Minggu, 11 November 2012

Islam dan Ilmu dalam masyarakat Modern


Islamisasi ilmu pengetahuan dan kontribusinya 
dalam mengatasi krisis masyarakat modern
Oleh : H Hamzah  Ahmad
1.Pendahuluan
                Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju ini ialah adanya kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Apa yang dahulu belum dikenal manusia kini sudah tak asing lagi baginya. Bahaya kelaparan dan penyakit menular yang dahulu sangat ditakuti sekarang telah bisa dihindari. Kesulitan dan bahaya alamiah yang dahulu menyulitkan perhubungan, sekarang tidak menjadi soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat alat yang memudahkan hidup, sehingga kebutuhan jasmani tidak sulit lagi untuk memenuhinya.
                Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran material berganti dengan kesukaran mental. Beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan tekanan batin lebih sering terjadi dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.[1]
            Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun pada satu sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi canggih itu tidak mampu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. Dunia modern saat ini termasuk indonesia ditandai dengan gejala kemerosotan akhlak yang benar benar berada pada taraf yang menghawatirkan. Kejujuran dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan dan saling merugikan. Di sana sini banyak terjadi adu domba dan fitnah dan perbuatan biadab lainya.
            Gejala kemerosotan akhlak tersebut, dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, tetapi juga menimpa kalangan anak anak. Orang tua dan mereka yang berkecimbung dalam pendidikan agama dan sosial banyak mengeluh terhadap perilaku sebagian pelajar yang berprilaku nakal, seperti obat terlarang, mabuk mabukan, tawuran, bergaya hidup seperti hippiesdi eropa dan amerika, dan sebagainya.
            Tragedi tersebut di atas disebabkan oleh beberapa faktor yang kini memengaruhi cara berfikir manusia modern. Faktor tersebut menurut Zakiah Daradjat antara lain kebutuhan hidup yang semakin meningkat, rasa individualistis dan egoistis, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan terlepasnya pengetahuan dari agama. [2]
            Sejalan dengan permasalahan tersebut di atas, penulis akan mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi tragedi masyarakat modern dmaksud dengan memfokuskan kajian pada upaya mengintegrasi ilmu pengetahuan dengan agama, melalui konsep yang dikenal dengan istilah “islamisasi ilmu pengetahuan”.
2. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
            Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu respons terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan barat yang bertumpu pad asuatu sudut pandangan dunia yang lebih berdasar pada paham materialisme dan relativisme; yang menganggap bahwa pendidikan bukan untuk membuat manusia bijak, yakni mengenali posisi masing masing dalam tertib realitas,tetapi memandang realitas sebagai suatu yang bermakna secara material bagi manusia, dan karena itu hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat ekspolitatif bukan harmonis. Ini adalah salah satu penyebab penting munculnya kritis masyarakat modern.
            Islamisasi ilmu pengetahuan mencoba mencari akar akar krisis tersebut. Akar akar krisis itu di antaranya dapat ditemukan di dalam basis ilmu pengetahuan, yakni konsepsi atau asumsi tentang realitas yang dualistis, sekularitis, evolusioneristis, dan karena itu pada dasarnya bersifat relativitas dan nihilistis. Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi atau penafsiran barat terhadap realitas, dan kemudian menggantikannya dengan pandangan dunia islam[3]. Tetapi sejauh mana gagasan ini dapat dijalankan (workable), dan betul betul memberikan solusi terhadap krisis masyarakat modern, barangkali sejarah yang akan membuktikannya. Apapun hasilnya nanti, gagasan ini perlu mendapat sambutan terutama dari mereka yang memiliki keprihatinan dengan kondisi masyarakat modern.
            Selain itu, islamisasi ilmu pengetahuan juga muncul sebagai reaksi terhadap adanya konsep dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan yang dimaksudkan masyarakat barat dan budaya masyarakat modern. Masyarakat yang disebut terakhir ini misalnya memandangsifat, metode, struktur sains, dan agama jauh berbeda, kalau tidak mau dikatakan kontrakdiktif. Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari segi normatif(bagaimana seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektinya (bagaimana adanya). Agama melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk tuhan sedangkan sains melalui eksperimen dan rasio manusia. Karena ajaran agama diyakini sebagai petunjuk tuhan, kebenaran ajaran agaa diyakini sebagai petunjuk tuhan, kebenaran dinilai mutlak, sedangkan kebenaran sains relativ. Agama banyak berbicara yang gaib sedangkan sains hanya berbicara mengenai hal yang empiris.[4]
            Dalam perspektif sejarah, sains dan teknologi modern yang telah menunjukan keberhasilanya dewasa ini mulai berkembang di eropa dalam rangka gerakan renaisans pada tiga atau empat abad yang silam. Gerakan ini berhasil menyingkirkan peran agama dan mendobrak dominasi gereja roma dalam kehidupan sosial dan intelektual masyarakat eropa sebagai akibat dari sikap gereja yang memusuhi ilmu pengetahian. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan di eropa dan barat mengalami perkembangan setelah memisahkan diri dari pengaruh aagama. Setelah itu berkembanglah pendapat yang merendahkan agama dan meninggikan sains.[5] Dalam perkembangannya, sains dan teknologi modern dipisahkan dari agama, karena kemajuannya yang begitu pesat di eropa dan amerika sebagaimana yang disaksikan sampai sekarang. Sains dan teknologi yang demikian itu selanjutnya digunakan untuk mengabdi kepada kepentingan manusia semata mata, yaitu untuk tujuan memuaskan hawa nafsunya, menguras isi alam untuk tujuan memuaskan nafsu konsumtif dan metrialistis, menjajah dan menindas bangsa yang lemah, melanggengkan kekuasaan dan tujuan yang destruktif. Penyimpangan dari tujuan penggunaan ilmu pengetahuan yang demikian itulah yang direspons melalui konsep islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu upaya menempatkan sains dan teknologi dalam bingkai islam, dengan tujuan agar perumusan dan pemanfaataan sains dan teknologi itu ditujukan untuk mempertinggi harkat dan martabat manusia, melaksanakan fungsi kekhalifahan di muka bumi serta tjuan tujuan luhr lainya. Inilah yang menjadi slaah satu misi dari islamisasi ilmu pengetahuan.
3. Staregi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
            Terjadi pemishaan agama dari perkembangan ilmu pengetahuan sebagaimana tersebut di atas terjadi pada abad pertengahan, yaitu pada saat umat islam kurang memedulikan (meninggalkan ilmu pengetahuan). Pada masa itu yang berpengaruh di masyarakat islam adlaah ulama tarekat dan ulama fikih. Keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu agama seperti tafsir, fikih, dan tauhid. Ilmu tersebut mempunyai pendekatan normal, spiritualistik, sufistik, dan tarekat. Tarekat hanyut dalam wirid dan zikir dalam rangka mensucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi kehidupan duniawi. Sedangkan ulama tidak tertarik mempelajari alam dan kehidupan manusia secara objektif. Keadaan ini mengalami perubahan pada akhir abad ke 19, yaitu sejak ide ide pembaruan diterima dan didukung oleh sebagian umat,di dunia islam dilaksanakan dua sistem pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum yang saling menunjang dan melengkapi.sekolah agama mulai mengajarkan mata pelajaran agama. Tetapi kedua jenis sistem pendidikan dan mata pelajaran itu masih terpisah (dualis atau dikotomis).
            Ketika umat islam masih bergulat dengan berbagai permasalahan keterbelakangan sosial, ekonomi dan kultural. Ketika berhadapan kemajuan barat, di antara pemikir dan cendikiawan muslim, beberapa dekade yang lalu, ada yang menyerukan agar perkembangan sains dikembalikan kepada induknya, yaitu islam.
            Mereka mengkritik pengembangan sains dan teknologi modern yang dipisahkan dari ajaran agama, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Naquib al-Attas (1980/1981 :47-56, 195-203), Ismail Raji al-Faruqi (1982:3-8) dan Sayyed Hossein Nasr(1983: 7-8) dengan tujuan agar ilmu pengetahuan dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Menurut ilmuwan dan cendikiawan muslim tersebut, pengembangan ilmu pengetahuan harus dikembalikan kepada kerangka dan perpektif ajaran islam. Al- Faruqimenyerukan perlunya dilaksanakan gerakan asimilasi sains. Untuk mematangkan gagasan ini, beberapa buku telah ditulis dan beberapa konferensi islam internasional telah dilaksanakan. Sejak itu, gerakan islamisasi ilmu pengetahuan digulirkan, dan kajian mengenai islam dalam hubungannya  dengan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana diuraikan di bawah ini mulai digali dan diperkenalkan.
            Sebagaimana diketahui, bahwa salah satu gagasan yang paling canggih dan mendalam yang ditemukan di dalam al-Qur’an ialah konsep ilm. Pentingnya konsep islamisasi ini terungkap dalam kenyataan adanya istilah ilmu dan turunannya dalam Al-Qur’an sebanyak 800 kali. Dalam sejarah peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap ke dalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak ada peradaban lain dalam sejarah yang memiliki konsep ilmu pengetahuan dan semangat yang tinggi dan mewujudkannya dengan tekun seperti yang dilakukan umat islam.
            Menurut Munawar Ahmad Aness, bahwa dalam konsep islam yang berdasarkan Al-Qur’an, upaya menerjemahkan ilmu sebagai “pengetaahuan” berarti melakukan suatu kejahatan, walau tidak disengaja, terhadap konsep yang luhur dan multidimensional ini. Ilmu memang mengandung unsur dari apa yang kita ketahui sekarang sebagai pengetahuan. Tetapi ia juga digambarkan sebagai hikmah. Selanjutnya jika di eropa, sains dan teknologi dapat berkembang setelah mengalahkan dominasi gereja, sedangkan dalam perjalanan sejarah  islam, lain halnya. Ilmu dalam berbagai bidanya mengalami kemajuan yang pesat dalam dunia islam di zaman klasik (670-1300 M), yaitu zaman nabi Muhammad SAW. Sampai dengan akhir masa daulah  abasiah di baghdad. Pada masa ini, dunia islam telah memainkan peranan penting baik dalam bidang ilmu agama maupun umum. Dalam hubungan ini Harun Nasution mengatakan bahwa cendikiawan islam tidak hanya ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku yunani, tetapi menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri di lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran mereka adalah ilmu filsafat. Dengan demikian lahirlah filsuf islam. Dalam lapangan ilmu pengetahuan dikenal nama Al-Fazari (abad VIII) sebagai astrono islam yang pertama kali menemukan astrolobe (alat untuk mengukur ketinggian bintang ). Al- Fargani yang di eropa terkenal dengan nama Al- Farganus, mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi yang diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Cabang ilmu pengetahuan lainya yang dikembangkan oleh umat islam adalah kedokteran, matematika, geografi, fisika, optika, dan sejarah. Sedangkan ilmu agama, terdapat para ulama yang mengembangkan ilmu hadis; hukum islam, ilmu tafsir , ilmu sejarah, ilmu kalam, tasawuf.para ilmuwan tersebut memiliki sifat integrated, yakni bahwa ilmu pengetahuan umum yang mereka kembangkan tidak lepas dari nilai agama dan nilai ajaran islam. Sebagai contoh Ibnu sina selain ahli filsafat, musik, jiwa dan kedokteran juga ahli keislaman seperti tasawuf. Demikian pula ibnu ruysd selain ahli matematika dan kedoteran, ia juga ahli dalam hukum islam. Dengan demikian islam tidak mengenal pemisahan (dikotomi ) antara ilmu agama dan ilmu umum.
            Konsep ajaran islam tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang demikian itu didasarkan kepada beberapa prinsip sebagai berikut.
            Pertama, ilmu pengetahuan dalam islam dikembangkan dibawah kerangka teologi dan tauhid. Yaitu teologi bukan semata mata meyakini adanya tuhan dalam hati, mengucapkannya dalam lisan, dan mengamalkan dengan tingkah laku, melainkan teologi yang menyangkut aktivitas mental berupa kesadaran manusia yang paling dalam perihal hubungan manusia dengan tuhan, linkungan, dan sesama. Lebih tegasnya adalah teologi yang memunculkan kesadaran, yakni suatu matra yang paling dalam pada diri manusia yang memformat pandangan dunianya,yang kemudian menurunkan pola sikap dan tindakan yang selaras dengan pandangan dunia itu. Karena itu, teologi pada ujungnya akan mempunyai implikasi yang sangat sosiologis, sekaligus antropologis.
            Dengan pandangan teologi yang demikian itu, maka alam raya, manusia, tuhan merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Alam ray terikat dengan hukum alam (nature of law ) yang dalam pandangan islam disebut sunnatullah , aturan allah dan ayat allah. Alam raya ini selanjutnya menjadi kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan (sains) seperti ilmu fisika,biologi, dan sebagainya. Demikian pula manusia dalam pandangan islam adalah merupakan ciptaan allah. Secara fisik manusia terikat dengan sunnatullah, dan secara psikis ia terikat dengan oleh nilai ilahiah atau kecenderungan kepada agama dan kebenaran. Dengan demikian, manusia pun merupakan ayat allah. Orang yang mengenal dirinya akan mengenal tuhannya. Manusia ini secara antologis sebagai objek kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan(sains) dari segi fisiknya, dan sebagai objek kajian ilmu psikologi dari segi jiwannya, dan ilmu sosial, dari segi perilaku. Dengan demikian manusia adalah miniatur alam (makrokosmos) yang di dalam dirinya tuhan menunjukan kekuasaannya. Selanjutnya masyarakat tempat manusia saling berinteraksi juga terikat oleh hukum allah. Dan tuhan sendiri dalam pandangan islam adalah merupaka sumber yang daripada Nya manudia dapat memperoleh pengetahuan baik secara langsung sebagaimana diperoleh para nabi dan sufi, maupun tidak langsung melalui wahyunya. Wahyu yang merupakan kumpulan ayat tuhan yang tertulis ini merupakan objek kajian ilmu agama sebagaimana tersebut di atas. Dengan prinsip tauhid seperti ini, maaka seluruh ilmu pengetahuan baik itu dasar kajian alam (sains), maupun ilmu yang dasarnya kajian manusia masyarakat, wahyu, pada hakikatnya aadalah ayat ayat allah. Bentuk dan macam ilmu itu berbeda tetapi hakikatnya satu. Dengan prinsip tauhid ini, maka seseorang akan sampai kepada tuhan dengan menggunakan ilmu tersebut.
            Kedua, ilmu pengetahuandalam islam hendaknya dikembangkan dalam rangka bertakwa dan beribadah kepada allah swt. Hal ini penting ditegaskan, karena dorongan al-Qur’an untuk mempelajari fenomena alam dan sosial tampak kurang diperhatikan sebagai akibat dan perhatian dakwah islam yang semula lebih tertuju untuk memperoleh keselamatan di akhirat. Hal ini mesti diimbangi dengan perintah mengabdi kepada allah dalam arti yang luas, termasuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menyesuaikan motivasi pengembangan ilmiah dengan ajaran islam selain akan meningkatkan kuantitas juga kualitas ilmiah, karena motivasi utama tidak untuk mendapatkan popularitas dan imbalan materi atau sekeda ilmu untuk ilmu, melainkan mengembangkan ilmu yang didorong oleh keiklasan dan rasa tanggung jawab kepada allah. Motivasi pengembangan ilmu sejak dulu dipraktikan oleh para oleh para ilmuwan muslim seperti ibnu sina dan lainya itu hendak dijadikan pegangan dalam pengembangan ilmu di masa sekarang. Dengan demikian untuk tujuan yang membahayakan dan merugikan manusia serta lainnya yang bertentangan dengan kehendak tuhan.
            Ketiga,reorientasi pengembangan ilmu pengetahuan harus dimulai dengan suatu pemahaman yang segera kritis atas epistemologi islam klasik dan suatu rumusan kontemporer tentang konsep ilmu. Perubahan harus ditafsirkan dalam dalam rangka struktur fisik luarnya, dan infrastruktur dari gagasan epistemologi islam yang abadi harus dipulihkan dalam keseluruhan. Dalam kaitan ini, maka pengembangan ilmu dalam bentuk lahiriyah, jagan sampai menghilangkan makna spiritual yang abadi, yakni sebagai alat untuk menyaksikan kebesaran tuhan.Roger garaudi, misalnya, mengatakan bahwa setiap ilmu di samping memiliki makna yang dapat dirasakan. Ilmu matematika misalnua di samping memiliki makna intelegible (dapat dipikirkan) juga makna sensible (dapat dirasakan). Angka satu misalnya adalah angka permulaan dalam hitungan yang melambangkan adanya tuhan sebagai awal dari segala sesuatu. Jika dibelakang angka satu terdapat dua belas angka 0, maka menjadi satu triliun. Namun ketika angka satu tidak lagi di depan angka nol, maka nol segerobak pun tidak ada maknanya. Ini mengandung arti ketika niat beribadah semata mata kepada  tuhan berada didepan seluruh amal perbuatan, maka amal perbuatan tersebut akan bernilai ibadah sebaliknya jika niat ibadah semata mata kepada allah itu tidak ada lagi pada setiap perbuatan, maka perbuatan tersebut tidak bernilai ibadah.
            Keempat, ilmu pengetahuan harus dikembangkan oleh orang islam yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan akal dan kecerdasan moral yang dibarengi dengan kesungguhan untuk beribadah kepada allah dalam arti yang seluas luasnya. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam sejarah di abad klasik, di mana para ilmuwan yang mengembangkan ilmu pengetahuan adalah pribadi yang taat beribadah pada allah dan memiliki kesucian jiwa dan raga. Mereka menulis berbagai karya ilmiah sebagai bentuk ibadah kepada allah. Sedangkan membahas masalah ilmu pengetahuan adalah tasbih. Mereka menjaga dirinya dari perbuatan dosa dan lain lain yang dilarang oleh allah. Bahkan jika mengalami kesulitan dalam memahami masalah, mereka mengatasinya dengan sholat, berdoa dan mendekatkan diri pada allah. Mohammad Athiyah al Absyari misal menginformasikan tentang kebiasaan ibnu sina sebagai berikut : “idza wajada syai’an musykilan fayadzahb ila al- masjid tsumma yatawadla’ wa yushalli wa yad’u hatta yaksyifa maa yahdzubu bih” (jika ibnu sina menemui kesulitan ia pergi ke masjid kemudian ke masjid dan mengambil wudhu dan shalat(hajat), dan berdoa hingga sesuatu yang menutupi kecerdasanya tersingkap). Kebiasaan yang senantiasa menjaga kesucian jiwa dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan juga dilakukan oleh imam Syafi’i. Dalam salah satu kesempatan Imam Syafi’i berkata : “Syakautu ila waqi su’a hifdzi fa arsyadani ila tarki ma’ashi wa allamani bi anna al-ilm nurun wa nurullah la yudhla li al- ashi” (aku mengeluh kepada guru bernama waqi karena betapa sulitnya aku menguasai pelajaran. Guruku itu menyarankan kepadaku agar aku meninggalkan perbuatan maksiat, dan mengajarkan kepadaku bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat).
            Kelima, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam kerangka yang integral. Yakni, bahwa antara ilmu agama dan ilmu umum walaupun bentuknya formalnya berbeda beda, namun hakikatnya sama,  yaitu sebagai tanda kekuasaan allah. Dengan pandangan yang demikian itu, maka tidak ada lagi perasaan yang merasa lebih unggul antara satu dan yg lainnya. Ilmu agama berkaitan dengan pembinaan metal, moral, dan ketahanan batin. Ilmu umum berkaitan dengan pembinaan fisik, intelektual, dan keterampilan. Satu sama lain ilmu tersebut berasal dari allah dan harus diabdikan kepada allah.
4. Kesimpulan
            Dengan menerapkan lima macam strategi pengembangan ilmu pngetahuan tersebut, maka akan diperoleh keuntungan yang berguna untuk mengatasi problema kehidupan masyarakat modern sebagaimana tersebut di atas. Pertama, ilmu pengetahuan akan berkembang secara dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, karena hanya ajaran islamlah ajaran paling mementingkan pengembangan ilmup pengetahuan.  Kedua,  masyarakat modern akan mendapatkan momentun kejayaan dan kesejahteraannya yang seimbang, antara kesejahteraan yang bersifat material dengan kesejahteraan yang bersifat spiritual, sebagaimana pernah dialami umat islam di zaman klasik. Ketiga, masyarakat modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antara satu dan yg lainya saling membantu melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena ilmu yang dimiliknya diarahkan untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Keempat, islamisasi ilmu pengetahuan akan berdampak pada timbulnya konsep pendidikan yang integrated antara ilmu agam dan ilmu umum. Dengan cara demikian dikotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan sendirinya. Mampukah kita mewujudkan cita cita tersebut, dunia pendidikan yang harus menjawanya.
           


[1] Zakiyah  Daradjat, Peranan  Agama  Dalam  Kesehatan  Mental,(Jakarta:Gunung  agung,1979),cet.4,hal.10
[2] Ibid,hal.10-20
[3] Saiful Muzanni,Pandangan  Dunia  Dan Misi  Ilmu, dalam  Syed  Muhammad Naquib al-Att Hikmah,Jurnal Studi-studi Islam,Dzulhijjah Awwal 1412 Oktober 1991),hal.96
[4] I.R.Poedjawajatna,Tahu  dan Pengetahuan Pengantar  ke Ilmu  dan Filsafat  Ilmu,(Jakarta:Bina Aksara,1983), hal.62073
[5] Auguste Comte,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar