Khutbah Idhul Fitri 1434 H
MASJID ISTIQOMAH MEDCO JAKARTA
Drs.H.Hamzah Ahmad MM
للهُ
أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ
) الْحَمدُ لله كَثيْرًا واللهُ أكْبَرُ كَبِيْراً ، وَسُبْحَانَ اللهِ
بُكْرَةً وَأصِيْلاً ، لَهُ الْحَمْدُ جَلَّ وَعَلاَ عَلىَ نَعْمَائِهِ ، وَلَهُ
الشُّكْرُ عَلىَ سَرَّائِهِ ، وَلَهُ الصَّبْرُ عَلىَ مَا قَضَى مِنْ بَلاَئِهِ ،
وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، نَبِيُّهُ الْمُصْطَفَى ، وَرَسُوْلُهُ الْمُجْتَبَى
، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلهِ
وَأصَحَابِهِ أجْمَعِيْنَ ، أمَّا بَعْدُ ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ
وإيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ ، وَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَخَابَ مَنْ طَغَى. قَالَ
تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Tema : Idhul Fitri Mengenang Perjanjian Promordial antara Manusia dengan Allah SWT.
Dalam suasana pagi hari yang khidmat berselimut rahmat dan
kebahagiaan ini, marilah kita senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat
Allah SWT, atas segala curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua,
sehingga di pagi hari yang cerah ini kita dapat menunaikan sholat ‘dul Fitri
dengan khusyu’ dan tertib.
Sholawat di iringi salam
tidak terlupakan kita kirimkan
kepada Nabi Akhir
Zaman Nabi Muhammad SAW, melalui
khubah ini mari kita
lenjutkan dan pertahankan Iman dan taqwa
kita dengan maksimal,…
Hari ini, takbir dan tahmid berkumandang di seluruh penjuru
dunia, mengagungkan asma Allah SWT. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari
satu setengah milyar umat manusia di muka bumi Allah ini,di setiap sudut
kehidupan, di masjid, di surau,di lapangan,di kampung-kampung, di
gunung-gunung, di pasar, dan di seluruh pelosok negeri umat Islam.
Pekik suara takbir itu juga kita bangkitkan disini, di bumi tempat kita bersujud dan bersimpuh ke hadirat-Nya. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara malaikat nan khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah SWT. Getarkan qalbu (hati) mukmin yang tengah dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja’ (pengharapan) akan hari perjumpaannya dengan Sang Khaliq, Dzat yang mencipta jagat raya dengan segala isinya.
Pekik suara takbir itu juga kita bangkitkan disini, di bumi tempat kita bersujud dan bersimpuh ke hadirat-Nya. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara malaikat nan khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah SWT. Getarkan qalbu (hati) mukmin yang tengah dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja’ (pengharapan) akan hari perjumpaannya dengan Sang Khaliq, Dzat yang mencipta jagat raya dengan segala isinya.
Kumandang takbir dan tahmid itu sesungguhnya adalah wujud kemenangan dan rasa syukur kaum muslimin kepada Allah SWTatas keberhasilannya meraih fitrah (kesucian diri) melalui mujahadah (perjuangan lahir dan batin) dan pelaksanaan amal ibadah selama bulan suci Ramadhan yang baru berlalu. Allah SWT menegaskan :
وَلِتُكْمِلُوْا
العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu semoga kamu bersyukur
(kepada-Nya).” (QS. al-Baqoroh : 185)
Rasulullah SAW bersabda:
زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر
Artinya : “Hiasilah
hari rayamu dengan takbir.”
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang Ied
yang di muliakan Allah.
Islam sesungguhnya telah mengajarkan takbir kepada umatnya, agar
ia senantiasa mengagungkan asma Allah SWT kapanpun dan di manapun, saat adzan
kita kumandangkan takbir, saat iqamah kita lafalkan takbir, saat membuka shalat
kita ucapkan takbir, saat bayi lahir kita perdengarkan kalimat takbir, saat
menyembelih hewan kita baca takbir, bahkan saat di medan laga perjuangan, kita
juga mengumandangkan suara takbir.
Tiga hal inti akan khotib kemukakan dalam khutbah
ini :
Pengertian Idhul Fitri,
Memaknai Idhul Fitri dan Hikmah
Idhul Fitri dalam hidup manusia.
Bagaimana sebenarnya
kita merayakan hari kemenangan
ini ?
Definisi
‘Ied
Kata “Ied”
menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari
sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata “Al ‘Aud” yang
berarti kembali dan berulang. Dinamakan “Al
‘Ied” karena pada hari tersebut Allah memiliki berbagai macam kebaikan
yang diberikan kembali untuk hamba-hambaNya, yaitu bolehnya makan dan minum
setelah sebulan dilarang darinya, zakat fithri dan lain sebagainya. Dan
terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya
berbagai kebaikan ini. (Ahkamul
‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang Ied
yang di muliakan Allah.
Idul Fitri (kembali ke fitrah), ya suatu hari raya yang
dirayakan setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu bulan
penuh. Dinamakan Idul Fitri karena manusia pada hari itu laksana seorang bayi
yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai dosa dan salah.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal
kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua
kembali pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan
mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dalam istilah sekarang ini
dikenal dengan ”Perjanjian Primordial” sebuah perjanjian antara manusia
dengan Allah yang berisi pengakuan ke Tuhan an, sebagaimana yang terekam dalam
surah al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ
بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Artinya : (Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
Artinya : (Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang Ied
yang di muliakan Allah.
Kebahagiaan yang
kita peroleh adalah berkat limpahan rahmat dan maghfiroh-Nya
sebagaimana yang tersurat dalam sebuah hadis Qudsi dalam kitab Durrotun
Nashihin :
اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلىَ
عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ
اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا اُمَّةَ مُحَمَّدٍ
اِرْجِعُوْااِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ
فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى
فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Artinya: “Apabila
mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya
kamu sekalian maka Allah pun berkata: 'Wahai Malaikatku, setiap orang yang
mengerjakan amal kebajian dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah
mengampuni mereka'. Sesorang kemudian berseru: 'Wahai ummat Muhammad, pulanglah
ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan
kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata: 'Wahai hambaku, kalian telah berpuasa
untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah
mendapatkan ampunan.”
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang Ied
yang di muliakan Allah.
Luar biasa
hadis qudsi diatas kita
saat ini telah menjadi manusia manusia baru di hadapan Allah, karena
dosa dosa kita, kehilafan hidup
kita, maksiat kita, telah diampuni oleh Allah SWT. : يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى
وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Dalam hadis
yang Baginga Rasulallah juga bersabda :
Artinya :Pada
hari raya Idhul
Fitri Allah menugasi
para malaikat agar turun ke Bumi, lalu merekapun turun ke bumi
dan mereka berseru : Hai
ummat Nabi Muhammad,
keluarlah menuju ampunan Tuhanmu yang Mulia, dan ketika ummat
melaksanakan Ibadah Ied, Allah
berfirman : kalian saksikan,
hai para
malaikatKu, bahwa telah Ku
jadikan pahala mereka
pada puasa mereka menjadi
keridhoan dan ampunan.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang Ied
yang di muliakan Allah.
Dalam suasana kemenangan ini, marilah kita menghayati kembali
makna kefitrahan kita, baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifatullah
fil ardli. Idul Fitri yang dimaknai kembali kepada kesucian ruhani,’ atau
‘kembali ke asal kejadian manusia yang suci, atau ‘kembali ke agama yang
benar’, sesungguhnya mengisyaratkan, bahwa setiap orang yang merayakan Idul
fitri berarti dia sedang merayakan kesucian ruhaninya, mengurai asal
kejadiannya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar, keberagamaan yang
diridlai Allah swt.
Di sinilah sesungguhnya letak keagungan dan kebesaran hari raya
Idul fitri, Hari di mana para hamba Allah merayakan keberhasilannya
mengembalikan kesucian diri dari segala dosa dan khilaf melalui pelaksanaan
amal shaleh dan ibadah puasa Ramadhan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ
إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Siapa yang
berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar,
maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Imam Muslim).
Namun patut diingat, bahwa dosa atau kekhilafan antar sesama
umat manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan, dan karena
itulah, mari kita jadikan momentum Idul Fitri yang suci ini untuk saling
meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan antar sesama, kita buang
perasaan dendam, kita sirnakan keangkuhan dan kita ganti dengan pintu maaf dan
senyum sapa yang tulus penuh dengan persaudaraan dan kehangatan silaturrahim
antar sesama. Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu mensucikan dirinya ini,
Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :
وَمَنْ تَزَكَّى
فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ
اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ
الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21).
Artinya : “Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya
dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya
kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan
orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan
terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?”
(QS. al-Fathir : 18-21)
Pada ayat tersebut, Allah SWT membandingkan antara orang yang
mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang
melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan
panas.
Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah
hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang
menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan
lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang
mampu menjadi lentera di kala gelap, dan menjadi payung berteduh di kala panas.
Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa
al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama
Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi
Muhammad saw.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Dalam proses beragama,
dengan selesainya ibadah romadhan berarti kita
telah berusaha menjadi makhluq
yang menghambakan diri kepada
Allah. Kita bermunajat semoga seluruh
aktifitas Romadhan kita memperoleh hasil yang
bernilai di sisi Allah, memang di proses kehidupan dunia ini kita
tidak dapat merasakan langsung value
itu, tetapi pasti di kehidupan
berikutnya kita akan
tersenyum dengan apa yang di janjikan Allah kepada kita.
Kemenangan yang sudah kita peroleh dari sudut pandang agamis hari ini merupakan atu kemenangan kecil, karena ulama memberikan nasehat dalam kitab - kitab
referensi keislaman, terdapat 5
hari raya dalam kehidupan manusia :
1) Setiap hari dimana
seorang mukmin tidak sedikitpun melakukan dosa kepada
Allah, berarti itu hari raya
baginya.
2) Hari, dimana manusia meninggal dunia dengan membawa iman sayahadat dan
benteng dari godaan syaetan,
berarti itu hari raya
baginya.
3) Hari, dimana manusia terjaga dari
malaikat Zabaniyahdan aman saat melintas
syirotolmustaqiem di yaumil
qiyamah, itu hari raya
baginya.
4) Hari, dimana manusia di
masukan ke dalam syurganya Allah, itu adalah hari Raya
baginya
5)
Hari, dimana kita menikmati dapat memandang Allah SWT,
itu hari
raya baginya.
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu berubah karena
pergaulan, karena pengaruh budaya dan lingkungan, karena latar belakang
pendidikan dan karena faktor-faktor lain, maka agar Fitrah itu tetap
terpelihara kesuciannya, hendaknya ia selalu mengacu pada pola kehidupan islami
yang berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah dan teladan para ulama, pola kehidupan
yang bersendikan nilai-nilai agama dan akhlak mulia, sehingga darinya
diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, insan kamil yang memiliki
keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta tangguh menjawab berbagai
peluang dan tantangan kehidupan.
Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah shaum -sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT.
Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah shaum -sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT.
Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah shaum
diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama
dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Di dalam kitab Madzahib
fît Tarbiyah diterangkan bahwa di
dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni
naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini,
yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri Syahwat.
Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia
terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu
sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan.
1) Pertama, sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu.
2) Kedua, sifat buas (سَبُعِيَّةْ) ;
tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu
menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar.
3) Ketiga, sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu
yang menjatuhkan martabat manusia.
Jika ketiga tiga sifat
ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya
akan terjadi sebuah perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan.
Dimana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, penguasa lupa akan
tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, ketaatan akhirnya
dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.
Sedangkan satu-satunya
sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ) ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah
kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik
mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari
oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul
karimah).
Selanjutnya, ia akan menjadi
insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan
yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri
dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana
firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ
النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
"…dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)
Kesimpulan dari khutbah iedul Fitri 1434 H ini,
Hendaknya kita mampu mengembalikan nilai
nilai kesucian kita yang sudah di
berikan kembali oleh Allah SWT.
Kita jaga dengan sebaik baik baiknya anugrah itu dalam 11
bulan kedepan. Sehingga kapasitas
dan kafabilitas jati diri
kita tetap mulia
di hadapan Allah SWT Amien.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْمِ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى
فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ
اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ
فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ
لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar