MENCARI
HIDAYAH ALLAH
Oleh H Hamzah
Ahmad
Puji serta
syukur, sholawat kepada nabi Muhammad, wasiat taqwa
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
“ Tunjukkanlah kami
jalan yang lurus “(QS. Al-Fatihah [1]: 6)
Kata ihdinaa (tunjukkanlah kami)
dalam ayat di atas merupakan bentuk kata perintah (fi’lu al-amr) dari
kata hadâ-yahdii. Hadâ-yahdii sendiri artinya adalah memberi
petunjuk kepada hal-hal yang benar. Kata hidayah merupakan bentuk fi’lu al
masdar dari kata ini. Dalam Tafsir Munir karya Dr. Wahbah Az Zuhaily,
hidayah ada lima macam. Satu hidayah ke hidayah yang lain bersifat
hierarkis, di mana hidayah yang ada di bawahnya akan menyempurnakan hidayah
yang ada di atasnya. Jadi semakin ke bawah maka semakin tinggi nilainya. Adapun
kelima hidayah tersebut adalah sebagai berikut :
Pertama, hidayah
ilhami. Hidayah
ini adalah fitrah yang Allah SWT berikan kepada semua makhluk ciptan-Nya.
Contohnya, Allah SWT memberikan hidayah ilhami kepada lebah yang suka hinggap
di bunga untuk mengambil saripatinya, dapat membangun sarang yang menurut para
ahli adalah desain yang paling sempurna berdasarkan fungsinya. Seorang bayi
yang lapar diberi hidayah ilhami oleh Allah SWT untuk menangis dan
merengek-rengek pada ibunya agar diberi ASI. Siapakah yang mengajari lebah dan
bayi tadi untuk melakukan hal tersebut? Tentunya kita yang beriman kepada Allah
SWT akan menjawab: itulah kekuasaan Allah SWT yang telah memberikan hidayah
ilhami kepada makhluk-Nya. Semua makhluk yang diciptakan Allah SWT akan menerima
hidayah ini. Dalam bahasa kita, hidayah ilhami ini adalah insting, yang
merupakan tingkat inteligensi paling rendah.
Kedua, hidayah
hawasi. Hidayah
hawasi adalah hidayah yang membuat makhluk Allah SWT mampu merespon suatu
peristiwa dengan respon yang sesuai. Contohnya adalah, ketika manusia
mendapatkan kebahagiaan maka ia akan senang dan jika mendapatkan musibah maka
ia akan sedih. Dalam istilah kita, hidayah hawasi ini adalah kemampuan
inderawi.
Hidayah hawasi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan. Maka respon yang ditimbulkan dari sebuah peristiwa
sangat tergantung dengan lingkungan kita. Jika lingkungan itu normal maka
respon kita akan normal. Misalnya, orang yang mendapatkan musibah akan sedih
karena lingkungannya mengajarkan untuk merespon peristiwa tersebut dengan
bersedih.
Di lain tempat dan
waktu mungkin saja respon ini berubah karena lingkungannya merespon dengan hal
yang berbeda. Maka untuk mendapatkan hidayah hawasi ini kita harus membuat atau
mengondisikan agar lingkungan kita normal alamiah.
مَّنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدي لِنَفْسِهِ وَمَن ضَلَّ
فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً
Barangsiapa yang berbuat sesuai
dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan)
dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi
(kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa
orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS
Al Israa' (17) -Verse 15 )
Ketiga, hidayah
aqli (akal). Hidayah
akal adalah hidayah yang diberikan khusus pada manusia yang membuatnya bisa
berfikir untuk menemukan ilmu dan sekaligus merespon peristiwa dalam
kehidupannya dengan respon yang bermanfaat bagi dirinya. Hidayah akal akan bisa
kita miliki manakala kita selalu mengambil pelajaran dari segala sesuatu,
segala peristiwa, dan seluruh pengalaman hidup kita ataupun orang lain.
Allah begitu
banyak memerintahkan kita untuk senantiasa mengambil hikmah dan ‘ibroh
dari segala kejadian dalam kehidupan ini, dengan harapan kita tidak terjebak
pada permasalahan yang sama. Hidayah akal ini akan bekerja dengan ilmu yang
diperoleh, dari proses pembelajaran kehidupan yang telah dilakukan, yang
kemudian digunakan untuk memilih respon yang terbaik bagi diri di masa
mendatang. Semakin banyak kita mengambil pelajaran maka semakin tinggi kualitas
hidayah akal kita.
Namun Hidayah akal
ini mempunyai keterbatasan dalam menyeragamkan respon terhadap sebuah kejadian
untuk seluruh manusia. Ada pepatah “lain ladang, lain pula belalangnya. Lain
kepala, lain pula isinya.” Mungkin respon tertentu baik menurut kita, akan
tetapi belum tentu baik menurut orang lain. Maka diperlukan sebuah standar
untuk menyeragamkan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang hak dan mana
yang batil. Jawaban untuk hal ini ada pada tingkatan hidayah selanjutnya.
Keempat, hidayah
dien (agama). Hidayah
agama adalah sebuah panduan ilahiyah yang membuat manusia mampu
membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan yang buruk.
Hidayah agama ini merupakan standard operating procedure (SOP) untuk
menjalani kehidupan. Tentunya yang membuatnya adalah yang Maha segala-galanya,
yang menciptakan manusia itu sendiri, yaitu Allah SWT. Karena yang Allah SWT
tentukan, pastilah itu yang terbaik. Allah SWT berfirman :
….وَعَسَى
أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا
وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
”…. Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).
Maka apa saja yang
ditentukan oleh agama, pastilah itu yang terbaik untuk kita. Hidayah agama ini
bisa kita peroleh manakala kita selalu belajar dan memperdalan agama Islam ini.
Seperti
Allah SWT tegaskan dalam Alqur’an Ali
Imran (3) -Verse 80
وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَن تَتَّخِذُواْ الْمَلاَئِكَةَ
وَالنِّبِيِّيْنَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُم بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنتُم
مُّسْلِمُونَ
”Tidak wajar bagi
seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hikmah dan kenabian,
lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku
bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi
orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.” (QS. Ali Imran [3]: 79).
Semua orang mampu
mempelajari agama ini (Al Qur’an dan As Sunnah), akan tetapi tidak semua orang
berkemauan untuk mengamalkan agama ini. Kemauan untuk mengamalkan agama akan
berbanding lurus dengan sejauh mana kita bisa manggapai hidayah taufiq.
Kelima, hidayah
taufiq. Hidayah
taufiq adalah adalah hidayah yang membuat manusia hanya akan menjadikan agama
sebagai panduan hidup dalam menjalani kehidupannya. Hidayah taufiq ibarat benih
yang Allah SWT semaikan di hati yang tidak hanya bersih dari segala hama
penyakit, tetapi juga subur dengan tetesan robbani. Bersih dan suburnya
hati akan terlihat dari pohon-pohon kebaikan dan amal yang tumbuh di atasnya.
Hanya kesungguhan yang akan membuat kita pantas menerima hidayah taufiq dari
Allah SWT. Firman Allah SWT :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
”Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut [29]: 69).
Maka tidak ada jalan
lain agar kita mendapatkan Hidayah Taufiq Allah SWT, kecuali dengan jalan
bersungguh-sungguh dan berjihad untuk menjalankan dan mengamalkan agama yang
indah ini.
Hidayah Allah SWT
memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Semakin besar perjuangan dan
kesungguhan kita, maka insya Allah kita akan semakin mudah mendapatkannya,
karena semuanya tergantung kepada usaha kita. Hidayah Allah SWT ibarat sinar
matahari yang menyinari seluruh alam ini, dan kita adalah penerima sinar
tersebut. Jika kita membuka diri dengan hati yang bersih maka kita akan mudah
untuk mendapatkan sinar hidayah Allah SWT. Tapi jika kita menutupi hati dan
diri kita dengan kotoran dan hama penyakit hati maka kita akan sulit untuk
mendapatkan sinar hidayah-Nya.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُوْلَئِكَ
هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. ( QS
Al Bayyinah (98) ayat 7 )
Semoga
bermanfaat. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar