Keutamaan Orang yang Bisa Terus
Istiqomah
Oleh Drs.H Hamzah
MM
Kehidupan dunia yang di anugrtahkan Allah kepada kita
manusia akan memperoduksi amal
yang akan di apresiasikan dengan nilai
yang sangat besar di hadapan Allah.
Tidak ada kinerja manusia yang
tidak mendapatkan nilai di hadapan Allah. Kemudian dalam langkah kehidupan tersebut
Tentunya manusia akan mengalami berbagai regulasi dan situasi yang beraneka
ragam kondisinya. Hanya dengan
satu komitmen yang matang maka akan muncul nilai posisitif di sisi Allah tersebut, oleh karenanya perlu melakukan satu kinerja istiqomah. Yang dimaksud istiqomah
adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke kiri
maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan
(kepada Allah) lahir dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.
Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali. Di
antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah
Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat:
30)
Berbagai pemikiran yang muncul
dari para ulama
dengan berbagai karyanya, yang dimaksud dengan istiqomah di sini
terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
1. Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu
Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
2. Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
3. Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut
menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.
Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena
semuanya tidak saling bertentangan. Ayat di atas menceritakan bahwa orang
yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka malaikat pun akan
memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput “Janganlah takut dan
janganlah bersedih“. Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat
tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah
bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan
tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu
pula mereka diberi kabar gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan
mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari berbagai macam
kejelekan. Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan
hanya dikatakan ketika maut menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan
ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa
istiqomah. Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun
berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah,
Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”
Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu
wa ta’ala,: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Rabb kami ialah Allah”, kemudian
mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka
kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14)
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau
berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara
islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang
lain setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, "selain engkau"].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah:
“Aku beriman kepada Allah“, kemudian beristiqamahlah dalam ucapan
itu.” Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini seluruhnya.”
Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah
Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi
tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara
utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah pada
firman Allah Ta’ala,
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
وَوَيْلٌ لِّلْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti
kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka
tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun
kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6).
Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar
(memohon ampun pada Allah). Ibnu Rajab
Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun
kepada-Nya” merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam
istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi kekurangan ini adalah
istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat
dan istiqomah (di jalan yang lurus).”
Kiat-Kiat Agar Tetap Istiqomah
Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh
dalam keimanan.
Pertama: Memahami dan mengamalkan dua
kalimat syahadat dengan baik dan benar.
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ
وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاء
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah
menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”
(QS. Ibrahim: 27)
Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman Jawabannya
adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua
kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan
benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan
Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat
syirik. Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa
beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan
hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Dengan
menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki
aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras
Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh
adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan
yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.
Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati
orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus.
Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an
itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang
telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur
untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
terdapat dalam ayat, “Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al
Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah
supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya
secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh
dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati
yang sedang ragu.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang
yang beriman.” (QS. Fushilat: 44).
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda
antara orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang
hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya. Orang yang
giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh
dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus
istiqomah.
Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan
syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen
dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan.
Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang
sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah
–radhiyallahu ‘anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh
Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
‘Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan
keras untuk merutinkannya. An Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik
dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah
bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan,
dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga
akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa
Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan
ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun
sesekali saja dilakukan.”
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Amalan yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan
(kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu
saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat
‘Abdullah bin ‘Umar.” Yaitu Ibnu ‘Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat
malam. Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut
juga dapat mencegah masuknya virus “futur” (jenuh untuk beramal). Jika
seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan
jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus),
maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu
ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting kontinu walaupun
jumlahnya sedikit.
Keempat: Membaca kisah-kisah orang sholih
sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul,
dan orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan
untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan
orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini
telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi
orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11) Oleh karena itu, para salaf
sangat senang sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil
teladan. Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun
tidak pernah kesepian dan gundah gulana, serta hati akan terus kokoh.
Kelima: Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.
Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdo’a
kepada Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam Al Qur’an
Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu
berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan berapa banyaknya nabi
yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang
bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di
jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah
menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya
Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan
kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran:
146-148). Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,
………………..رَبَّنَا
أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ
الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan
teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.”
(QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan ketegaran di atas jalan
yang lurus adalah,
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
"Ya Rabb kami, janganlah
Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam panjatkan adalah,“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa
diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas
agama-Mu).”
Keenam: Bergaul ( berkomunitas
) dengan orang-orang sholih.
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu sebab utama
yang membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah
mereka. Allah Ta’ala berfirman, “Bagaimana mungkin
(tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan
kepada kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa
yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi
petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan
kebaikan dan sering menasehati kita. “Seseorang yang duduk (berteman)
dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan
pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk
olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman
dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus
terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”
Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat,
kita dituntunkan untuk mencari teman yang baik, apalagi dengan mencari
pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan
menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi
teman ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang
sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin teguh dalam
menjalani agama. Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah. Semoga
Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran agama yang hanif (lurus)
amien. Jeruk Purut
29 Robiul Tsani 1434 H.