“ Hubungan Agama dalam Bernegara bagi ummat
Islam “
Oleh Drs. H Hamzah MM
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا
هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًاأَمَّا بَعْدُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًاأَمَّا بَعْدُ
Hadirin Jama’ah Shalat Jum’at yang
berbahagia
Puji syukur kepada
Allah,....Sholawat serta salam
kepada Rasulallah SAW,....Wasiat Taqwa.......
Iklim
kehidupan berbangsa dan bernegara di era reformasi seperti sekarang ini telah
memperlihatkan perubahan kehidupan demokrasi dan perpolitikan di Indonesia,
Fenomena yang ada, dimana kebebasan mengekspresikan hak hidup sebagai warga
negara dan menyampaikan aspirasi politik begitu marak dilakukan oleh warga
masyarakat. Tetapi patut disayangkan, terkadang hal itu dilakukan dengan
menabrak rambu-rambu hukum dan peraturan yang ada serta terlepas dari kendali
moral, khususnya menabrak hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur`an yang
merupakan sumber hukum dari segala permasalahan yang seharusnya dipatuhi dan
dijunjung tinggi oleh warga negara yang
mayoritas muslim
Selanjutnya
Bagaimana sebenarnya Hubungan Agama
dalam Bernegara bagi ummat Islam ?
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab
Islam, bahwa memilih pemimpin atau mengangkat pejabat untuk suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan kaum muslimin,
hukumnya adalah wajib (al Imamah, al Aamidy: 70-71). Karena keberadaan seorang pemimpin, dalam
pandangan Islam, berfungsi untuk menegakkan agama Allah serta untuk menyiasati
dan mengatur urusan duniawi masyarakat dengan mengacu kepada agama (Muqadimah
Ibnu Khaldun: Hal 211).
Hadirin Rohimakumullah,....
Imam
Al Ghazali dalam
kitabnya Al Iqtishad fil I’tiqad “Karena itu,
dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan
pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala
sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang
tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap”.
Prof.Dr
Zakiah Darajat :
seorang
pakar Pendidikan : Agama dan moral merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
terpisahkan dalam suatu Negara (one body unity).
Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul
Fatawa juz 28 halaman 394, beliau mengatakan “Jika
kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan,
niscaya keadaan manusia akan rusak”.
Moh
Mahfud MD
( Tokoh Islam ) “ Etika Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Konstitusi (17/10/2012), adalah
dengan adanya moralitas dalam bernegara maka masyarakat akan hidup tentram dan
saling mengasihi, membantu satu sama lainnya, begitu pula dengan keyakinan yang
merupakan landasan dari sebuah perbuatan.
Dalam kehidupan
manusia berbangsa dan bernegara serta
beragama,sudah semestinya manusia mengikuti
aturan main yang Allah berikan
kepadanya dalam kitab sucinya.Kita ummat
Islam mutlak (Wajib) harus
mengikuti alqur,an jika ingin selamat
Dunia dan akhirat.
Diantara
ayat ayat alqur,an terdapat ayat perintah dan ayat larangan. Diantara ayat larangan Allah berfirman dalam QS. Ali
Imran: 28 yang berbunyi:
لَا يَتَّخِذِ
الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ
تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang
mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[1]
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri
dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap
diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu). ( QS
Ali Imron 28 )
Hadirin
Rohimakumullah,....
Lebih tegas lagi, Imam Ibnu Taimiyah menyatakan, bahwa
fungsi jabatan apapun di dalam Islam bertujuan untuk
amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini berlaku untuk jabatan-jabatan yang
mengatur berbagai keperluan
hidup warga bangsa ( Eksekutif,Legislatif
dan Yudikatif ) (al Hisbah: 8-14).
Dari kondisi
yang sedang berkembang saat ini, yaitu “
Menentukan seorang Pemimpin bangsa
“sebagai ummat Muslim yang mayoritas
pada Negeri yang kita
cintai ini, seyogyanya kita mampu mencerdaskan pemikiran kita pada
nuansa qur’aniyah ( agamis ).
Ummat islam hidup
harus merujuk pada alqur,an,untuk mendapatkan
informasi yang benar
tentang sebuah ayat alqur,an
setidaknya kita harus mereferensikan beberapa
pemikiran ulama dan ahli tafsir sebagai
acuan kehidupan beragama seorang muslim. Dan juga asbabun nuzul sebuah ayat
di turunkan kepada
Rasulallah SAW
Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini,
yakni sebagai berikut :
1. Dalam tafsir AtTabari (3/228) dikatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Al-Hajjaj bin Amr, yang mempunyai teman orang-orang Yahudi yaitu Ka’ab bin Al-Asyraf, Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid kemudian ada beberapa sahabat yang menasehatinya dan berkata :”Jauhilah mereka dan engkau harus berhati-hati karena mereka nanti akan memberi fitnah kepadamu tentang agama dan kamu akan tersesatkan dari jalan kebenaran.” Namun sahabat yang dinasehati mengabaikan nasehat ini, dan mereka masih tetap memberi sedekah kepada orang-orang Yahudi dan bersahabat dengan mereka, maka kemudian turun ayat tersebut.
2. Sedangkan dalam
tafsir Al-Qurthubi (4/58) disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra berkata
bahwasanya ayat ini turun kepada Ubadah bin Shamit, bahwasanya beliau mempunyai
beberapa sahabat orang Yahudi dan ketika Nabi Muhammad saw keluar bersama para sahabatnya untuk berperang (Ahzab)
Ubadah berkata kepada Rasulullah “wahai Nabi Allah aku mambawa lima ratus orang
Yahudi mereka akan kelur bersamaku dan akan ikut memerangi musuh.” Maka
kemudian turunlah ayat tersebut.
Penjelasan Kata
لَا يَتَّخِذِ : Tidak menjadikan
أوليآء :
Kata Auliya’ adalah bentuk jama’ dari kata wali (yang berarti teman yang
akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong). Yakni janganlah
menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin (juga teman dekat), dan jangan
memberikan kepada mereka dengan memberi pertolongan sebagai bentuk loyalitas,
menyatakan kecintaan dan dukungan (dalam masalah agama)
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ : Yakni Allah
ta'ala berlepas diri darinya, maka ia akan celaka. تُقَاةً: Melindungi
diri dengan menggunakan lisan (ucapan) yaitu kata-kata yang dapat melunakkan
sikap orang dan menjauhkan permusuhan.
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ : Allah ‘Azza wa jalla memberi peringatakan dan kewaspadaan kepadamu terhadap siksaan-Nya yaitu jika kamu berbuat maksiat kepada-Nya.
Menurut al Qurthubi, ayat ini memiliki kandungan dua
hal,
1).Larangan
memberikan loyalitas dan kasih sayang kepada orang kafir.
2).Bolehnya
bertaqiyah (menyembunyikan keimanan karena takut) karena lemahnya umat islam
kala itu. (Tafsir al Qurthubi : 4/57)
Tafsir at
Thabari (6/313) : Ayat ini adalah
larangan dari Allah ’azza wa jalla kepada orang-orang mukmin untuk
menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, pelindung, dan mencintainya. Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir
(2/30) : (Dengan ayat ini) Allah melarang hamba-hambanya yang beriman untuk
berwala’ (memberikan loyalitas) kepada orang-orang kafir dan mengambil mereka
sebagai wali. Dan banyak lagi tafsir
yg mengungkapkan akan hal ini.
D.
Ayat yang serupa (larangan mengangkat orang kafir
sebagai wali)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ
تَتَّخِذُواْ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَن
تَجْعَلُواْ لِلّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi wali [368]
dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang
nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ? ( QS An Nisaa (4) -Verse 144 )
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan
Allah,
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab
Islam, bahwa memilih pemimpin atau mengangkat pejabat untuk suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan kaum muslimin,
hukumnya adalah wajib (al Imamah, al Aamidy: 70-71).
Jabatan merupakan amanah
yang harus ditunaikan sebaik-baiknya karena ia akan
dipertanggungjawabkan di dunia kepada rakyat, dan kepada Allah kelak di
akhirat. Rasulullah saw. pernah mengingatkan Abu Dzar ra. yang sempat meminta
jabatan. Beliau katakan, “Sesungguhnya jabatan ini adalah amanah dan
sesungguhnya di akhirat akan menyebabkan kekecewaan dan penyesalan, kecuali
bagi yang berhak menerimanya dan mampu menunaikan tugas sebagaimana mestinya”
(HR. Muslim, no:1826).
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan
Allah,
Terdapat beberapa indikator di dalam Al-qur’an,
sebagai acuan kita dalam memilih pemimpin.
Pertama, bahwa seorang
kandidat harus memiliki track record yang baik sebelum ia diangkat sebagai
pemimpin, ia memiliki misi dan visi yang mulia untuk menyelamatkan bangsanya
dari keterpurukan dan keterbelakangan di segala sektor kehidupan. Hal ini
diisyaratkan ketika Allah swt. mengangkat nabi Ibrahim as. sebagai pemimpin
bagi seluruh manusia, karena prestasinya yang luar biasa dalam menunaikan misi
yang diembannya. Ibrahim dinilai berhasil dalam berdakwah menegakkan tauhid dan
mengembalikan loyalitas dan kepatuhan manusia kepada aturan Allah semata. Sejak
remaja, ketika ia berhasil menumbangkan berhala-berhala lalu ia dibakar
hidup-hidup, hingga usianya yang senja, ketika diuji agar menyembelih putranya,
Ismail, dan membangun Ka’bah sebagai lambang kemurnian tauhid, Ibrahim tetap
konsisten dalam memegang idealismenya, yakni membawa misi dakwah kerahmatan
untuk alam semesta. Yaitu ajaran Tauhid
( mengesakan Tuhan )
Kedua, kita harus
mengangkat pemimpin yang seiman. Allah berfirman, “Janganlah orang-orang
beriman mengambil orang-orang kafir sebagai wali (pemimpin, teman dekat,
pelindung) dengan meninggalkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka..” (QS. Ali Imran: 28).
Ketiga, memilih
pemimpin juga harus memperhatikan asal-usul kelompok, partai, dan relasi-relasi
dekat sang kandidat. Karena betapapun bersih dan keshalihan sang calon, apabila
ia berada dalam lingkaran pertemanan, kelompok atau partai yang busuk, lambat
laun keshalihannya akan terkikis dan keberadaannya justeru akan dimanfaatkan
oleh kelompoknya demi menjustifikasi prilaku menyimpang mereka.
Keempat, pemilih juga
harus jeli melihat motivasi sang calon. Orang yang ambisius dalam mencari
jabatan tidak layak untuk diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Di antara
indikasinya, jika ia menempuh segala jalan dan menghalalkan semua cara untuk
mendapatkan jabatannya, di antaranya menyuap (money politic), memalsukan
berkas-berkas pencalonan dan sebagainya. “Dan di antara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan ia mempersaksikan kepada
Allah atas (ketulusan) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling
keras. Dan apabila ia berkuasa, maka ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah
tidak menyukai kerusakan” (QS. Al-Baqarah: 204-205).
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan
Allah,
Satu contoh
hukum mengapa ummat islam harus berpegang kepada kandungan Alqur,an. Ketika Allah melarang
umat islam untuk memakan daging babi umat islam merasa takut akan ancaman Allah
padahal Allah hanya memperingatkan dalam alquran berupa satu ayat saja. Tetapi
ketika Allah memerintahkan umat islam untuk memilih pemimpin se Aqidah dengan
mengulang nya setidaknya lebih dari lima kali didalam ayat yang berbeda,tetapi
banyak sekali umat islam yang mengingkarinya .
Untuk itu tugas kitalah yang sudah mengetahui dan
memahami perintah Allah dalam memilih
pemimpin yang seakidah agar dapat menyampaikan kepada keluarga dan masyarakat
kita.Selain itu, masih terdapat indikator-indikator lain dalam memilih pemimpin
dalam Alqur’an, seperti ia harus mempunyai intergritas
keilmuan yang terkait dengan kepemimpinannya, sehat jasmani-ruhani dan sebagainya. (QS.
Al-Baqarah: 247 dan Al-Qashash: 26).
Hadirin Rohimakumullah
Akhir dari khutbah
ini, semoga seluruh ummat
islam di bukakan hatinya yang
paling dalam untuk mengkaji
secara cermat dan penuh wacana keimanan, sehingga
Agama Allah (Islam) akan di
jadikan rujukan dalam hidupnya menentukan seorang pemimpin dalam proses bernegara dan berbangsa. Amien
وَاعْتَصِمُواْ
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
“Bersatulah dengan tali Allah dan janganlah
berpecah-belah” (QS. Al Imran: 103)