Islamisasi ilmu pengetahuan dan kontribusinya
dalam mengatasi krisis masyarakat modern
Oleh : H Hamzah Ahmad
1.Pendahuluan
Suatu
kenyataan yang tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju ini ialah adanya
kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Apa yang dahulu
belum dikenal manusia kini sudah tak asing lagi baginya. Bahaya kelaparan dan
penyakit menular yang dahulu sangat ditakuti sekarang telah bisa dihindari.
Kesulitan dan bahaya alamiah yang dahulu menyulitkan perhubungan, sekarang
tidak menjadi soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat alat
yang memudahkan hidup, sehingga kebutuhan jasmani tidak sulit lagi untuk
memenuhinya.
Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu
membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan
tetapi suatu kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata
semakin jauh, hidup semakin sukar dan kesukaran material berganti dengan
kesukaran mental. Beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan tekanan batin lebih
sering terjadi dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.[1]
Masyarakat modern telah berhasil
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai
masalah kehidupannya, namun pada satu sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi
canggih itu tidak mampu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. Dunia modern
saat ini termasuk indonesia ditandai dengan gejala kemerosotan akhlak yang
benar benar berada pada taraf yang menghawatirkan. Kejujuran dan kasih sayang
sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan dan saling merugikan. Di sana sini
banyak terjadi adu domba dan fitnah dan perbuatan biadab lainya.
Gejala kemerosotan akhlak tersebut,
dewasa ini bukan saja menimpa kalangan dewasa, tetapi juga menimpa kalangan
anak anak. Orang tua dan mereka yang berkecimbung dalam pendidikan agama dan
sosial banyak mengeluh terhadap perilaku sebagian pelajar yang berprilaku
nakal, seperti obat terlarang, mabuk mabukan, tawuran, bergaya hidup seperti hippiesdi
eropa dan amerika, dan sebagainya.
Tragedi tersebut di atas disebabkan
oleh beberapa faktor yang kini memengaruhi cara berfikir manusia modern. Faktor
tersebut menurut Zakiah
Daradjat antara lain kebutuhan hidup yang semakin meningkat, rasa
individualistis dan egoistis, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak
stabil, dan terlepasnya pengetahuan dari agama. [2]
Sejalan dengan permasalahan tersebut
di atas, penulis akan mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi tragedi
masyarakat modern dmaksud dengan memfokuskan kajian pada upaya mengintegrasi
ilmu pengetahuan dengan agama, melalui konsep yang dikenal dengan istilah
“islamisasi ilmu pengetahuan”.
2.
Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan pada
dasarnya adalah suatu respons terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan
karena pendidikan barat yang bertumpu pad asuatu sudut pandangan dunia yang
lebih berdasar pada paham materialisme dan relativisme; yang menganggap bahwa
pendidikan bukan untuk membuat manusia bijak, yakni mengenali posisi masing
masing dalam tertib realitas,tetapi memandang realitas sebagai suatu yang
bermakna secara material bagi manusia, dan karena itu hubungan manusia dengan
tertib realitas bersifat ekspolitatif bukan harmonis. Ini adalah salah satu
penyebab penting munculnya kritis masyarakat modern.
Islamisasi ilmu pengetahuan mencoba
mencari akar akar krisis tersebut. Akar akar krisis itu di antaranya dapat
ditemukan di dalam basis ilmu pengetahuan, yakni konsepsi atau asumsi tentang
realitas yang dualistis, sekularitis, evolusioneristis, dan karena itu pada dasarnya
bersifat relativitas dan nihilistis. Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu
upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi atau penafsiran barat terhadap
realitas, dan kemudian menggantikannya dengan pandangan dunia islam[3].
Tetapi sejauh mana gagasan ini dapat dijalankan (workable), dan betul
betul memberikan solusi terhadap krisis masyarakat modern, barangkali sejarah
yang akan membuktikannya. Apapun hasilnya nanti, gagasan ini perlu mendapat
sambutan terutama dari mereka yang memiliki keprihatinan dengan kondisi
masyarakat modern.
Selain itu, islamisasi ilmu
pengetahuan juga muncul sebagai reaksi terhadap adanya konsep dikotomi antara
agama dan ilmu pengetahuan yang dimaksudkan masyarakat barat dan budaya
masyarakat modern. Masyarakat yang disebut terakhir ini misalnya
memandangsifat, metode, struktur sains, dan agama jauh berbeda, kalau tidak mau
dikatakan kontrakdiktif. Agama mengasumsikan atau melihat suatu persoalan dari
segi normatif(bagaimana seharusnya), sedangkan sains meneropongnya dari segi objektinya
(bagaimana adanya). Agama melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk
tuhan sedangkan sains melalui eksperimen dan rasio manusia. Karena ajaran agama
diyakini sebagai petunjuk tuhan, kebenaran ajaran agaa diyakini sebagai
petunjuk tuhan, kebenaran dinilai mutlak, sedangkan kebenaran sains relativ.
Agama banyak berbicara yang gaib sedangkan sains hanya berbicara mengenai hal
yang empiris.[4]
Dalam perspektif sejarah, sains dan
teknologi modern yang telah menunjukan keberhasilanya dewasa ini mulai
berkembang di eropa dalam rangka gerakan renaisans pada tiga atau empat abad
yang silam. Gerakan ini berhasil menyingkirkan peran agama dan mendobrak
dominasi gereja roma dalam kehidupan sosial dan intelektual masyarakat eropa
sebagai akibat dari sikap gereja yang memusuhi ilmu pengetahian. Dengan kata
lain, ilmu pengetahuan di eropa dan barat mengalami perkembangan setelah
memisahkan diri dari pengaruh aagama. Setelah itu berkembanglah pendapat yang
merendahkan agama dan meninggikan sains.[5]
Dalam perkembangannya, sains dan teknologi modern dipisahkan dari agama, karena
kemajuannya yang begitu pesat di eropa dan amerika sebagaimana yang disaksikan
sampai sekarang. Sains dan teknologi yang demikian itu selanjutnya digunakan
untuk mengabdi kepada kepentingan manusia semata mata, yaitu untuk tujuan
memuaskan hawa nafsunya, menguras isi alam untuk tujuan memuaskan nafsu
konsumtif dan metrialistis, menjajah dan menindas bangsa yang lemah,
melanggengkan kekuasaan dan tujuan yang destruktif. Penyimpangan dari tujuan
penggunaan ilmu pengetahuan yang demikian itulah yang direspons melalui konsep
islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu upaya menempatkan sains dan teknologi dalam
bingkai islam, dengan tujuan agar perumusan dan pemanfaataan sains dan
teknologi itu ditujukan untuk mempertinggi harkat dan martabat manusia,
melaksanakan fungsi kekhalifahan di muka bumi serta tjuan tujuan luhr lainya.
Inilah yang menjadi slaah satu misi dari islamisasi ilmu pengetahuan.
3. Staregi Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Terjadi pemishaan agama dari
perkembangan ilmu pengetahuan sebagaimana tersebut di atas terjadi pada abad
pertengahan, yaitu pada saat umat islam kurang memedulikan (meninggalkan ilmu
pengetahuan). Pada masa itu yang berpengaruh di masyarakat islam adlaah ulama
tarekat dan ulama fikih. Keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian
agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu agama
seperti tafsir, fikih, dan tauhid. Ilmu tersebut mempunyai pendekatan normal,
spiritualistik, sufistik, dan tarekat. Tarekat hanyut dalam wirid dan zikir
dalam rangka mensucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi
kehidupan duniawi. Sedangkan ulama tidak tertarik mempelajari alam dan
kehidupan manusia secara objektif. Keadaan ini mengalami perubahan pada akhir
abad ke 19, yaitu sejak ide ide pembaruan diterima dan didukung oleh sebagian
umat,di dunia islam dilaksanakan dua sistem pendidikan, yaitu pendidikan agama
dan pendidikan umum yang saling menunjang dan melengkapi.sekolah agama mulai
mengajarkan mata pelajaran agama. Tetapi kedua jenis sistem pendidikan dan mata
pelajaran itu masih terpisah (dualis atau dikotomis).
Ketika umat islam masih bergulat
dengan berbagai permasalahan keterbelakangan sosial, ekonomi dan kultural.
Ketika berhadapan kemajuan barat, di antara pemikir dan cendikiawan muslim,
beberapa dekade yang lalu, ada yang menyerukan agar perkembangan sains
dikembalikan kepada induknya, yaitu islam.
Mereka mengkritik pengembangan sains
dan teknologi modern yang dipisahkan dari ajaran agama, seperti yang
dikemukakan oleh Muhammad Naquib al-Attas (1980/1981 :47-56, 195-203), Ismail
Raji al-Faruqi (1982:3-8) dan Sayyed Hossein Nasr(1983: 7-8) dengan tujuan agar
ilmu pengetahuan dapat membawa kesejahteraan bagi umat manusia. Menurut ilmuwan
dan cendikiawan muslim tersebut, pengembangan ilmu pengetahuan harus
dikembalikan kepada kerangka dan perpektif ajaran islam. Al- Faruqimenyerukan
perlunya dilaksanakan gerakan asimilasi sains. Untuk mematangkan gagasan ini,
beberapa buku telah ditulis dan beberapa konferensi islam internasional telah
dilaksanakan. Sejak itu, gerakan islamisasi ilmu pengetahuan digulirkan, dan
kajian mengenai islam dalam hubungannya
dengan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana diuraikan di bawah ini
mulai digali dan diperkenalkan.
Sebagaimana diketahui, bahwa salah
satu gagasan yang paling canggih dan mendalam yang ditemukan di dalam al-Qur’an
ialah konsep ilm. Pentingnya konsep islamisasi ini terungkap dalam kenyataan
adanya istilah ilmu dan turunannya dalam Al-Qur’an sebanyak 800 kali. Dalam
sejarah peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap ke dalam seluruh
lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual.
Tidak ada peradaban lain dalam sejarah yang memiliki konsep ilmu pengetahuan
dan semangat yang tinggi dan mewujudkannya dengan tekun seperti yang dilakukan
umat islam.
Menurut Munawar Ahmad Aness, bahwa
dalam konsep islam yang berdasarkan Al-Qur’an, upaya menerjemahkan ilmu sebagai
“pengetaahuan” berarti melakukan suatu kejahatan, walau tidak disengaja,
terhadap konsep yang luhur dan multidimensional ini. Ilmu memang mengandung
unsur dari apa yang kita ketahui sekarang sebagai pengetahuan. Tetapi ia juga
digambarkan sebagai hikmah. Selanjutnya jika di eropa, sains dan teknologi
dapat berkembang setelah mengalahkan dominasi gereja, sedangkan dalam
perjalanan sejarah islam, lain halnya.
Ilmu dalam berbagai bidanya mengalami kemajuan yang pesat dalam dunia islam di
zaman klasik (670-1300 M), yaitu zaman nabi Muhammad SAW. Sampai dengan akhir
masa daulah abasiah di baghdad. Pada
masa ini, dunia islam telah memainkan peranan penting baik dalam bidang ilmu
agama maupun umum. Dalam hubungan ini Harun Nasution mengatakan bahwa
cendikiawan islam tidak hanya ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka
pelajari dari buku yunani, tetapi menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang
mereka lakukan sendiri di lapangan ilmu pengetahuan dan hasil pemikiran mereka
adalah ilmu filsafat. Dengan demikian lahirlah filsuf islam. Dalam lapangan
ilmu pengetahuan dikenal nama Al-Fazari (abad VIII) sebagai astrono islam yang
pertama kali menemukan astrolobe (alat untuk mengukur ketinggian bintang ). Al-
Fargani yang di eropa terkenal dengan nama Al- Farganus, mengarang ringkasan
tentang ilmu astronomi yang diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Gerard
Cremona dan Johannes Hispalensis. Cabang ilmu pengetahuan lainya yang
dikembangkan oleh umat islam adalah kedokteran, matematika, geografi, fisika,
optika, dan sejarah. Sedangkan ilmu agama, terdapat para ulama yang
mengembangkan ilmu hadis; hukum islam, ilmu tafsir , ilmu sejarah, ilmu kalam,
tasawuf.para ilmuwan tersebut memiliki sifat integrated, yakni bahwa ilmu
pengetahuan umum yang mereka kembangkan tidak lepas dari nilai agama dan nilai
ajaran islam. Sebagai contoh Ibnu sina selain ahli filsafat, musik, jiwa dan
kedokteran juga ahli keislaman seperti tasawuf. Demikian pula ibnu ruysd selain
ahli matematika dan kedoteran, ia juga ahli dalam hukum islam. Dengan demikian
islam tidak mengenal pemisahan (dikotomi ) antara ilmu agama dan ilmu umum.
Konsep ajaran islam tentang
pengembangan ilmu pengetahuan yang demikian itu didasarkan kepada beberapa
prinsip sebagai berikut.
Pertama, ilmu pengetahuan dalam
islam dikembangkan dibawah kerangka teologi dan tauhid. Yaitu teologi bukan
semata mata meyakini adanya tuhan dalam hati, mengucapkannya dalam lisan, dan
mengamalkan dengan tingkah laku, melainkan teologi yang menyangkut aktivitas
mental berupa kesadaran manusia yang paling dalam perihal hubungan manusia dengan
tuhan, linkungan, dan sesama. Lebih tegasnya adalah teologi yang memunculkan
kesadaran, yakni suatu matra yang paling dalam pada diri manusia yang memformat
pandangan dunianya,yang kemudian menurunkan pola sikap dan tindakan yang
selaras dengan pandangan dunia itu. Karena itu, teologi pada ujungnya akan
mempunyai implikasi yang sangat sosiologis, sekaligus antropologis.
Dengan pandangan teologi yang
demikian itu, maka alam raya, manusia, tuhan merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan. Alam ray terikat dengan hukum alam (nature of law ) yang
dalam pandangan islam disebut sunnatullah , aturan allah dan ayat allah.
Alam raya ini selanjutnya menjadi kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan
(sains) seperti ilmu fisika,biologi, dan sebagainya. Demikian pula manusia
dalam pandangan islam adalah merupakan ciptaan allah. Secara fisik manusia
terikat dengan sunnatullah, dan secara psikis ia terikat dengan oleh
nilai ilahiah atau kecenderungan kepada agama dan kebenaran. Dengan demikian,
manusia pun merupakan ayat allah. Orang yang mengenal dirinya akan mengenal
tuhannya. Manusia ini secara antologis sebagai objek kajian dalam pengembangan
ilmu pengetahuan(sains) dari segi fisiknya, dan sebagai objek kajian ilmu
psikologi dari segi jiwannya, dan ilmu sosial, dari segi perilaku. Dengan
demikian manusia adalah miniatur alam (makrokosmos) yang di dalam dirinya tuhan
menunjukan kekuasaannya. Selanjutnya masyarakat tempat manusia saling
berinteraksi juga terikat oleh hukum allah. Dan tuhan sendiri dalam pandangan
islam adalah merupaka sumber yang daripada Nya manudia dapat memperoleh
pengetahuan baik secara langsung sebagaimana diperoleh para nabi dan sufi,
maupun tidak langsung melalui wahyunya. Wahyu yang merupakan kumpulan ayat
tuhan yang tertulis ini merupakan objek kajian ilmu agama sebagaimana tersebut
di atas. Dengan prinsip tauhid seperti ini, maaka seluruh ilmu pengetahuan baik
itu dasar kajian alam (sains), maupun ilmu yang dasarnya kajian manusia
masyarakat, wahyu, pada hakikatnya aadalah ayat ayat allah. Bentuk dan macam
ilmu itu berbeda tetapi hakikatnya satu. Dengan prinsip tauhid ini, maka
seseorang akan sampai kepada tuhan dengan menggunakan ilmu tersebut.
Kedua, ilmu pengetahuandalam
islam hendaknya dikembangkan dalam rangka bertakwa dan beribadah kepada allah
swt. Hal ini penting ditegaskan, karena dorongan al-Qur’an untuk mempelajari
fenomena alam dan sosial tampak kurang diperhatikan sebagai akibat dan
perhatian dakwah islam yang semula lebih tertuju untuk memperoleh keselamatan
di akhirat. Hal ini mesti diimbangi dengan perintah mengabdi kepada allah dalam
arti yang luas, termasuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menyesuaikan motivasi
pengembangan ilmiah dengan ajaran islam selain akan meningkatkan kuantitas juga
kualitas ilmiah, karena motivasi utama tidak untuk mendapatkan popularitas dan
imbalan materi atau sekeda ilmu untuk ilmu, melainkan mengembangkan ilmu yang
didorong oleh keiklasan dan rasa tanggung jawab kepada allah. Motivasi
pengembangan ilmu sejak dulu dipraktikan oleh para oleh para ilmuwan muslim
seperti ibnu sina dan lainya itu hendak dijadikan pegangan dalam pengembangan
ilmu di masa sekarang. Dengan demikian untuk tujuan yang membahayakan dan
merugikan manusia serta lainnya yang bertentangan dengan kehendak tuhan.
Ketiga,reorientasi
pengembangan ilmu pengetahuan harus dimulai dengan suatu pemahaman yang segera
kritis atas epistemologi islam klasik dan suatu rumusan kontemporer tentang
konsep ilmu. Perubahan harus ditafsirkan dalam dalam rangka struktur fisik
luarnya, dan infrastruktur dari gagasan epistemologi islam yang abadi harus
dipulihkan dalam keseluruhan. Dalam kaitan ini, maka pengembangan ilmu dalam
bentuk lahiriyah, jagan sampai menghilangkan makna spiritual yang abadi, yakni
sebagai alat untuk menyaksikan kebesaran tuhan.Roger garaudi, misalnya,
mengatakan bahwa setiap ilmu di samping memiliki makna yang dapat dirasakan.
Ilmu matematika misalnua di samping memiliki makna intelegible (dapat
dipikirkan) juga makna sensible (dapat dirasakan). Angka satu misalnya
adalah angka permulaan dalam hitungan yang melambangkan adanya tuhan sebagai
awal dari segala sesuatu. Jika dibelakang angka satu terdapat dua belas angka
0, maka menjadi satu triliun. Namun ketika angka satu tidak lagi di depan angka
nol, maka nol segerobak pun tidak ada maknanya. Ini mengandung arti ketika niat
beribadah semata mata kepada tuhan
berada didepan seluruh amal perbuatan, maka amal perbuatan tersebut akan
bernilai ibadah sebaliknya jika niat ibadah semata mata kepada allah itu tidak
ada lagi pada setiap perbuatan, maka perbuatan tersebut tidak bernilai ibadah.
Keempat, ilmu pengetahuan
harus dikembangkan oleh orang islam yang memiliki keseimbangan antara
kecerdasan akal dan kecerdasan moral yang dibarengi dengan kesungguhan untuk
beribadah kepada allah dalam arti yang seluas luasnya. Hal ini sesuai dengan
apa yang terjadi dalam sejarah di abad klasik, di mana para ilmuwan yang
mengembangkan ilmu pengetahuan adalah pribadi yang taat beribadah pada allah
dan memiliki kesucian jiwa dan raga. Mereka menulis berbagai karya ilmiah
sebagai bentuk ibadah kepada allah. Sedangkan membahas masalah ilmu pengetahuan
adalah tasbih. Mereka menjaga dirinya dari perbuatan dosa dan lain lain yang
dilarang oleh allah. Bahkan jika mengalami kesulitan dalam memahami masalah,
mereka mengatasinya dengan sholat, berdoa dan mendekatkan diri pada allah.
Mohammad Athiyah al Absyari misal menginformasikan tentang kebiasaan ibnu sina
sebagai berikut : “idza wajada syai’an musykilan fayadzahb ila al- masjid
tsumma yatawadla’ wa yushalli wa yad’u hatta yaksyifa maa yahdzubu bih” (jika
ibnu sina menemui kesulitan ia pergi ke masjid kemudian ke masjid dan mengambil
wudhu dan shalat(hajat), dan berdoa hingga sesuatu yang menutupi kecerdasanya
tersingkap). Kebiasaan yang senantiasa menjaga kesucian jiwa dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan juga dilakukan oleh imam Syafi’i. Dalam salah
satu kesempatan Imam Syafi’i berkata : “Syakautu ila waqi su’a hifdzi fa
arsyadani ila tarki ma’ashi wa allamani bi anna al-ilm nurun wa nurullah la
yudhla li al- ashi” (aku mengeluh kepada guru bernama waqi karena betapa
sulitnya aku menguasai pelajaran. Guruku itu menyarankan kepadaku agar aku
meninggalkan perbuatan maksiat, dan mengajarkan kepadaku bahwa ilmu itu cahaya,
dan cahaya allah itu tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat).
Kelima, ilmu pengetahuan
harus dikembangkan dalam kerangka yang integral. Yakni, bahwa antara ilmu agama
dan ilmu umum walaupun bentuknya formalnya berbeda beda, namun hakikatnya
sama, yaitu sebagai tanda kekuasaan
allah. Dengan pandangan yang demikian itu, maka tidak ada lagi perasaan yang
merasa lebih unggul antara satu dan yg lainnya. Ilmu agama berkaitan dengan
pembinaan metal, moral, dan ketahanan batin. Ilmu umum berkaitan dengan
pembinaan fisik, intelektual, dan keterampilan. Satu sama lain ilmu tersebut
berasal dari allah dan harus diabdikan kepada allah.
4. Kesimpulan
Dengan menerapkan lima macam
strategi pengembangan ilmu pngetahuan tersebut, maka akan diperoleh keuntungan
yang berguna untuk mengatasi problema kehidupan masyarakat modern sebagaimana
tersebut di atas. Pertama, ilmu pengetahuan akan berkembang secara dinamis
sesuai dengan tuntutan zaman, karena hanya ajaran islamlah ajaran paling
mementingkan pengembangan ilmup pengetahuan.
Kedua, masyarakat modern
akan mendapatkan momentun kejayaan dan kesejahteraannya yang seimbang, antara
kesejahteraan yang bersifat material dengan kesejahteraan yang bersifat
spiritual, sebagaimana pernah dialami umat islam di zaman klasik. Ketiga, masyarakat
modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antara satu dan yg
lainya saling membantu melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini
terjadi karena ilmu yang dimiliknya diarahkan untuk mengabdi kepada
kemanusiaan. Keempat, islamisasi ilmu pengetahuan akan berdampak pada
timbulnya konsep pendidikan yang integrated antara ilmu agam dan ilmu
umum. Dengan cara demikian dikotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan
sendirinya. Mampukah kita mewujudkan cita cita tersebut, dunia pendidikan yang
harus menjawanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar