. ‘.  As-Sadi meriwayatkan  dengan sanadnya yan g sampai kepada   para sahabat r.a.” Setelah  Habil meninggal maka  qabil membiarkannya telanjang dia  tidak mengetahui cara  menguburnya. Kemudian Allah mengutus  dua  burung gagak  bersaudara lalu keduanya   beradu salah satunya   terbunuh,  Maka  gagak pembunuh menggali  tanah  dan menguburkan gagak yang  mati.  Maka  tatkala  Habil melihat kejadian itu   maka  dia berkata    Duh celakalah aku mengapa  aku tidak dapat berbauat  seperti burung gagak  sehingga akau dapat menguburkan saudaraku “. [16] Dapat  di  analisis  bahwa  Manusia  pada dasarnya  berada  pada  tingkat kebodohan yang  bisa  bergerak pada  keaahlian, dengan contoh  yang di berikan Allah di hadapannya  maka dengan cepat  akan mamapu mengambil respon untuk melakukan sesuatu.   Kemampuan  dasar  itu  sebenarnya sudah  ada  pada setiap diri manusia akan tetapi  terkadang  manusia  itu sendiri yang tidak mau membaca  anasir anasir  dari  Allah tentang banyak hal dari adanya ilmu pengetahuan.
Mengajarkan seorang laki laki tentang  pengertian kebangkitan melalui ekperimental ( QS  Al-Baqoroh 259 ).   Dalam    Tasir  Al Misbah. Prof  Dr. M. Quraish  Shihab, menuliskan,  jangan  menduga   kekuasaan Allah  menghidupkan  dan mematikan  yang di singgung  dalam perdebatan  Nabi Ibrahim dalam surat  albaqoroh ayat 259 di biarkan  berlau begitu saja ?  walaupun ia tidak di kemukan  dalam kontek perdebatan, Allah mengemukaakan  di sini menjadi perintah  dan pelajaran bagi setiap manusia.   Ada  seseorang yang melewai  suatu negeri  tidak di jelaskan  siap orang itu, sebagaimana ayat  sebelumnya tidak menjelaskan  siapa penguasa yang mendebat Nabi Ibrahim a.s. Ada  yang  berpendapat   bawa  orang yang  lewat itu adalah  Armiya Ibn Halqiya A.s. salah seorang nabi  dari bani Israil, ada juga yang berkata  adalah Nabi Khaidir  a.s. semua  itu hanya dugaan bahwa negeri itu adalah baitul Maqdis.  Keadaan negeri itu  ketika di laluinya dalam keadaan Roboh  menutupi atapnya, ini  berarti  atap  bangunan-bangunan  negeri itu jatuh. Lalu dinding dinding  runtuh menimpa dan menutupi atap atap tersebut.  Ini selanjutnya mmengisyaratkan bawa   negeri tersebut  tidak lagi berpendududk.  Melihat  keadaan demikian  orang yang lewat  tersebut  bertanya  dalam hatinya “  Bagaimana  Allah menghidupkan kembali negeri  ini setelah hancur ?.  Perhatikan   pertanyaannya  yang di mulai dengan  kata  “bagaimana “ Yang bertanya  bukannya  tidak  percaya bawa  Allah  mampu menghidupkan  yang telah mati, tetapi yang dipertanyakan adalah cara Allah menghidupkannya,  Maka  Alla mematikan  orang itu seratus tahun, kemudian membangkitkannya kembali .  Negeri itu  dapat  bangkit  dari kehancurannya  jika  ada manusia yang hidup  atau tinggal  di sana  dan berusaha, karena  tanpa ada  aktifitas manusia  suatu negeri tidak akan makmur. Kini  setelah mengalami kematian sendiri kemudian  hidup kembali, Allah menunjukan  lagi padanya bagaimana Allah  yang maka  kuasa  menghidupkan kembali yang telah  mati dengan menghidupkan keledainya maka  Allah berfirman ‘  Kami  menyusun kembali tulang belulang  itu, kemudian kami membalutnya  dengan daging , maka bangkitlah  keledai itu sebagaimana  sebelum kematiannya. Peristiwa  ini di laukan oleh Allah, agar  engkau menjadi bukti  bagi manusia, yakni agar orang yang di matikan  seratus tahun dan di hidupkan lagi mnejadi  bukti kekuasan Alah  bagi  manusia,  yakni bagi orang orang yanag  hidup setelah negeri itu di bangun kembali.  Dengan  kejadian  itu,  akhirnya  seorang yang  melewai negeri itu berkata “  Sekarang saya  tahu berdasarkan pandangan mata dan pengalaman, setelah sebelumnya saya tahu berdasarkan argumen logika, bawa Allah maha Kuasa  atas segala  sesuatu.[17]  
Analisis  penulis,  bahwa   pengalaman  spiritual yang terjadi pada  seseorang memang akan dapat melahirkan sebuah pengetahuan, tetapi pengetahuan itu terkadang banyak terokreksi  pada tahap   menafsirkan    ayat ayat dengan menggunakan argumentasi dan logika. Makanya  Sayyid  Qutub mengemukakan ada dua    kesalahan dalam memahami ayat ayat Allah :
Pertama,  Mengukur  kekuasan Allah   yang mutlaq berdasarkan Hukum-hukum yang diketahui dan diperoleh  dari pengalaman kita  sebagai manusia  yang sangat terbatas, yang kita  tafsirkan  pula  dengan pengetahuyan nyang terbatas.
Kedua,katakanlah   bahwa  apa  yang kita  ketahui itu dan dan yang kita namai  hukum hukum alam, sifatnya  pasti, tetapi  tetapi apakah ada  alasan yang menjadikan  berlaku  secara  menyeluruh dan tidak mengalami perubahan sedikipun, atau tidak  ada  lagi hukum  di atasnya yang dapat mengatur  dan mempengaruhinya. Berarti   dengan pengalaman yang ada  pada  manusia  itu  akan melahirkan sebuah pengetahun baru  dalam kehidupannya.[18]  Allah menunjukan kepada  Nabi Ibrahim  a.s   bagaimana menghidupkan  kembali yang sudah mati melalui ekperimen ( QS Al-Baqoroh ayat 260 ). Sejarah   Nabi Ibrahim tentang hal ini memang sangat menarik jika  ungkapkan,  yaitu  bagaimana Nabi  Ibrahim menghilangkan keraguan untuk menjadi yakin. Dari   kajian M. Quraish  Shihab, Penulis  dapat  mengambil  analisa.  Bahwa  mansuia  itu akan mengalami  berberapa tahapan untuk masuk pada  kelompok Yakin. Begitu  pula  dengan sejarah  Nabi Ibrahim a.s  dengan cerita  ini.  Paling tidak  manusia  harus  menbgalami  tiga  etafe  yaitu  :  pertama  tahapan  mengetahui kemudian  pada    sebuah kepercaya,  maka  akan masuk pada tahapan   keyakinan.  Lebih  jelasnya  di ungkapkan oleh M.Quraish  Shihab ; Tafsir  al-Misbah Nabi Ibrahim memohon  kepada  Allah    Tuhanku  perlihatkanlah  padaku bagaimana engkau menghidupkan  yang mati ,.. tentu  saja Nabi Ibrahim tidak  ragu,  bukankah sebelumnya  dia sudah menyampaikan keyakinannya  kepada penguasa  yang membantahnya ( pada ayat 258 ). Lantas di  lanjutkan dalam pembahasan tersebut,Allah yang maha  mengetahui balik bertanya  dengan pertanyaan  yang dimaksud kan sebagai pelajaran   apakah engkau belum percaya “?.   “ Tidak,  aku telah   percaya.  Akan tetapi  aku bertanya   agar penyaksian dengan mata  dapat menjadikan  hatiku mantap “.  Demikian maksud  Nabi Ibrahim a.s.   Apakah Nabi Ibrahim Ragu ?  sementara  ulama   mengiyakan.   Bukankah beliau sendiri  telah mengaku   seperti terbaca  jawabannya  di atas.  Penyataan atau permintaan beliau   melihat cara  Allah  menghidupkan yang mati adalah untuk  memantapkan keimanan beliau melalui pengalaman pribadi.  Agaknya  tidak keliru juga  bila  kita  berpendapat  bahwa   saat menyampaikan  permohonan itu  Nabi  Ibrahim  a.s  belum sampai pada saat  tingkat  keimanan yang meyakinkan, sehingga  ketika itu  masih ada   semacam pertanyaan-pertanyaan yang  muncul dalam benak beliau.   Kalaupun ketika  itu beliau   telah  yakin, maka  itu baru  sampai pada  tingkat ’ilmu yakin  belum pada tahap ‘ainul yakin aplagi ke tahap  haqul yaqin.  Beliau  baru sampai pada tahap keyakinan yang sempurna setalah  “ malakussamawat  wal ardl’. di tunjukan kepadanya  oleh Allah  sebagaimana surat  al anam ayat 75 “ [19]
وَكَذَلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ
Artinya  : Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin. (  QS  AlAn,am 75 ).
Sekali lagi, substansi iman khususnya pada  tahap-tahap pertama selalu diliputi oleh aneka  tanda tanya. Keadaan orang beriman  ketika  itu bagaikan  seorang yang sedang  mendayung di lautan  yang lepas  yang sedang di landa  ombak dan gelombang. Nun jauh di sana  terkihat  olehnya  sebuah  pula harapan, tetapi  apakah gelombang yang besar itu tidak akan menelannya.  Apakah dia mampu mendayung dan mendayung.  Demikianlah  muncul pertanyaan, dan  pada saat  yang sama  jiwanya di liputi oleh kecemasan menghadapi besarnya gelombang ombak, tetapi dalam saat yang sama pula  dirinya  di penuhi harapan  pencapai pulau dambaan. Demikianlah iman pada tahap tahap pertama   dan karena  itu akan muncul   dalam benak seseorang , baik karena  keterbatasan pengetahuan maupun karena godaan syaithan Rasulallah  SAW mengingatkan, bahwa  syaithan akan datang  kepada salah seorang diantara kamu, lalu ia  berkata “  Siap yang menciptakan ini, siap yang meciptaka itu ?  sampai akhirnya  dia berkata  siapa yang menciptakan Tuhanmu ?.  maka  jika  sampai  pada  kondisi  seperti itu segeralah memohon ampun kepada Allah. ( H.R. Bukhori  Muslim )   demikian  menurut  M.Quraish Shihab.[20]
Di satu sisi untuk memunculkan satu pengetahuan yang baru  pada  setiap manusia, memang  harus  melalui satu  proses yang  alami dan juga bisa ilmiah. Prof H. Muzayyin Arifin M.Ed. Dalam filsafat  Pendidikan Islam. Menulis  tentang  metode Studi tentang sebuah pengetahuan “.  Tiga ratus tahun yang lalu  filoshof  Prancis, Rene  Descartes yang terkenal   sebagai pendiri filsafat  modern pernah mengajukan  hasil pemikirannya yang meninggalkan cara  berfikir  filsafat skolastik.   Dia  akan merasa  dapat berfikir  lebih luas, bilamana berfikir  berdasarkan  metode  rasionalis  untuk menganalisa  gejala  alam. Dengan pemikiran yang  rasionalistis  itu   orang akan mamapu menghasilkan  Ilmu-ilmu pengetahuan yang berguna seperti ilmu dan tekhnologi.[21] Menurut  Rene Descartes,  ada  empat langkah  berfikir  yang realistis. Langkah tersebut berlangsung  sebagai berikut.
1.      Tidak boleh menerima begitu saja hal yang  belum di yakini kebenarannya,  tetapi harus  hati hati mengkaji hal hal tersebut. Sehingga pikiran kita menjadi jelas dan terang yang pada akhirnya membawa kita pada sikap  pasti dan tidak ragu ragu lagi
2.      Menganalisis dan mengklasifikasikan  setiap permasalahan melalui pengujian yang teliti ke dalam sebanyak mungkin bagian bagian yang diperlukan bagi pemecahan yang adequet ( memadai ).
3.      Menggunakan  pikiran dengan cara  demikian, diawali  dengan menganalisa sasaran sasaran  yang paling sederhana  dan paling mudah untuk di mungkapkan, maka sedikit demi sedikit  akan dapat meningkatkan  ke  arah mengetahui  sasaram sasaran yang  yang lebih kompleks.
4.      Dalam tiap masalah di buat uraian  yang sempurna serta  di lakukan peninjauan  kembali secara  umum, sehingga  benar benar  yakin bahwa tak ada  satupun permasalahan  yang tertinggal. [22]
Dalam  situasi lain alqur,an juga  akan mengajarkan manusia  untuk mengetahui sebuah pengatahuan dengan cara  abstak  dengan menganalogikan yang konkrtit, hal itu  di  jelaskan dalam  surat   fathir  ayat  :9. [23] Pengetahuan juga  akan di dapat  dengan melalui akal, kalbu,fuad, dan dengan  ini dapat di tangkap  ayat ayat Allah pada  kejadian  alam, semesta. QS  Albaqoroh ayat 264 ).Dengan  menggunakan  mekanisme  pada  fuad  ini  kadanglah manusia  menghasilkan ilmu  “ transendal Filhoshofis “.   Allah akan meminta  pertanggung jawaban kepada manusia  tentang penggunaan  sam,a, bashar dan fuad  QS  Al Isro ayat 36 .
Menurut  seorang  motivator  M.Reza  M Syarif dalam bukunya “  Life Excellent “     pernah  membahas   sebuah “ Manajemen  By  Antisipation “  dengan  menggunakan istilah “ POWER “  Planing, Obsesi, Willingness, egality, dan Responsibility. Maksudnya  adalah bahwa  setiap  kita  manusia  akan mendapatkan atau memiliki  banyak hal dalam diri  kita jika di hubungkan dengan  tiga hal dari surat  Al Isro   ayat  36  tersebut.   Ada  5  kata kunci untuk  bisa  menjadi  seorang yang menerapkan  manajement by anticipation, kata  kuncinya yaitu “ POWER “.   Dengan memulai sesuatu itu dengan Tujuan  “P” ( Perencanaan ),  Orang yang  memanage  dengan baik  berarti   dia sudah merencanakan sesuatu, Plan your work, work yaour plan. Renacan kerja anda, kerjakan  rencana rencana  anda’.  Jadi yang  pertama  adala Plan. Atau perencanaan, terutama  mau kemana kita  bawa  kehidupan kita  ini.  Yang kedua  dalam  pembahasan ini, adalah  Obsesian “  (hasrat  yang tinggi ). Karena  perjalan  hidup ini  panjang makanya  hareus ada  “ fuel “   bahan bakar yang  berenergi  untuk mencapai kebaikan itu. Sedangkan yang berikutnya  “ W “   Willingness   to  do  more “ (  mempunyai  satu keinginan yang lebih ), bukan sekedar memiliki, tetapi  harus lebih dari itu.   Bukan sekedar  apa  yang di minta tetapi lebih dari yang  di minta. Berikutnya adalah “E’Egality (  persamaan ), harus  di hadirkan jiwa  mempersakan waktu  masa  lalu, masa kini dan masa yang akan datang., tujuannya  agar kita  selalau energik untuk berproduksi amaliyah  dengan memperhitumngkan masa  yang lalu dan melihat  saat ini serta  menuju masa  yang akan datang.  Dan yang  terakhir  ada  “R” Responsibility ( Bertangjung jawab ).  Karena setiap kita  adalah mahluq  yang akan di minta pertanggung jawaban oleh pemilik hidup ini yaitu  Allah.[24]
Keempat kriteria  bagi  penyebutan pada  manusia  mempunyai   empat   value  yang  pasti  di miliki  oleh setiap  manusia, tetapi  tentunya  berbeda  beda   pada  kondisi  masing masing.  Terutama   pada  penyebutan manusia  sebagai Abdullah, karena  pada  posisi  penyebutan tersebut yang  muncul  pada  kejiwaan manusia  hanya  value –value  spiritual   yaitu  pendekatan nilai-nilai agama.
Dalam sebuh  artikel Islam, Prof.Dr. H. Muhaimin,MA  ( UIN MALANG ) menulis  tentang  berbagai  potensi yang  terdapat  pada  setiap manusia. Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia meliputi as-sam’ (pendengaran), al-abshar (penglihatan-penglihatan) sebagai bentuk jamak dari kata al-bashar, dan al-af’idah (aneka hati) sebagai bentuk jamak dari kata al-fu’ad. Penyebutan indera-indera secara berurutan pada ayat di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi indera-indera tersebut. Didahulukannya kata as-sam’ atas al-abshar, merupakan perurutan yang sungguh tepat, karena menurut ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indera pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan. Indera pendengaran mulai tumbuh pada diri anak bayi pada pekan-pekan pertama, sedangkan indera penglihatan baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam. Adapun al-af’idah atau kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi membedakan yang benar dan salah atau yang baik dan buruk, maka alat ini berfungsi jauh sesudah kedua indera (pendengaran dan penglihatan) tersebut.  
Di dalam ayat di atas disebutkan kata al-sam’ (pendengaran) dalam bentuk mufrad (tunggal), sedangkan kata al-abshar (penglihatan-penglihatan) dan al-af’idah (aneka hati) dalam bentuk jamak.  Hal ini mengandung makna bahwa apa yang didengar selalu saja sama baik oleh seorang maupun banyak orang dan dari arah mana pun datangnya suara. Ini berbeda dengan apa yang dilihat. Posisi tempat berpijak dan arah pandang seseorang bisa melahirkan perbedaan hasil pandangan. Demikian pula hasil kerja akal dan hati. Hati manusia sekali senang sekali susah, sekali benci dan sekali rindu, tingkat-tingkatnya pun berbeda-beda walaupun obyek yang dibenci dan dirindui sama. Hasil penalaran akal pun dapat berbeda, boleh jadi ada yang sangat jitu dan tepat, dan ada pula yang merupakan kesalahan fatal. Kepala sama berambut, tetapi pikiran bisa berbeda-beda.
Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia tersebut ada yang hanya bisa menangkap obyek-obyek yang bersifat material, seperti pendengaran (as-sam’) dan penglihatan (al-bashar), dan ada pula yang bisa menangkap obyek-obyek immaterial, yaitu al-af’idah (akal pikiran dan hati atau qalbu). Dalam pandangan al-Qur’an ada obyek-obyek yang tidak bisa ditangkap oleh indera pendengaran dan penglihatan, bahkan oleh akal pikiran betapapun tajamnya mata kepala dan pikiran seseorang. Misalnya masalah hakikat Allah, surga, neraka, malaikat, shalat subuh harus dua raka’at sedangkan shalat dhuhur empat rakaat, segala tindakan manusia yang tampak dan tersembunyi akan dilihat oleh Allah dan dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid, masalah nasib manusia dan lain-lainnya,  adalah contoh-contoh obyek yang tidak bisa ditangkap dengan akal pikiran. Yang dapat menangkapnya hanyalah hati melalui wahyu, ilham atau intuisi. Karena itu, al-Qur’an di samping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal (daya pikir) dan mengasuh daya qalbu.
Demikian uniknya alat-alat potensial dengan berbagai daya dan kemampuannya yang dimiliki oleh manusia itu dan merupakan nikmat Allah yang patut disyukuri. Karena itu dalam ayat tersebut di atas diakhiri dengan kalimat la’allakum tasykurun (supaya kamu bersyu­kur). Menurut Muhammad Abduh, bahwa yang dinamakan syukur itu tiada lain kecuali menggunakan nikmat anugerah sesuai dengan fungsinya, dan sesuai dengan kehendak yang menganugerahkannya (yaitu Allah SWT.). Memfungsikan dan memberdayakan as-sam’, al-abshar dan al-af’idah secara optimal dalam kehidupan sehari-hari merupakan perwujudan dari syukur kepada-Nya.
  Allah telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali. Maka.  Terdapat  tiga hal mendasar dalam kontek kejadian ini, diantaranya  : 
pertama ; Seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah Allah ta'alaa ingin mengatakan kepada kita, "Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam.[25]
Kedua ;  Apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika. 
Ketiga ; Telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah ta'alaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
Artinya ; Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun, lihat pada ayat 25 berikutnya -pent)  (Q.S. Al-Kahfi: 11 )

Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun. Dan di sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat  ayat  22 :

وَمَا كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِّمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Al- Fushilat:   ayat  22)

Kenapa kalimat "pendengaran" dalam ayat tersebut berbentuk tunggal (mufrad) dan kalimat "penglihatan" dan "kulit" dalam bentuk jamak. Dan memang konteks ayatnya adalah pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah ta'alaa dalam ayat di atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang keterperincian Al-Qur'an yang mulia. Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam  Tafsir  alqur,an al karim, shurotul kahfi ; oleh  Abu abdurrahman bin tayyib  mengemukaakn tentang ayat ; Tidur  itu  ada  beberapa  macam,   tidur ringan :  Hal ini  tidak mencegah pendengaran, oleh  sebab itu  jika seorang sedang tidur  ringan dia masih masih  sempat bisa mendengar suara di sekitarnya.  Tidur  nyenyak :  Tidur   seperti ini sudah tidak lagi bisa mendengar suara apapun juag.  Oleh karena itu Allah mengatakan “ fadhorrrrobna  ‘alaa  ‘aadzanihim   Kami  tutup telinga-telinga  mereka  hingga  tidak bisa  mendengar.[26]

Maka mata adalah indera yang bisa diatur sekehendak manusia, saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata bila saya tidak ingin melihat sesuatu, memalingkan wajahku ke arah lain, atau pun mengalihkan pandanganku ke yang lain yang ingin saya lihat. Akan tetapi telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan yang di sana ada 10 orang yang saling berbicara, maka anda akan mendengar semua suara mereka, baik anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat. Akan tetapi, anda tidak mampu mendengarkan apa yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak juga mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling-paling anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak. Jadi, mata memiliki kemampuan untuk memilih; anda bisa melihat yang itu atau memalingkan pandangan mata dari hal itu, saya pun demikian, dan orang lain pun demikian, sedangkan pendengaran; setiap kita mendengar apa saja yang berbunyi, diinginkan atau pun tidak.
Dari hal ini, maka setiap mata berbeda-beda pada yang dilihatnya, akan tetapi pendengaran mendengar hal yang sama. Setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah ta'alaa menyebutkan kalimat "pandangan" dalam bentuk jamak, dan kalimat "pendengaran" dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.Dan telinga tidak pernah tidur, ketika engkau sedang tidur maka semua organ tubuhmu tidur atau istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara disampingmu maka spontan engkau akan terbangun. Akan tetapi, jika fungsi telinga terhenti, maka hiruk-pikuk aktivitas manusia di siang hari dan semua bunyi yang ada tidak akan membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya (penerima bunyi) yaitu telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Dan telinga pulalah yang merupakan alat pendengar panggilan penyeru pada hari qiamat kelak ketika terompet dibunyikan.  Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, sedangkan telinga tidak memerlukan hal lain. Maka, jika dunia dalam keadaan gelap, maka mata tidak bisa melihat, walaupun mata anda tidak rusak. Akan tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang maupun malam; dalam gelap maupun terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tiak pernah berhenti berfungsi. [27]
Jika  kita   analisis  secara  biologis,mata digunakan untuk melihat. Dan hanya bisa melihat ketika ada pantulan cahaya dari benda yang ingin dilihat ke mata kita. Jika tidak ada pantulan cahaya, meskipun ada benda di depan kita, benda tersebut tidak bisa kita. lihat. Misalnya dalam kegelapan yang sangat, kita pun tidak mampu melihat tangan kita sendiri.Indera penglihatan ini memiliki berbagai keterbatasannya. la hanya mampu melihat jika ada pantulan ‘cahaya Tampak’ pada frekuensi 10 pangkat 14 Hz. Ia tidak bisa melihat benda yang terlalu jauh. la juga tidak bisa melihat benda yang terlalu kecil seperti atom atau elektron. Juga tidak bisa melihat benda-benda di balik tembok.Bahkan mata kita gampang tertipu dengan berbagai kejadian, misalnya fatamorgana.
 Atau juga pembiasan benda lurus di dalam air, sehingga kelihatan bengkok.dan lain sebagainya. Penglihatan oleh mata kita sangatlah kondisional, dan tidak ‘menceritakan’ fakta yang sesungguhnya kepada otak kita. Ambillah contoh, gunung kelihatan biru bila kita lihat dari jauh. Padahal fakta yang sesungguhnya : pepohonan di gunung itu berwarna hijau. Contoh lain, bintang-bintang di langit kelihatan sangat kecil dan berkedip-kedip. Padahal sesungguhnya ia sangatlah besar, ratusan sampai ribuan kali lebih besar dibanding bumi yang kita tempati dan tidak berkedip-kedip.Juga jika kita menganggap bahwa besi adalah benda padat yang massif dan diam. Pada kenyataannya, besi itu berisi jutaan elektron yang bergerak berputar-putar dan penuh dengan lubang. Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang membuktikan bahwa penglihatan kita ini mengalami distrorsi alias penyimpangan yang sangat besar.Namun demikian mata inilah yang kita gunakan untuk memahami dunia kita. Ya, dunia di luar diri kita. Mata tidak bisa kita gunakan untuk ‘melihat’ dunia di dalam diri kita, seperti pikiran dan kehendak.
Keterbatasan penglihatan kita ini sebenarnya karunia dari Allah. Bayangkan jika penglihatan kita tidak terbatas. Kita pasti bisa melihat jin, bisa melihat manusia lain di balik tembok, atau melihat elektron-elektron pada air yang mau kita minum, atau melihat molekul-molekul udara yang mau kita hirup untuk bernafas. Hidup kita akan sangat kacau dan menakutkan. Telinga, demikian pula adanya. Telinga adalah alat kelengkapan kita untuk memahami suara yang berasal dari dunia di luar diri kita. Telinga juga memliki berbagai keterbatasannya. la hanya bisa mendengar suara dengan frekuensi 20 s/d 20.000 Hertz (getaran per detik). Suara yang memiliki frekuensi tersebut akan menggetarkan gendang telinga kita, untuk kemudian diteruskan ke otak oleh saraf-saraf pendengar. Maka, hasilnya kita bisa ‘mendengar’ frekuensi suara yang berasal dari dunia luar kita itu.Jika ada suara-suara yang getarannya di luar frekuensi tersebut (lebih tinggi atau pun lebih rendah) maka kita tidak akan bisa mendengarnya. Misalnya suara kelelawar dengan frekuensinya yang sangat tinggi. Atau juga suara belalang. Dan beberapa jenis suara lainnya.
Kita juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu lemah intensitasnya, seperti orang yang berbisik. Atau, kita juga tidak mampu menangkap suara yang terlalu jauh sumbernya dari kita. Juga tidak mungkin kita mampu menangkap suara-suara pada frekuensi sangat tinggi, seperti pada gelombang radio, dan lain sebagainya.Pada intinya, telinga kita memiliki keterbatasannya. Sebagaimana mata, juga sering mengalami distorsi alias penyimpangan. Di tempat yang riuh misalnya, telinga kita tidak mampu menangkap pembicaraan dengan volume normal. Dan jika digunakan untuk mendengar suara yang terlalu keras, gendang telinga kita bisa mengalami kerusakan.Allah memberikan batas pendengaran kita sebagai karunia dan rahmat. Bayangkan jika pendengaran kita tidak dibatasi, maka kita akan bisa mendengarkan suara-suara berbagai binatang malam. Juga kita bisa mendengarkan suara jin, dan lain sebagainya. sehingga kita pasti tidak akan bisa tidur karenanya.
Yang  perlu  kita perhatikan bahwa  kata  As-sam’ ( pendengaran )   lebih dahulu  jika di bandingkan dengan  al-bashar ( penglihatan ). Dan ternyata  hal ini oleh Allah mempunyai  makna khusus.   Secara  fisiologis  dan  anatomis, saraf-saraf  yang ada  pada setiap manusia terutama  pendengaran terdiri  dari jutaan serabut syaraf.  Jumlah yang teramat  banyak  ini  ternyata  tidak di miliki oleh  saraf  penglihatan yang hanya  memiliki 30  ribu  syaraf saja.  Tentunya  hal ini  mempunyai rahasia  yang mendalam dari proses  terciptanya  manusia  dalam hubungannya dengan ayat alqur,an ini. Diantara  fakta  fakta tersebut yang  mempunyai kekuatan ilmiah diantaranya :
Perkembangan alat penglihatan  dan pendengaraan  pada  janin,  terjadi  secara  bertahap  dalam waktu  yang  cukup lama.   Pada akhir  minggu  ke tiga, mulai  berbentuk  Otic Placode yang merupakan unsur  pertama yang membentuk organ telinga  pada bagian permukaan. Sememntara itu alat penglihatan  akan berbentuk pada   tahap minggu  ke empat atau fase perkembangan Janin. Perkembangan telinga  atau alat pendengaran  pada Janin  berkembang dari unsur pertama ini, setelah adanya rumah siput ( membraneus  coclea )  pada  minggu  ke empat.  Hingga minggu kedelapan menjadi  rumah siput  sempurna  atau telingga  sempurna  dengan disempurnakan memasuki minggu  ke 21. Hal ini di tandai dengan munculnya  bulu-bulu halus di  sekeliling telinga   dan juga organ kortek.  Dengan demikian  telinga bagian dalam  telah  berkembang  dan matang untuk  mencapai ukuran yang  alami ketika ia sampai pada  waktu itu  untuk siap melakukan tugasnya yaitu  pendengaran yang menjadi tugas khusus pada bulan kelima  usia janin.
Dari kondisi  yang telah terjadi pada janin,  bagian telinga ini  dengan sendirinya telah mampu menerima  suara  dan menstransfer  simbol-simbol suara  ke otak sehingga  terjadi persepsi. Proses  sederhana ini tentunya yang  akan di  sempurnakan dengan munculnya otot telingga  bagian tengah dan muara tuba Eustachi, penutup gendang, saluran pendengaran  bagian luar selama  beberapa minggu antara minggu ke 10 dan ke 20. Hingga  minggu ke  32  akan menjadi telingga  sempurna.( baca ensiklopedi  keajaiban alqur,an hal 334 ).            Dengan kondisi tersebut  pastilah,  setelah usia  kandungan  bulan kelima dengan kekuasan  Allah, maka  alat  pendengaran  ini akan mampu beroperasi dengan baik.  [28]
Berarti jika  kita  hubungkan dengan beberapa  pemikiran  dalam kehidupan masyarakat lokal  bahkan international,   seorang Ibu hamil sejak awal sering menghibur  calon bayinya dengan lagu-lagu  clasik (  bethoven )  di kalangan non muslim,dan diperdengarkan ayat-ayat alqur,an  serta sholawat  di kalangan muslim secara teori Ilmiah  tidak akan berpengaruh jika janinnya belum masuk pada usia 5 bulan. kenapa, karena  belum munculnya  Organ Kortek  dan bulu bulu Helius di sekitar  rumah Ciput daun telinga.  Kemudian jika kita korelasikan dengan fenomena budaya masyarakat kita, seperti upacara Ngapati (ngupati), mitoni (tingkepan) dll, apakah  akan mempunyai  keterhubungan terhadap  janin ( calon bayi ) terhadap rangsangan –rangsangan ( stimulus religiusitas  atau stimulus budaya ) yang di berikan   berupa   lagu, suara   ayat alqur,an  jika  usia janin tersebut  belum memasuki usia   terbentuknyanya pendengaran  secara sempurna  yaitu 32  minggu.  Berarti  menurut kami.  Hal itu, tidak akan mempunyai  pengaruh yang significant, karena  alat pendengarannya belum terbentuk secara sempurana.   Rumah sifutnya ( membraneus cochlea ) belum ada, Organ korteknya  belum terbentuk, muara tubanya belum ada  dan lain lain.  Maka secara   kajian Ilmiah menunjukan  budaya  tersebut  tidak  berkolerasi dengan janin  walau a’lam bishowab. Secara  ilmiah  telah diakui    bahwa telinga bagian dalam janin  peka  terhadap  suara mulai pada  bulan ke 5 dari kehamilan seorang ibu. [29]  Pada  saat itu   janin akan mampu mendengar suara  gerakan  pada   perut  dan jantung Ibunnya.
Dengan hasil pendengran ini menimbulkan isyarat-isyarat syaraf pendengaran pada telinga bagian dalam. Hal ini  adalah petunjuk Ilmiah yang mengakui kemampuan janin mendengar suara pada tahap awal usianya. Lebih mendalam lagi,  Hal lain yang perlu  kita  pahami adalah  bahwa suara itu  sampai ke telinga bagian dalam  biasanya melalu  dua jalur  :
Pertama, melalui jalur  telinga bagian luar kemudian telinga bagian tengah  dan keduanya di penuhi  oleh udara. Hal ini terjadi pada setiap manusia  normal.
Kedua, melalui jalur  tulang tengkorak. Getaran suara  berpindah  dengan cara pertama melalui perantaraan udara.  Tulang tengkorak adalah  sarana pemindahan suara yang baik. [30]
 Jelaslah bagi kita bahwa  janin dapat mendengar suara  yang berhubungan  dengan telinga bagian dalam, baik itu melalui tulang tengkorak, atau melalui  tulang  telinga bagian luar yang  dipenuhi oleh  cairan serabut.  Maka  kondisi  pendengaran akan berbeda dengan  kondisi penglihatan.  Janin jelas tidak akan mampu melihat saat berada di dalam perut, tetapi pendengaran akan mampu bekerja  sesudah memasuki usia  5 bulan  dalam kandungan.
            Adapun penglihatan, baik kerangka mata halus atau organ bagian dalam terjadi secara  secara sempurna  ketika usia janin  masuk usia  25  minggu. Pada  saat  sebelum itu, serabut syaraf penglihatan belum dilengkapi oleh  Sumsum Tulang belakang yang memungkinkannya  untuk memindahkan  isyarat isyarat syaraf penglihatan dengan sempurna kecuali  ketika sudah memasuki usia janin minggu ke  17 dari kelahiran janin.  Di samping itu  kelompok mata janin masih tertutup hingga memasuki usia  janin  26 minggu.   Hal itu  terjadi karena  janin masih berada di tempat yang  gelap,  maka   kelopak mata janin masih tertutup, jaringan mata yang belum  matang dan syaraf mata  yang  belum sempurna sampai ia  keluar dari dalam kandungan.Dalam buku Ensiklopedi Keajaiban ilmiah  Alqur,an  kami nukilkan beberapa  uraian  yang  berkenaan tentang permasalahan  Pendengaran dan penglihatan.
Kata  as-sam’ dan derivasinya di sebutkan dalam alqur,an sebanyak 185  kali.  Setiap  kata  as-sam’ muncul  dalam alqur,an  maknanya  adalah “ mendengar perkataan  dan suara yang disertai  dengan  pengetahuan  dan pemahaman mengenai informasi yang di terima dari  perkataan atau suarea tersebut “. Sedangkan al-bashar yang bermakna “ memandang objek “  seperti cahaya, benda dan gambar mata  yang  disebutkan dalam alqur,an sebanyak 88 kali, Sisanya kata tersebut  sebagai berfikir  dan menggunakan logika untuk  memahami fenomena  Alam, kehidupan, kejadian dan  yang sampai  kepada seseorang “.
Analisis penulis,  bahwa    kesempurnaan  organ  tubuh manusia  itu  memang sangat  di  pengaruh oleh proses  penciptaan yang  telah di  design oleh Allah dengan sempurna. Telinga  dan mata serta  hati nurani akan menjadi   pembela  kita  di sisi  Allah nanti.  Dalam Membumikan Alqur,an M.Qurais Shihab.hal.42 menukil dari Malik Bin Nabi dalam kitabnya,Intaj Al-Mustasyriqien wa At-saruhu fi al-fikri Al Hadist, menulis, Ilmu  Pengetahuan adalah sekumpulan  masalah serta sekumpulan  metode yang  dipergunakan untuk tercapainya masalah  tersebut “.[31] Sedangkan diantara  fungsi  Ilmu  Pengetahuan adalah untuk memperoleh kebahagiaan dan kedudukan yang terpuji di sisi  Tuhan dan Manusia.[32]
Dalam kajian penulis proses   mendapatkan ilmu pengetahuan  organ tubuh manusia  ini juga sangat  besar  kinerjanya.  Terutama telinga.Al qur,an menunjukan  empat  sumber untuk memperoleh  Ilmu pengetahuan pada  manusia  yang  akan diolah oleh organ  tubuh manusia  tersebut,diantaranya :
Pertama, Alqur,an dan assunnah sebagai  sumber  utama  dari segala  ilmu pengetahuan dalam kehidupan ini. Tidak  dapat  dipungkiri lagi bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah untuk dijadikan petunjuk bagi segenap umat manusia. Namun umat islamlah yang bisa merealisasikan ajakan Al-Qur'an. Dalam sejarah peradaban umat manusia  Al-Qur'an telah berperan secara mengesankan dalam memajukan kehidupan bangsa arab dalam berbagai macam seginya dari mas'alah akidah, syari'ah, akhlak, social dan lain sebagainya. Bangsa arab yang tadinya termasuk bangsa yang tertinggal akhirnya bisa muncul ke pentas sejarah secara menakjubkan. Peradaban Yunani yang diwarisi oleh bangsa Romawi bisa diestafetkan oleh kaum muslimin yang saat itu diwakili oleh bangsa Arab. Tanpa estafet keilmuan ini bangsa Eropa tidak bisa maju sebagaimana sekarang ini. Kaum muslimin mampu untuk memegang tampuk peradaban dunia selama berabad abad lamanya. Keberhasilan Al-Qur'an dalam mentranformasikan nilai nilainya karena tiga hal,
Pertama : nilai nilai yang dibawanya sesuai dengan fitrah manusia. Tidak ada rasa diskriminasi. Tidak ada kasta. Al-Qur'an menawarkan satu kaidah keagamaan bahwa yang paling mulia disisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa.
Kedua : pembawa amanah Al-Qur'an adalah baginda Nabi Muhammad S.A.W. seorang yang mempunyai perangai /akhlak yang mulia, manusia sempurna. Nabi tidak hanya mengimplementasikan ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan kesehariannya,namun Nbai mampu meyakinkan masyarakat tentang nilai nilai yang ada dalam Al-Qur'an agar bisa dijadikan pedoman hidup mereka. Kepribadian Nabi yang paripurna dan sangat mengesankan menyebabkan banyak sahabat yang mau mengorbankan hidupnya untuk menyebarkan ajaran Al-Qur'an ke seantero negeri.
Ketiga : pengarahan dan pemantauan Allah yang terus menerus kepada nabi Muhammad tentang apa yang seharusnya beliau lakukan dalam berda'wah. Allah menuntun NabiNya kapan berda'wah secara sembunyi sembunyi, kapn secara terang terangan, kapan berhijrah ke Madinah, kapan berjihad, apa saja hukum islam yang harus dilakukan secara bertahap ? Ketiga komponen inilah yang menyebabkan Al-Qur'an bisa tersosialisasikan dengan baik. Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama dan sangat secap untuk ukuran revolusi kemanusiaan, islam telah tertancap dengan kokohnya di persada bumi tanpa ada satu kekuatanpun yang mampu menandinginya.
Didalam Al-Qur’an terdapat kata-kata tentang ilmu dalam berbagai bentuk (‘Ilma, ‘Ilmi, ‘Ilmihi, ‘Ilmuha, ‘Ilmuhum). Delapan bentuk ilmu tersebut diatas dalam terjemah Al-Qur’an, diartikan dengan pengetahuan, ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan. Sedangkan kata ilmu itu sendiri berasal dari bahasa arab ‘alima artinya mengetahui, mengerti. Maknanya seseorang dianggap mengerti karena sudah mengetahui objek atau fakta lewat pendengaran, penglihatan dan hatinya. Kata ilmu dalam pengertian teknis operasional adalah kesadaran tentang realitas, pengertian ini didapat dari makna-makna ayat yang ada didalam Al-Qur’an. Orang yang memiliki kesadaran tentang realitas lewat pendengaran, penglihatan dan hati akan berpikir rasional dalam menanggapi kebenaran.
Pengetahuan ( ‘Ilm ) boleh merupakan suatu persepsi terhadap esensi segala sesuatu, mahiyat atau suatu bentuk persepsi yang bersahaja yang tidak disertai oleh atau boleh merupakan oppersepsi, yaitu hokum bahwa sesuatu hal adalah hal itu, (Ibnu Khaldun ). Ilmu harus dinilai dengan konkrit, karena hanya dengan kekuatan intelektual yang menguasai yang konkritlah yang akan memberi kemungkinan kecerdasan manusia itu melampaui yang konkrit.
Melihat dari makna ini bahwa ilmu atau realitas kebenaran akan hadir secara utuh dalam persepsi individu, walaupun dalam pemahaman bisa berbeda atas suatu realitas atau objek. Kehadiran secara utuh dari suatu objek terhadap subjek adalah suatu realitas yang tak bisa dielakkan. Hal inilah harus dinilai dengan konkrit, yakni ilmu harus bisa terukur kebenarannya.  Bila ilmu diistilahkan sebagai kesadaran tentang realitas, maka realitas yang paling utama ketika manusia itu lahir adalah alam semesta ( mikrokosmos dan makrokosmos ). Dalam hal inilah manusia mulai mendengar, melihat dan merasakan objek yang dialami berupa suara, bentuk dan perasaan. Alam ini merupakan suatu titik kesadaran awal untuk mengenal realitas utama diri sendiri. Setelah manusia mengalami kedewasan dan sempurna akal, maka ia mulai berpikir materialitas. Kehadiran alam fisika sebagai realitas menjadi jembatan untuk melihat sesuatu yang bersifat metafisika. Yakni yang ada dibalik fisik dan ciptaan-ciptaan itu. Keragaman alam semesta yang tak terhingga oleh manusia merupakan kenyataan yang tak bisa ditolak betgitu saja tanpa ada argumentasi yang logis, yang berangkat dari kesadaran tentang realitas yang diperoleh dari pendengaran, penglihatan dan hati. Dengan demikian manusia akan menyadari dengan sendirinya tentang alam semesta sebagai realitas fisika dan kehadiran Allah SWT sebagai realitas metafisika. Alam fisika sebagai realitas terbuka, sedangkan alam metafisika sebagai realitas tertutup. Alam semesta yakni mikro dan makrokosmos hadir sebagai realitas untuk mengukuhkan eksistensi Tuhan sebagai pemilik mutlak yang tak pernah punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah, sedangkan alam semesta itu sendiri bisa punah suatu yang nisbi atau tidak kekal. Dengan ilmu kita dapat mempelajari alam dan rahasianya pada manusia dan menampakan koherensi, konsistensi dan aturannya. Ini akan memungkinkan manusia gunakan ilmu sebagai perantara untuk menggali kekayaan dan sumber yang tersembunyi lewat penemuan ilmiah.  Menurut Sidi Ghazalba ilmu dikategorikan jadi enam kategori yaitu:
1. Ilmu praktis adalah ilmu yang hanya sampai pada hukum umum atau abstrak
2. Ilmu praktis normatif yaitu memberikan ukuran dengan norma-norma
3. Ilmu praktis positif yaitu bagaimana membuat suatu tindakan yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai sesuatu
4. Ilmu spekulasi ideografis yaitu untuk menguji kebenaran objek dalam wujud nyata.
5. Ilmu spekulasi Nometetis yaitu untuk mendapatkan hukum umum
6. Ilmu spekulasi teoritis yaitu untuk memahami kualitas kejadian untuk memperoleh kebenaran dari suatu keadaan. .[33]

Paling tidak  dengan ilmu   tersebut  manusia  dapat  menangkap  isyarat dan keberadan  dan keagungan Allah, karena  al kaun adalah termasuk ayat ayat  Allah SWT. QS  Ali Imran ayat 190-191.     M.Quraish  Shihab,menuliskan tentang  tafsir  ayat ini.   “ Sesungguhnya dalam penciptaan  langit  dan bumi  dan silih bergantinya  malan dan siang  terdapat tanda tanda  bagi orang yang berakal “.   Hukum hukum alam  yang melahirkan  kebiasaan  kebiasaan   pada  hakekatnya  ditetapkan  dan diatur  oleh Allah SWT yang  maha  hidup lagi Qoyyum ( maha  menguasai dan maha  mengelola segala sesuatu ).  Di lanjutkan Oleh Quraish Shihab,  Ulul albab adalah   orang memiliki akal   yangb murni.  Yang tidak diselubungi oleh kulit   yakni kabut  idea  yang dapat melahirkan   kehancuran dalam   berfikir.  Orang  yang merenbungkan fenomena alam   raya  akan   dapat sampai kepada  bukti yang sangat nyata   tentang kekuasan  dan keesaan Allah SWT.[34]  Yaitu orang orang  yang selalau mengingat Allah dalam keadan duduk   atau b erbaring, dan mereka  memikirkan tentang  penciptaan lanagit  dan  Bumi,; Tuhan kami  tiadalah engkau  menciptakan ini dengan sia sia.  Maha  Suci engkau , maka  peliharalah kami dari api neraka. ( QS  Ali Imron  ayat 190).

Kedua :  Alam  Semesta adalah  sumber  kedua ilmu yang  harus  di pelajari oleh sesorang  muslim.  Alqur,an menunjukan  hal-hal dialam semesta   yang  harus di teliti yaitu materi yang m,endasari  penciptaan.   Qur,an surat  Ath Thoriq  ayat5 ; An Nur  ayat 45; al Anbiya  ayat 30 ;.  Proses penciptaan Alam  terdapat  dalam surat  al mu’minun ayat 12-14, surat al anbiya  ayat  30 ,  surat  Luqman ayat  10,.    Dan juga   tentang,  Proses  perubahan perubahan penomena lam, terdapat  dalam alqur,an, Az Zumar ayat  21,   Ar Ruum ayat  48.  Tentang   hubungan  manusia a dengan  alam    terdapat dalam surat  al Zajdsiyah ayat  13. [35]
Ketiga  :  adalah apa  yang ada pada diri manusia  (anfus ). Seperti ungkapan  mimma khuliq (  QS at thaariq  ayat 5 )     Maka hendaklah  manusia  memperhatikan  dari apakah dia  di ciptakan ?. ( QS At Thaariq  ayat 5 ).   Dalam tafsir  Ibnu  Katsir  Juz 30 di uraikan tentang ayat ini “ . Ini mengingatkan manusia  kan betapa  lemahnya  asal kejadiannya, sekaligus embimbing nbya untuk mengakui adanmya hari kemudian,  yaitu  hari berbangkit. Karena  sesungguhnya Tuhan yang mampu menciptakannya dari semula  mamapu pula  untuk m mengembalikannya seperti  keadaan semula  bahkan lebih mudah.[36] Secara  biologis   juga  di jelaskan dalam alqur,an seperti dalam surat  al-Mu’minun ayat  12-14, hubungan manusia dengan ninvidu lain alqur,an surat al anbiya ayat 37. Hakikat  mencari  ilmu pengetahuan  pada  diri manusia  sesungguhnya  adalah dalam rangka   mengenal Allah SWT. Dengan berbagai konsekuensinya  ( Tauhidillah ). Ini merupakan  tujuan   yang pertama  dan utama  dalam k ehidupan manausi  ayang sebenarnya.  Disamping  itu secara  rinci  tujuan pencarian ilmu dapat di bagi   atas :
1)      Manhajul hayah    yaitu ilmu - ilmu yang berkaitan  dengan  perarturan hidup manusia
2)      Wasaailul Hayah yaitu   ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sarana  prasaran kehidupan mmanusia
                 Sementara ini, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika. Berbeda dengan klasifikasi ilmu yang digunakan oleh para filosof Muslim atau non-Muslim pada masa-masa silam, atau klasifikasi yang belakangan ini dikenal seperti, antara lain, ilmu-ilmu sosial, maka pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
  1. Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al-Quran dan Hadis serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
  2. Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antarbudaya selama tidak bertentangan dengan Syari'ah sebagai sumber nilai.[37]
Dewasa ini diakui oleh ahli-ahli sejarah dan ahli-ahli filsafat sains bahwa sejumlah gejala yang dipilih untuk dikaji oleh komunitas ilmuwan sebenarnya ditentukan oleh pandangan terhadap realitas atau kebenaran yang telah diterima oleh komunitas tersebut. Dalam hal ini, satu-satunya yang menjadi tumpuan perhatian sains mutakhir adalah alam materi.
Di sinilah terletak salah satu perbedaan antara ajaran Al-Quran dengan sains tersebut. Al-Quran menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen (QS 29:20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS 16:78).Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi atau eksperimen seperti yang ditegaskan oleh firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-apa yang tidak dapat kamu lihat (QS 69:38-39). Dan, Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari satu tempat yang tidak dapat kamu melihat mereka (QS 7:27). Apa-apa" tersebut sebenarnya ada dan merupakan satu realitas, tapi tidak ada dalam dunia empiris. Ilmuwan tidak boleh mengatasnamakan ilmu untuk menolaknya, karena wilayah mereka hanyalah wilayah empiris. Bahkan pada hakikatnya alangkah banyaknya konsep abstrak yang mereka gunakan, yang justru tidak ada dalam dunia materi seperti misalnya berat jenis benda, atau akar-akar dalam matematika, dan alangkah banyak pula hal yang dapat terlihat potensinya namun tidak dapat dijangkau hakikatnya seperti cahaya.Hal ini membuktikan keterbatasan ilmu manusia (QS 17:85). Kebanyakan manusia hanya mengetahui fenomena. Mereka tidak mampu menjangkau nomena (QS 30:7). Dari sini dapat dimengerti adanya pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh Al-Quran dan yang --di sadari atau tidak-- telah diakui dan dipraktekkan oleh para ilmuwan, seperti yang diungkapkan di atas.Pengertian ilmu dalam tulisan ini hanya akan terbatas pada pengertian sempit dan terbatas tersebut. Atau dengan kata lain dalam pengertian science yang meliputi pengungkapan sunnatullah tentang alam raya (hukum-hukum alam) dan perumusan hipotesis-hipotesis yang memungkinkan seseorang dapat mempersaksi peristiwa-peristiwa alamiah dalam kondisi tertentu.Seperti telah dikemukakan dalam pendahuluan ketika berbicara tentang kandungan Al-Quran, bahwa Kitab Suci ini antara lain menganjurkan untuk mengamati alam raya, melakukan eksperimen dan menggunakan akal untuk memahami fenomenanya, yang dalam hal ini ditemukan persamaan dengan para ilmuwan, namun di lain segi terdapat pula perbedaan yang sangat berarti antara pandangan atau penerapan keduanya.Sejak semula Al-Quran menyatakan bahwa di balik alam raya ini ada Tuhan yang wujud-Nya dirasakan di dalam diri manusia (antara lain QS 2:164; 51:20-21), dan bahwa tanda-tanda wujud-Nya itu akan diperlihatkan-Nya melalui pengamatan dan penelitian manusia, sebagai bukti kebenaran Al-Quran (QS 41:53).
Dengan demikian, sebagaimana Al-Quran merupakan wahyu-wahyu Tuhan untuk menjelaskan hakikat wujud ini dengan mengaitkannya dengan tujuan akhir, yaitu pengabdian kepada-Nya (QS 51-56), maka alam raya ini yang merupakan ciptaan-Nya harus berfungsi sebagaimana fungsi Al-Quran dalam menjelaskan hakikat wujud ini dan mengaitkannya dengan tujuan yang sama. Dan dengan demikian, ilmu dalam pengertian yang sempit ini sekalipun, harus berarti: "Pengenalan dan pengakuan atas tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing manusia ke arah pengenalan dan pengakuan akan 'tempat' Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperluan."
Dalam definisi ini kita lihat bahwa konsep tentang "tempat yang tepat" berhubungan dengan dua wilayah penerapan. Di satu pihak, ia mengacu kepada wilayah ontologis yang mencakup manusia dan benda-benda empiris, dan di pihak lain kepada wilayah teologis yang mencakup aspek-aspek keagamaan dan etis.Hal ini dapat dibuktikan dengan memperhatikan bagaimana Al-Quran selalu mengaitkan perintah-perintahnya yang berhubungan dengan alam raya dengan perintah pengenalan dan pengakuan atas kebesaran dan kekuasaan-Nya. Bahkan, ilmu dalam pengertiannya yang umum sekalipun oleh wahyu pertama Al-Quran (iqra'), telah dikaitkan dengan bismi rabbika. Maka ini berarti bahwa "ilmu tidak dijadikan untuk kepentingan pribadi, regional atau nasional, dengan mengurbankan kepentingan-kepentingan lainnya". Ilmu pada saat dikaitkan dengan bismi rabbika kata Prof. Dr. 'Abdul Halim Mahmud, Syaikh Jami' Al-Azhar, menjadi "demi karena (Tuhan) Pemeliharamu, sehingga harus dapat memberikan manfaat kepada pemiliknya, warga masyarakat dan bangsanya. Juga kepada manusia secara umum. Ia harus membawa kebahagiaan dan cahaya ke seluruh penjuru dan sepanjang masa.". Dengan demikian, ayat-ayat sebelumnya dan ayat ini memberikan tekanan yang sama pada sasaran ganda: tafakkur yang menghasilkan sains, dan tashkhir yang menghasilkan teknologi guna kemudahan dan kemanfaatan manusia. Dan dengan demikian pula, kita dapat menyatakan tanpa ragu bahwa "Al-Quran" membenarkan bahkan mewajibkan usaha-usaha pengembangan ilmu dan teknologi, selama ia membawa manfaat untuk manusia serta memberikan kemudahan bagi mereka.Tuhan, sebagaimana diungkapkan Al-Quran, "menginginkan kemudahan untuk kamu dan tidak menginginkan kesukaran" (QS 2:85). Dan Tuhan "tidak ingin menjadikan sedikit kesulitan pun untuk kamu" (QS 5:6). Ini berarti bahwa segala produk perkembangan ilmu diakui dan dibenarkan oleh Al-Quran selama dampak negatif darinya dapat dihindari.Saat ini, secara umum dapat dibuktikan bahwa ilmu tidak mampu menciptakan kebahagiaan manusia. Ia hanya dapat menciptakan pribadi-pribadi manusia yang bersifat satu dimensi, sehingga walaupun manusia itu mampu berbuat segala sesuatu, namun sering bertindak tidak bijaksana, bagaikan seorang pemabuk yang memegang sebilah pedang, atau seorang pencuri yang memperoleh secercah cahaya di tengah gelapnya malam.Bersyukur kita bahwa akhir-akhir ini telah terdengar suara-suara yang menggambarkan kesadaran tentang keharusan mengaitkan sains dengan nilai-nilai moral keagamaan.
Beberapa tahun lalu di Italia diadakan suatu permusyawaratan ilmiah tentang "cultural relations for the future" (hubungan kebudayaan di kemudian hari) dan ditemukan dalam laporannya tentang "reconstituting the human community" yang kesimpulannya, antara lain, sebagai berikut: "Untuk menetralkan pengaruh teknologi yang menghilangkan kepribadian, kita harus menggali nilai-nilai keagamaan dan spiritual."Apa yang diungkapkan ini sebelumnya telah diungkapkan oleh filosof Muhammad Iqbal, yang ketika itu menyadari dampak negatif perkembangan ilmu dan teknologi. Beliau menulis: "Kemanusiaan saat ini membutuhkan tiga hal, yaitu penafsiran spiritual atas alam raya, emansipasi spiritual atas individu, dan satu himpunan asas yang dianut secara universal yang akan menjelaskan evolusi masyarakat manusia atas dasar spiritual."Apa yang diungkapkan itu adalah sebagian dari ajaran Al-Quran menyangkut kehidupan manusia di alam raya ini, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan.Segi lain yang tidak kurang pentingnya untuk dibahas dalam masalah Al-Quran dan ilmu pengetahuan adalah kandungan ayat-ayatnya di tengah-tengah perkembangan ilmu.Seperti yang dikemukakan di atas bahwa salah satu pembuktian tentang kebenaran Al-Quran adalah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkan. Memang terbukti, bahwa sekian banyak ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti:
  • Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47).
  • Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5).
  • Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88).
  • Zat hijau daun (klorofil) yang berperanan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi (QS 36:80). Bahkan, istilah Al-Quran, al-syajar al-akhdhar (pohon yang hijau) justru lebih tepat dari istilah klorofil (hijau daun), karena zat-zat tersebut bukan hanya terdapat dalam daun saja tapi di semua bagian pohon, dahan dan ranting yang warnanya hijau.
  • Bahwa manusia diciptakan dari sebagian kecil sperma pria dan yang setelah fertilisasi (pembuahan) berdempet di dinding rahim (QS 86:6 dan 7; 96:2).[38]
            Demikian seterusnya, sehingga amat tepatlah kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya Al-Qur'an, Bible dan Sains Modern, bahwa tidak satu ayat pun dalam Al-Quran yang bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.Dari sini ungkapan "agama dimulai dari sikap percaya dan iman", oleh Al-Quran, tidak diterima secara penuh. Bukan saja karena ia selalu menganjurkan untuk berpikir, bukan pula hanya disebabkan karena ada dari ajaran-ajaran agama yang tidak dapat diyakini kecuali dengan pembuktian logika atau bukan pula disebabkan oleh keyakinan seseorang yang berdasarkan "taqlid" tidak luput dari kekurangan, tapi juga karena Al-Quran memberi kesempatan kepada siapa saja secara sendirian atau bersama-sama dan kapan saja, untuk membuktikan kekeliruan Al-Quran dengan menandinginya walaupun hanya semisal satu surah sekalipun (QS 2:23).[39]


Keempat, SumberIlmu Pengetahuan adalah  Tarikh atau Sejarah..[40]
Dalam  Alqur,an surat  Yusuf ayat 111 Allah  berfirman “ Sungguh pada  kisah-kisah mereka itu  terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal, Alqur,an itu bukan cerita  yang di buat-buat, akan tetapi  membenarkan yang sebelumnya  dan menjelaskan  segala  sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi  kaum yang beriman”. (QS  Yusuf ayat 111 ). 
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang artinya pohon. Menurut bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih kompleks atau ke tingkat yang lebih maju dan maka dari itu sejarah di umpamakan menyerupai perkembangan sebuah pohon yang terus berkembang dari akar sampai ranting yang paling kecil yang kemudian bisa di artikan silsilah. Sejarah dalam arti silsilah berkaitan dengan babad, tarikh, mitos dan legenda. Dalam bahasa Inggris kata sejarah (history) berarti masa lampau umat manusia, dalam bahasa jerman kata sejarah (geschichte) berarti sesuatu yang telah terjadi, sedangkan dalam bahasa latin dan yunani kata sejarah (histor atau istor) berarti orang pandai. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pengertian sejarahpun mengalami perkembangan. Sejarah membicarakan masyarakat dari segi waktu, jadi sejarah adalah ilmu tentang waktu yang mencangkup empat hal yaitu  :
a. Perkembangan, terjadi bila masyarakat secara terus menerus bergerak dari bentuk yang sederhana  proses kehidupannya ke bentuk yang  lebih  kompleks.

b. Kesinambungan, terjadi bila seuatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama.
c. Pengulangan, terjadi bila seuatu peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terjadi lagi di masa sekarang.
d. Perubahan, terjadi bila masyarakat mengalami pergerakan dan perkembanganyang besar dalam waktu yang singkat yang disebabkan oleh pengaruh dari luar
.  [41]
              Sejarah sebagai ilmu dikarenakan sejarah  juga sebagai pengetahuan. Ilmu pengetahuan sejarah seperti halnya ilmu pengetahuan lainnya mulai berkembang pada abad ke-19. Pengetahuan ini meliputi kondisi-kondisi masa manusia yang hidup pada suatu jenjang sosial tertentu.  Perjalanan sejarah juga  tentunya akan menghasilkan satu ilmu pengetahuan yang  sangat bernilai. Oleh karena  itu ciri ciri  sejarah sebagai ilmu adalah :

a. Sejarah itu mempunyai obyek, yaitu aktivitas dan peristiwa di masa lampau  yang  di  alami  oleh setiap  manusia.

b. Sejarah itu mempunyai teori, yaitu memberi penjelasan tentang kapan sesuatu itu terjadi.

c. Sejarah itu mempunyai metode, yaitu bahwa suatu pernyataan dari peneliti itu harus didukung oleh bukti-bukti sejarah.
Proses rekonstruksi sejarah mulai dari heuristic (mencari sumber sejarah), kritik sumber, interpretasi data sampai dengan penulisan hasil penelitian (historiografi), harus berdasarkan metode. Dengan metode itu rekonstruksi sejarah akan menghasilkan tulisan sejarah ilmiah dan penulisan sejarah tanpa dilandasi oleh metode sejarah hanya akan menghasilkan tulisan populer yang uraiannya bersifat deskriptif naratif dan tidak menunjukkan ciri-ciri karya ilmiah sejarah.

d. Sejarah bersifat sistematis, yaitu sejarah sebagai kisah ditulis secara sistematis. Hubungan antar bab dengan hubungan antar sub bab pada setiap bab disusun secara kronologis, sehingga uraian secara keseluruhan bersifat diakronis (memanjang menurut alur waktu). Uraian sistematis akan menunjukkan hubungan antara satu fakta dengan fakta lain yang bersifat kausalitas (hubungan sebab akibat) karena sejarah merupakan proses yang  telah  berjalan  dari peradaban manusia di muka  bumi  ini.Semakin sistematis  sebuah  sejarah  itu  maka akan semakin lengkap Ilmu Pengetahuan itu  mendapat  pembuktian keilmiahannya.

              Menurut  penulis,  dari keempat  faktor  sebagai sumber kerangka lahirnya   ilmu  pengetahuan bagi manusia, tidak bisa dan tidak di pungkiri  bahwa Al-Qur,an telah menghantarkan kemampuan manusia  pada  titik  tertinggi dalam  sebuah perolehan  ilmu  pengetahuan. Dari peradaban India,Cina,Romawi.Yunani, Arab hingga peradaban Barat, Alqur,an yang menjadi  sumber segala infirasi peradaban tersebut.  Tiga  faktor  yang  lain  seperti   faktor  alam, faktor  manusia  dan faktor  sejarah seakan  akan hanya bagian  substansi  terkecil dari  apa  yang di ungkapkan oleh  isi  alqur,an.     Maka  jika  manusia  masih mempunyai  pemahaman bahwa  ada  keterangan lain yang mamapu menjadi nara smber sebagai  berkembangnya  sebuah pengetahuan itu adalah satu kesalahn yang luar biasa. Jadi alqur,an telah  membawa  manusia  pada  satu kondisi yang   luar biasa  dalam memahami  berbagai  munculnya  ilmu pengetahuan.  Manusia  dengan  berbagai  tekhnologinya  mau  tidak mau  harus  m,engakui dengan   sinyal sinyal yang di  lontarkan oleh alqur,an.  Hakikat  mencari  ilmu pengetahuan  pada  diri manusia  sesungguhnya  adalah dalam rangka   mengenal Allah SWT. Dengan berbagai konsekuensinya  ( Tauhidillah ). Ini merupakan  tujuan   yang pertama  dan utama  dalam kehidupan manusia  yang sebenarnya.

Hull (1958)  mencatat dana telah mencoba  menarik sebuah perhatian dalam karangannya “ History and Philosopy of Science “, bahwa  menurutnya  periode yang paling penting dari  perkembangan Ilmu pengetahuan disebut sebagai :
1)      Periode  Yunani Alexandria
2)      Revolusi  Ilmu pengetahuan abad 17
3)      Abad 19  sebagai  abad  Materialisme
4)      Periode  abad Modern[42]

Ilmu Sejarah  pada dasarnya  tentu  juga  masuk  masuk dalam cakupan “Ilmu  alam nyata”ini,  seperti yang di kandung pada  surat Yusuf ayat 111, bahwa sebuah  kisah adalah Ilmu  Pengetahuan bagi orang yang berakal.  Ilmu  sejarah di sini bukan stitik statis  riwayat  satu dengan yang lainnya. Tetapi lebih luas dari itu.  Maka  dalam sejarah itu ada masa periodenisasi :
                               I.            Periode abad  6  S.M  s/d abad Nol
                            II.            Abad  Nol                   s/d abad 7
                         III.            Abad     7                    s/d abad 13
                         IV.            Abad   13                    s/d abad 19
                            V.            Abad   19                    s/d ,.......Sekarang[43]

1.1.Periodenisasi  Periode  abad 6  S.M  s/d Abad Nol :  Masa  ini  di kenal  sebagai  abad falsafah Yunani, orang  terpenting di abad  ini  adalah Thales  dari  miletus hidup 620 S.M -540 S.M. Dia  seorang  ahli  matematika,filasafat, dan astronomi. Ia  seorang  ahli  geometri, yang pengaruhnya  sampai  ke  Mesir  lama dan Babilonia. Kemudian di lanjutkan oleh Phytagoras ( lahir 570 S.M  menetap  di Yunani).
1.2. Periode  abad Nol s/d  abad 6 ;  periode  ini  di kenal  abad kelahiran Kristen dan Alexandria ( Mesir  lama )  di bawah  kekuasaan Roma. Pada  abad ini  muncul  tokoh aljabr terkenal  PAPPUS  dan DIOPANTHUS. Setidaknya  ada  3 kejadian pada abad ini : (1) Penguasa  Roma  Menekan   kebebasan  Berfikir (2). Ajaran  Kristen yang tidak Boleh di sangkal (3). Kerja  sama  dengan Gereja  sebagai Otoritas kebenaran.
1.3.  Periode  Abad  ke  6 s/d  abad ke  7 ;  Periode  ini  di kenal  dengan abad  kebangkitan Islam. Bangkitnya  Islam, Kata STODDART, barangkali  merupakan satu  peristiwa  peling menakjubkan  dalam  sejarah  manusia. Pada   abad  ini terjadi revolusi  berfikir sekaligus  membina  dunia  baru,Dunia  Islam, terhitung sejak  lahirnya Nabi Muhammad SAW ( 570 M).  Satu  abad  kemudian yaitu masa  Daula Bani  Abbasiah berkuasa  di  bawah Ja’far  Almansyur (774-775 M) masa  awal penterjemahan kitab kitab  asing telah di mulai oleh Ibnu  Mukaffa.  Masa  ini adalah  masa  bangkitnya  ahli  hukum ; Imam Hanafi ( 699-767 M),Imam Maliky (712-798 M),Imam Syafei (767-820M), dan Imam  Hambali (780-855 M). Pada  abad ke 8 dan 9  merupakan puncak dari pembinaan Hukum Islam dan penterjemahan kitab kitab Filsafat, khususnya  saat khalifah Harun Al-Rasyid ( 780-809 M). Pada abad IX muncul  ahli ilmu-ilmu  hitung Islam,Al farabi (wafat 950 M), Al  Hazen ( 1000 M)  ahli phisica dan teori  optik. Dan banyak  lagi  ilmuan yang muncul  pada  abad  tesebuts sehingga nama  Arab  terus  berpengaruh  dalam Dunia  Ilmu  Pengetahuan.  Dan AL  Ghozali  ( 1058-1111 M)  sebagai  bagian untuk  mebendung masuknya  filasafat  yang merusak  syariat.dengan Bukunya Al Ihya   Ulumuddin ; (1)  Andalan Iman (2) andalan Intelektual (filsafat).(3).andalan empiris (4).andalan  Mistis (sufisme). Pada  abad ini Islam  benar benar mencapai puncak  kejayaannya. Abad 12 ini  muncul Ibnu  Rusy ( Averoes 1126-1198 M)  sebagai  tokoh phisica  dan kedokteran. Dan pada  tahun 1258 M karena serangan Mongol  yang kejam  hampir  seluruh karya  Ilmu  pengetahuan Islam hangus di  bakar. Dan abad ke  13  merupakan abad yang  mengerikan  bagi Islam. Sebagai penutup  kejayaan Islam abad 13 adalah  Ibnu  Kholdun (1332-1406 M)  dengan  dengan beberapa  karya  filsafat, sejarah, sosiologi  politik, sosial dll.[44]
1.4. Periode  abad 12 s/d 18   periode  kebangkitan eropa ; Periode  ini adalah Filsafat  Yunani  jilid II dengan di barengi  abad kemunduran ummat Islam dan kehancuran agama  Kristen. Hal di  tandai  oleh RARD VAN CREMONA menterjemahkan  kembali Filsafay  Yunani  dari Islam. Hingga  abad 13-14 Maat  Konstantinopel jatuh  tahun 1453 M. Seluruh khasanah keilmuan islam di  pindahkan ke Eropa. Dan melahirkan tokoh  Humanisme  Fransiscan Roger Bacon ( 1214-1294 M). Teori  Humanisme sebagai  perlawanan terhadap  gereja sedangkan  di  lingkungan Islam menggunakan  pendekatan Imam  4  mazhab. [45]   Maka  jika  kita  perhatikan agak cermat bahwa  kemajuan kultur Islam pada  puncaknya abad 12  telah  menembus celah kebekuan Eropa dalam dua  arah.(1).bangkiynya  kembali budaya Yunani  di Eropa (filsafat). (2),Hancurnya kristen menjadi  dua ( Katolik  dan Protestas ).
Jadi  proses  terjadinya  sejarah  itulah yang  memunculkan Ilmu Pengetahuan. Karena sejarah itu  dapat  di  jadikan ‘ibrah (tauladan),mauidhoh (  peringatan ) dll.   Bagi  generasi  manusia  berikutnya. Setidaknya  ada 2 hal yang  dari sejarah  itu  menghasilkan Ilmu  pengetahuan.
(1). Sejarah  Mengandung  Unsur  Ilmu ;
(2). Sejarah  mengandung  makna  sebuah  nilai ;[46]
B.  Klasifikasi  Ilmu  Pengetahuan
Ulama  muslim, sejak abad  pertama  berkembangnya  Islam telah berusaha  untuk menyusun suatu  pengelompokan Ilmu.  Hal  ini di lakukan  terutama di tengah suasana ramainya  interaksi  peradaban muslim dengan bangsa  lain.  Persioa, Yunani, Romawi, China, dll. Sebagai  langkah awal,  sekaligus  sebagai  contoh  adalah  klasifikasi Ilmu menurut al-Ghozali ( 1058-1111 ). Sistem klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut  al Ghozali di bangun atas  beberapa  kaidah dasar  yang berkaitan dengan prinsip prinsip Islam ,  seperti  berikut ;
1.      Peringkat  kewajiban untuk menuntutnya
2.      Sumber  pengkajian
3.      Kemanfaatan  bagi  kehidupan  manusia.[47]
C. Al-Qur'an dan penelitian Ilmiah
Penelitian dapat dilakukan dalam segala disiplin ilmu, jadi tempat penelitian/laboratorium bukan hanya milik ilmu kedokteran yang meneliti dan mengamati kegiatan bakteri, dan bukan juga hanya milik ilmu kimia yang meneliti dan mengamati reaksi zat-zat yang dicampur di tabung reaksi. Tetapi juga milik ilmu-ilmu lain, sehingga dikenal sekarang adanya laboratorium bahasa, laboratorium pemerintahan, laboratorium politik dsb. Istilah yang menyebutkan 'Lain teori lain pula prakteknya' tidak tepat lagi karena teori dan pendapat ilmiah dari seorang ahli itu muncul setelah ybs melakukan penelitian, dengan demikian selalu didukung oleh kenyataan empiris. Meskipun kadang-kadang teori itu spekulatif namun demikian teori itu dekat dengan kenyataan. Tujuan teori yaitu secara umum mempersoalkan pengetahuan dan menjelaskan hubungan antara gejala-gejala sosial dengan observasi yang dilakukan. Teori juga bertujuan untuk meramalkan fungsi dari pada gejala-gejala sosial yang diamati itu berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang secara umum telah dipersoalkan oleh teori.  Hipotesa harus dibuktikan, tidak dapat menjadi praduga dan persangkaan belaka. Bila tidak dibuktikan dan diuji, sipeneliti sudah barang tentu tidak mengetahui sejauh mana kebenaran ilmiahnya. Hal ini bersesuaian dengan apa yang di firmankan Allah dalam Al-Qur'an sbb: "Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran." (QS. 53:28) "...dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."
(QS. 45:24) Kata "persangkaan" dan "Duga-duga" dalam ayat diatas berarti hipotesa yang harus diuji dan dibuktikan kebenaran ilmiahnya. Pada gambar yang telah saya cantumkan, menunjukkan hubungan antara variabel dengan hipotesa. Dari dua atau lebih variabel dapat dibuat hipotesa untuk penelitian analisis verifikatip. Penelitian analisis verifikatip ditandai dengan penempatan kata "Pengaruh" atau "Peranan" didepan variabel bebas, selanjutnya memerlukan perhitungan statistik untuk menentukan ramalan (prediction) perubahan variabel tergantung, atas tindakan yang sudah dilakukan variabel bebas. Sehingga antara variabel dengan variabel tergantung diletakkan kata "Terhadap" dan "Dalam" sebagai penghubung, misalnya :  
1. Pengaruh Promosi ASI terhadap berkurangnya penderita diare pada anak.
2. Peranan Administrasi Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa.
Nabi Muhammad Saw sendiri juga memerintahkan agar umat Islam melakukan penelitian dan beliau juga menyebut-nyebut tentang ilmu pengetahuan sebagaimana diriwayatkan hadits-hadist berikut ini :
"Mencari ilmu pengetahuan itu wajib bagi setiap Muslimin dan Muslimat" "Tuntutlah ilmu pengetahuan sejak dari buaian sampai keliang lahad." "Bahwasanya ilmu itu menambah mulia bagi orang yang sudah mulia dan meninggikan seorang budak sampai ketingkat raja-raja." "Tidak wajar bagi orang yang bodoh berdiri atas kebodohannya, dan tidak wajar bagi orang yang berilmu berdiam diri atas ilmunya." "Yang binasa dari umatku ialah, orang berilmu yang zalim dan orang beribadah yang bodoh. Kejahatan yang paling jahat ialah kejahatan orang yang berilmu dan kebaikan yang paling baik ialah kebaikan orang yang berilmu." "Jadilah kamu orang yang mengajar dan belajar atau pendengar atau pencinta ilmu, dan janganlah engkau jadi orang yang kelima (tidak mengajar, tidak belajar, tidak suka mendengar pelajaran dan tidak mencintai ilmu), nanti kamu akan binasa.  "Ma'rifat adalah modalku, akal pikiran adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku, berdzikir adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah sasaranku, faqr adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad adalah perangaiku, hiburanku adalah dalam bersembahyang."
Dari   berbagai  macam kelebihan atau kandungan yang luar biasa  yang terdapat dalam alqur,an   tentunya  menghasilkan berbagai  macam keistimewaan   bagi  manusia  unutk  mengkaji  berbnagai keilmuan dan pengetahuannya.  Oleh karena  itu  alqur,an dengan berbagai kemukjizatannya  tidak lain adalah sebagai sumber dario berbagai pengembangan yang terjadi. Mukjizat itu ada dua macam :
1. Mukjizat Hissiyah
Mukjizat ini mudah ditangkap oleh indera manusia.
Mukjizat semacam ini diberikan oleh Allah kepada semua nabiNya. Nabi Muhammad Saw juga menerima mukjizat jenis ini. Seperti tongkat Musa bisa berubah menjadi ular raksasa dan bisa membelah laut. Nabi Ibrahim tidak hangus ketika dibakar oleh kaumnya, Nabi Isa putra Maryam dapat memberi makan banyak orang yang kelaparan hanya dengan beberapa potong roti dan seekor ikan. Nabi Muhammad Saw dapat memberi minum ratusan kaum Muslimin yang sedang kehausan, dengan memancarkan air dari tangannya yang mulia itu, membuat makanan tidak pernah habis ketika dimakan oleh banyak sahabatnya didalam beberapa kali pertemuan, dsb. Mukjizat seperti ini mudah dilihat oleh mata kepala tanpa ilmu apapun.
2. Mukjizat Maknawiyah atau Aqliyah
Mukjizat ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang berilmu atau intelektual, yang ini hanya diberikan kepada Nabi Muhammad Saw.Dan yang mampu menilai keagungan mukjizat ini hanyalah orang-orang yang memiliki disiplin ilmu pengetahuan atau orang yang mau mencari sosok kebenaran itu dengan menggunakan akal pikirannya untuk berpikir. Beberapa tahun yang lalu, pernah diselenggarakan pameran Islam di London Inggris.Salah satu benda yang dipamerkan adalah sebuah kaligrafi Al-Qur'an surah Az -Zumar :  God created you in the wombs of your mothers,creation after creation in a threefold gloom “.   Dapat di artikan  : Allah menciptakan kamu didalam perut ibumu Tahap kejadian demi tahap kejadian. Didalam gelap yang tiga  Lalu masuklah seorang ahli bedah kandungan bangsa Inggris non-Muslim. Setelah melihat benda-benda yang dipajang, akhirnya ia melihat kaligrafi tersebut.Ia tidak mengerti huruf kaligrafi itu, tetapi setelah membaca terjemahannya, dia merasa heran dan sangat mengaguminya. Sebagai ahli kandungan, dia mengetahui bahwa bayi yang terdapat dalam rahim ibu dilindungi oleh tiga selaput halus tetapi kuat. Selaput itu adalah Amnion Membrane, Decidua Membrane dan Chorion Membrane. Dokter ini terpesona karena mengetahui bahwa ayat yang dilihat itu diturunkan oleh Allah sekitar 1.400 tahun yang lalu, disaat Eropa dan Amerika masih tenggelam dalam kebodohan. Sedangkan Muhammad yang buta huruf, berkat adanya wahyu itu, bisa menerangkan keadaan bayi dalam kandungan, sebagaimana hasil penemuan para ahli kedokteran dimasa sekarang.
Penutup
Kerangka Ilmu pengetahuan menurut  Alqur,an   dan Implikasinya bagi Ummat  merupakan   satu  keabslutan  alqur,an  itu  sendiri,  manusia  dengan  berbagai kemampuan yang  Allah  berikan  tidak akan mampu menelusuri  secara  Totalitas kekuasan Allah.  di  permukaan  muka  bumi  ini.  Tetapi manusia  diberi kemampuan untuk meraih itu  setinggi tinginya sampai puncak  tertinggi. Maka akan semakin tinggi manusia mencapainya  maka  Allah akan melahirkan  cahaya  keimanan  yang dahunya  tidak terbayangkan. "Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang berbuat demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan." (QS. 39:6) "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yangbertaqwa." (QS. 2:2) "Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mu'min, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu(al-Qur'an)"  (QS. 4:162) "
Alqur,an,  Assunah,  manusia  dan Alam semesta  ini   menjadi acuan dasar dalam berkembangnyanya  sebuah ilmu pengetahuan.  Pada  saat ilmu pengetahuan itu  mencapai satu kemajuan yang luar biasa, manusia akan menata   perjalanan  hidupnya dengan  baik,  jika  di  latar belakangi  oleh faktor  faktor  yang tersesuaikan dengan  pemikiran ilahiyah,  tetapi  jika  hanya  di latar belakngi oleh faktor  non ilahiyah maka  akan muncul pemahaman  yang rusak, sehingga akan keluar  dari tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Maka  dari itu tidak ada yang mendekati  kepada  kesempurnaan  kecuali  ketika  perkembangan ilmnu pengetahuanm itu selalu di  landasi dan di kembangkan kearah pencipta  ilmu pengetahuan itu sendiri yaitu Allah SWT.










Daftar  Pustaka
Al-Qur’an Dan  Terjemahannya  Departemen Agama  Tahun 1990
Hatta,Ahmad, Tafsir  Qur,an Perkata, Dilengkapi dengan  Asbabun Nujul &  Terjemah,( Jakarta : Maghfiroh  Pustaka,2009),cet.3
Arifin, Muzayyin,H., Filsafat  Pendidikan  Islam ,( Jakarta : PT  Bumi  Aksara 2010 ),cet.5
Ahmad,Yusuf,Ensiklopedi Keajaiban Ilmiah al-Qur,an, Volume :1, (Jakarta : Penerbit :  Tausiah 2009),cet,1
Bahsan, Ibnu,  Mari  menuju  Ridho  Illahi, (  Jakarta : Pustaka : 2010), cet.1

Fuad Moh.Fahruddin,  Alam  Pikiran Islami, ( Bandung, cv Diponegoro,1979),cet.1

Hafiduddin,.Didin,KH., Dakwah Aktual, ( Jakarta :  Gema  Insani  Press ,1998 ) cet.1
Ibnu Katsir, Abi  Alfida, Ad-Dimasqy,Tafsir  Ibnu Katsir Juz 30, Bahrun Abu  Bakar,(terj.), Tafsir Ibnu Katsir,  (  Bandung;: Sinar  Baru Algensindo,2005  ),cet.2

Ismail Raji,Al-Faruqi,Islamisasi pengetahuan,(lihat), Ahmad Taufiq,Pendidikan Karakter Berbasis Agama ( Yuma Pustaka)

Madjid,Nurcholis, Pintu-pintu  Menuju  Tuhan,( Jakarta :  Paramadina,1995),cet.IV
Muhammad Nashib Arrifai ; Taisirul al Aliyyul  qadir  li  ikhtisari tafsir  ibnu katsir’, Kemudahan  Dari  Allah  : Ringkasan Tafsir  Ibnu  Katsir, (terj.) H.Shihabudin ; 1989) cet.1 

Maurice Bucaille, AslQur,an dan Sains  Modern, terj.Achmad Rais,(Jakarta :  Media   Dakwah,1992)

Muhammad Nashib Arrifai ; Taisirul al Aliyyul  qadir  li  ikhtisari tafsir  ibnu katsir’, Kemudahan  Dari  Allah  : Ringkasan Tafsir  Ibnu  Katsir, (terj.) H.Shihabudin ; 1989) cet.1 

Nata, abuddin,H.,Tafsir  ayat-ayat  Pendidikan,(Jakarta: Rajawali Press,2101)
-------------------------,Filsafat  Pendidikan Islam,( Jakarta : Logos Wacana  Ilmu,2001) cet.IV
Nasution,Harun, Falsafah dan Mistisme dalam Islam,(Jakarta : Bulan Bintang,1989)cet.6
Suyuthi, I.Pulungan,Universalisme Islam,(Jakarta:Moyo  Segoro Agung,2002),cet.I.
Shihab, M.,Quraish.,Membumikan  Alqur,an,(  Bandung  : Mizan ,1998 ),cet.XVII
 --------------------------,Tafsir  Almisbah, Juz 1,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ),cet. 1
---------------------------,Tafsir Almisbah, Juz 2,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ),cet.3

Shahri  Muhammad, Pangantar Menuju Revolusi  Ilmu  Pengetahuan  Dalam Islam,( Jakarta : Ikhlas Press, 1989 ).


[1] Fuad Moh.Fahruddin,  Alam  Pikiran Islami,Bandung, cv Diponegoro,1979, h.21
[2] Didin Hafiduddin ,Dakwah  Aktual, ( Jakarta : Gema Insani Press,1998), cet.1,h. 25  
[3] Shahri  Muhammad, Pangantar Menuju Revolusi  Ilmu  Pengetahuan Dalam Islam,h.22
[4] Ismail Raji,Al-Faruqi,Islamisasi pengetahuan,(lihat),Ahmad Taufiq,Pendidikan Karakter Berbasis Agama ( Yuma Pustaka) h.205
[5] Madjid Nurcholis,Menuju Pintu-pintu  Tuhan,( Jakarta : Paramadina,1995 )h.176
[6] M.Yusuf Kadar,Studi  AlQur,an (  Jakarta :  AMZAH,2010 ),  cet.2,hal.163
[7] Muzayyin Arifin, Filsafat  Pendidikan  Islam,(Bumi aksara, 2003 ),cet.5,hal 89
[8] H.M. Quraish Shihab, Tafsir  Almisbah, Juz 1,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ), h. 143
[9] op.it, h.145
[10] op.it,h.146
[11] Abuddin  Nata ; Tafsir  ayat- ayat Tarbiyah,( Jakarta ; PT .Grafindo,2010) cet.4,h.151
[12] Abuddin  Nata ; Tafsir  ayat- ayat Tarbiyah,( Jakarta ; PT .Grafindo,2010) cet.4,h.153

[13] Sutrisno Hadi, Metodologi Reserach. cet.I,1969 h.20
[14] Abudin  Nata ; Tafsir  ayat- ayat Tarbiyah,( Jakarta ; PT .Grafindo,2010) cet.4,h.156
[15] Abudin Nata : Op.cit.h.157
[16] Muhammad Nashib Arrifai ; Taisirul al Aliyyul  qadir  li  ikhtisari tafsir  ibnu katsir’, Kemudahan  Dari  Allah  : Ringkasan Tafsir  Ibnu  Katsir,(terj.) H.Shihabudin ; 1989) ; h.76 
[17] H.M. Quraish Shihab, Tafsir  Almisbah, Juz 1,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ), h. 525
[18]H. M. Quraish Shihab, Tafsir  Almisbah, Juz 1,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ), h. 523
[19] H.M. Quraish Shihab, Tafsir  Almisbah, Juz 1,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ), h. 545
[20]Op.cit.h. 526
[21] Muzayyin Arifin, Filsafat  Pendidikan  Islam,(Bumi Aksara, 2003 ),cet.5,hal 19
[22]Op.cit.h.20

[23] Didin Hafiduddin ,Dakwah Aktual ( Jakarta : Gema Insani Press,1998), cet.1,h.18

[24] M.Reza  M.Syarief,Life  Excellent : Menuju Hidup yang  lebih Baik,( Jakarta : Press, 2005 ),h.86

[25] http://majelispenulis.blogspot.com. ( posting  3/11/2011)
[26] Muhammad Bin Sholih al-‘Utsaimin,Tafsir Al-Kahfi,(terj.) Abu  Abdurrahman bin Thayyib,Surat Kahfi,(Jakarta : Pustaka  As-Sunnah,2005 ),cet.I,h.43
[27] http://majelispenulis.blogspot.com. (  posting 1/10/2011 )
[28] Yusuf  Ahmad,Ensiklopedia  Keajaiban  Ilmiah  alqur,an, ( Jakarta :Tausiah;  2009 ),cet I,hal.336
[29] op.cit.h. 337

[30]  Yusuf  Ahmad, Ensiklopedia  Keajaiban  Ilmiah  alqur,an, ( Tausiah,2009 ),cet I,hal.339

[31] H.M. Quraish  Shihab, “Membumikan Alqur,an,Fungsi  dan Peran Wahyu  dalam kehidupan  Masyarakat,(Bandung:Mizan, 1992 ),  h.42
[32] Suyuthi, I.Pulungan,Universalisme Islam,(Jakarta:Moyo Segoro Agung,2002),cet.I.hal.97

[33] Muzayyin Arifin, Filsafat  Pendidikan  Islam,(Bumi aksara, 2003 ),cet.5,h.93
[34] H.M. Quraish Shihab, Tafsir Almisbah, Juz 2,( Jakarta :  Lentera  Hati ,2000 ), h.290

[35] Muzayyin Arifin. Op.cit. h. 95
[36] Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir ad-Dimasqy,Tafsir  Ibnu Katsir Juz 30, Bahrun Abu  Bakar,(terj.), Tafsir Ibnu Katsir,  (  Bandung;: Sinar  Baru Algensindo,2004  ), h. 242  
[37] H.M. Quraish  Shihab, “Membumikan Alqur,an,Fungsi  dan Peran Wahyu  dalam kehidupan  Masyarakat,(Bandung:Mizan, 1992 ),  h.61-67
[38] H.M. Quraish  Shihab, “Membumikan Alqur,an,Fungsi  dan Peran Wahyu  dalam kehidupan  Masyarakat,(Bandung:Mizan, 1992 ),  h.68-69

[39] Maurice Bucaille, AslQur,an dan Sains  Modern, terj.Achmad Rais,(Jakarta :  Media  Dakwah,1992),h.41
[40] Didin Khafidudin; Dakwah  Aktual; 1998;hal.29
[42] Syahri  Muhammad,Pengantar Menuju  Revolusi Ilmu  pengetahuan Dalam Islam,1981,h.11
[43] Ibid.h.13
[44] Syahri  Muhammad,Pengantar Menuju  Revolusi Ilmu  pengetahuan Dalam Islam,1981,h.11

[45] Lihat, Syahri  Muhammad,h.23
[46] Ibnu Bahsan, Mari  menuju  Ridho  Illahi,2010,h.6
[47] Didin Khafidudin;KH., Dakwah  Aktual; 1998;hal.35

Tidak ada komentar:

Posting Komentar