Sabtu, 10 Agustus 2013

Khutbah Idhul Fitri 1434 H



Khutbah  Idhul  Fitri  1434  H
MASJID  ISTIQOMAH MEDCO JAKARTA
Drs.H.Hamzah  Ahmad  MM


 
للهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ

 ) الْحَمدُ لله كَثيْرًا واللهُ أكْبَرُ كَبِيْراً ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً ، لَهُ الْحَمْدُ جَلَّ وَعَلاَ عَلىَ نَعْمَائِهِ ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلىَ سَرَّائِهِ ، وَلَهُ الصَّبْرُ عَلىَ مَا قَضَى مِنْ بَلاَئِهِ ، وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، نَبِيُّهُ الْمُصْطَفَى ، وَرَسُوْلُهُ الْمُجْتَبَى ، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلهِ وَأصَحَابِهِ أجْمَعِيْنَ ، أمَّا بَعْدُ ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وإيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ ، وَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَخَابَ مَنْ طَغَى. قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah

Tema : Idhul  Fitri  Mengenang  Perjanjian  Promordial antara  Manusia  dengan Allah SWT.

Dalam suasana pagi hari yang khidmat berselimut rahmat dan kebahagiaan ini, marilah kita senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala curahan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga di pagi hari yang cerah ini kita dapat menunaikan sholat ‘dul Fitri dengan khusyu’ dan tertib.
Sholawat  di iringi  salam  tidak  terlupakan kita kirimkan kepada  Nabi  Akhir  Zaman Nabi Muhammad SAW, melalui  khubah ini  mari  kita  lenjutkan dan pertahankan Iman dan taqwa  kita  dengan maksimal,…
Hari ini, takbir dan tahmid berkumandang di seluruh penjuru dunia, mengagungkan asma Allah SWT. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu setengah milyar umat manusia di muka bumi Allah ini,di setiap sudut kehidupan, di masjid, di surau,di lapangan,di kampung-kampung, di gunung-gunung, di pasar, dan di seluruh pelosok negeri umat Islam.
Pekik suara takbir itu juga kita bangkitkan disini, di bumi tempat kita bersujud dan bersimpuh ke hadirat-Nya. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara malaikat nan khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah SWT. Getarkan qalbu (hati) mukmin yang tengah dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridha, penuh roja’ (pengharapan) akan hari perjumpaannya dengan Sang Khaliq, Dzat yang mencipta jagat raya dengan segala isinya.

Kumandang takbir dan tahmid itu sesungguhnya adalah wujud kemenangan dan rasa syukur kaum muslimin kepada Allah SWTatas keberhasilannya meraih fitrah (kesucian diri) melalui mujahadah (perjuangan lahir dan batin) dan pelaksanaan amal ibadah selama bulan suci Ramadhan yang baru berlalu. Allah SWT menegaskan :
وَلِتُكْمِلُوْا العِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلىَ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kamu semoga kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. al-Baqoroh : 185)  Rasulullah SAW bersabda:
زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر
Artinya : “Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang  Ied yang  di muliakan Allah.
Islam sesungguhnya telah mengajarkan takbir kepada umatnya, agar ia senantiasa mengagungkan asma Allah SWT kapanpun dan di manapun, saat adzan kita kumandangkan takbir, saat iqamah kita lafalkan takbir, saat membuka shalat kita ucapkan takbir, saat bayi lahir kita perdengarkan kalimat takbir, saat menyembelih hewan kita baca takbir, bahkan saat di medan laga perjuangan, kita juga mengumandangkan suara takbir.
Tiga  hal inti  akan khotib kemukakan  dalam khutbah  ini :
Pengertian Idhul  Fitri, Memaknai Idhul  Fitri dan Hikmah Idhul  Fitri dalam hidup manusia.
Bagaimana  sebenarnya  kita  merayakan hari kemenangan ini ?
Definisi ‘Ied
Kata “Ied” menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata “Al ‘Aud” yang berarti kembali dan berulang. Dinamakan “Al ‘Ied” karena pada hari tersebut Allah memiliki berbagai macam kebaikan yang diberikan kembali untuk hamba-hambaNya, yaitu bolehnya makan dan minum setelah sebulan dilarang darinya, zakat fithri dan lain sebagainya. Dan terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya berbagai kebaikan ini. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang  Ied yang  di muliakan Allah.
Idul Fitri (kembali ke fitrah), ya suatu hari raya yang dirayakan setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu bulan penuh. Dinamakan Idul Fitri karena manusia pada hari itu laksana seorang bayi yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai dosa dan salah.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan kita semua kembali pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dalam istilah sekarang ini dikenal dengan ”Perjanjian Primordial” sebuah perjanjian antara manusia dengan Allah yang berisi pengakuan ke Tuhan an, sebagaimana yang terekam dalam surah al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Artinya  : (Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang  Ied yang  di muliakan Allah.
Kebahagiaan yang kita  peroleh adalah  berkat limpahan rahmat dan maghfiroh-Nya sebagaimana yang tersurat dalam sebuah hadis Qudsi dalam kitab Durrotun Nashihin :
اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلىَ عِيْدِكُمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِى كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ اُجْرَهُ اَنِّى قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ فَيُنَادِى مُنَادٌ: يَا اُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْااِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Artinya: “Apabila mereka berpuasa di bulan Ramadhan kemudian keluar untuk merayakan hari raya kamu sekalian maka Allah pun berkata: 'Wahai Malaikatku, setiap orang yang mengerjakan amal kebajian dan meminta balasannya sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka'. Sesorang kemudian berseru: 'Wahai ummat Muhammad, pulanglah ke tempat tinggal kalian. Seluruh keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan'. Kemudian Allah pun berkata: 'Wahai hambaku, kalian telah berpuasa untukku dan berbuka untukku. Maka bangunlah sebagai orang yang telah mendapatkan ampunan.”


الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang  Ied yang  di muliakan Allah.
Luar  biasa  hadis  qudsi  diatas kita  saat  ini  telah menjadi manusia manusia  baru di hadapan Allah,  karena  dosa  dosa kita, kehilafan hidup kita, maksiat kita, telah diampuni oleh Allah SWT. : يَا عِبَادِى صُمْتُمْ لِى وَاَفْطَرْتُمْ لِى فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ
Dalam  hadis  yang Baginga Rasulallah  juga  bersabda :
Artinya  :Pada  hari  raya  Idhul  Fitri  Allah  menugasi  para  malaikat agar  turun ke Bumi, lalu  merekapun turun  ke bumi  dan mereka  berseru :  Hai  ummat Nabi  Muhammad, keluarlah  menuju  ampunan Tuhanmu  yang Mulia, dan ketika  ummat  melaksanakan Ibadah Ied, Allah  berfirman : kalian  saksikan, hai  para  malaikatKu, bahwa  telah Ku jadikan  pahala  mereka  pada puasa mereka  menjadi keridhoan dan ampunan.


الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin Sidang  Ied yang  di muliakan Allah.
Dalam suasana kemenangan ini, marilah kita menghayati kembali makna kefitrahan kita, baik sebagai hamba Allah maupun sebagai khalifatullah fil ardli. Idul Fitri yang dimaknai kembali kepada kesucian ruhani,’ atau ‘kembali ke asal kejadian manusia yang suci, atau ‘kembali ke agama yang benar’, sesungguhnya mengisyaratkan, bahwa setiap orang yang merayakan Idul fitri berarti dia sedang merayakan kesucian ruhaninya, mengurai asal kejadiannya dan menikmati sikap keberagamaan yang benar, keberagamaan yang diridlai Allah swt.  
Di sinilah sesungguhnya letak keagungan dan kebesaran hari raya Idul fitri, Hari di mana para hamba Allah merayakan keberhasilannya mengembalikan kesucian diri dari segala dosa dan khilaf melalui pelaksanaan amal shaleh dan ibadah puasa Ramadhan, sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya  : “Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan atas dasar keimanan dan dilaksanakan dengan benar, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lewat”. (HR. Imam Muslim).
Namun patut diingat, bahwa dosa atau kekhilafan antar sesama umat manusia, ia baru terampuni apabila mereka saling memaafkan, dan karena itulah, mari kita jadikan momentum Idul Fitri yang suci ini untuk saling meminta dan memberi maaf atas segala kesalahan antar sesama, kita buang perasaan dendam, kita sirnakan keangkuhan dan kita ganti dengan pintu maaf dan senyum sapa yang tulus penuh dengan persaudaraan dan kehangatan silaturrahim antar sesama. Terkait dengan kemuliaan orang yang mampu mensucikan dirinya ini, Allah SWT menggambarkan dalam firman-Nya, Surat Al-Fathir, ayat 18-21 :
وَمَنْ تَزَكَّى فَإنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإلَى اللهِ الْمَصِيْرُ (18) وَمَا يَسْتَوِيْ اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ (19) وَلاَ الظُّلُمَاتُ وَلاَ النُّوْرُ (20) وَلاَ الظِّلُّ وَلاَ اْلحَرُوْرُ (21).
Artinya : “Barang siapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya dia telah mensucikan diri untuk memperoleh kebahagiaannya sendiri. Dan hanya kepada Allah-lah tempat kembalimu. Bukankah tidak sama orang yang buta dengan orang yang melihat ? Bukankah pula tidak sama gelap-gulita dengan terang-benderang ? Dan bukankah juga tidak sama yang teduh dengan yang panas ?” (QS. al-Fathir : 18-21)
Pada ayat tersebut, Allah SWT membandingkan antara orang yang mampu mensucikan jiwanya dengan yang suka mengotorinya, laksana orang yang melihat dengan orang yang buta, laksana terang dan gelap, laksana teduh dan panas.
Sungguh sebuah metafora yang patut kita renungkan. Allah seolah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci, manusia yang baik, manusia yang menang dan beruntung itu, adalah mereka yang mau dan mampu melihat persoalan lingkungannya secara bijak dan kemudian bersedia menyelesaikannya, mereka yang mampu menjadi lentera di kala gelap, dan menjadi payung berteduh di kala panas.
Mereka inilah pemilik agama yang benar, agama yang hanifiyyah wa al-samhah – terbuka, toleran, pemaaf, dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan anak keturunannya : Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf, dan Nabi Muhammad saw.

الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Dalam proses beragama, dengan selesainya ibadah romadhan berarti kita  telah berusaha  menjadi  makhluq   yang menghambakan diri  kepada Allah. Kita  bermunajat semoga  seluruh  aktifitas  Romadhan kita  memperoleh hasil  yang  bernilai  di  sisi Allah, memang di  proses kehidupan dunia ini  kita  tidak dapat merasakan langsung value  itu, tetapi pasti  di kehidupan berikutnya  kita  akan  tersenyum dengan apa yang di janjikan Allah kepada  kita.
Kemenangan  yang sudah kita  peroleh dari sudut  pandang agamis hari ini merupakan  atu kemenangan kecil, karena   ulama memberikan nasehat dalam kitab - kitab referensi keislaman, terdapat 5  hari  raya  dalam kehidupan manusia :
1)   Setiap  hari  dimana  seorang mukmin tidak sedikitpun melakukan dosa  kepada  Allah, berarti itu  hari  raya  baginya.
2)  Hari, dimana  manusia  meninggal dunia  dengan membawa iman sayahadat dan benteng  dari godaan syaetan, berarti  itu  hari raya  baginya.
3)  Hari, dimana  manusia  terjaga dari  malaikat Zabaniyahdan aman saat melintas  syirotolmustaqiem di yaumil  qiyamah, itu  hari  raya  baginya.
4)  Hari, dimana manusia  di masukan  ke dalam syurganya  Allah, itu adalah  hari Raya  baginya
5)   Hari, dimana  kita menikmati dapat memandang Allah SWT, itu  hari  raya  baginya.


الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ الله ُأكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْد
Hadirin sidang Jamaah Idul Fitri yang Dimuliakan Allah

Fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu berubah karena pergaulan, karena pengaruh budaya dan lingkungan, karena latar belakang pendidikan dan karena faktor-faktor lain, maka agar Fitrah itu tetap terpelihara kesuciannya, hendaknya ia selalu mengacu pada pola kehidupan islami yang berlandaskan Al-Qur’an, As-Sunnah dan teladan para ulama, pola kehidupan yang bersendikan nilai-nilai agama dan akhlak mulia, sehingga darinya diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan serta tangguh menjawab berbagai peluang dan tantangan kehidupan.

Ibadah shaum pada hakekatnya merupakan suatu proses penempaan dan pencerahan diri, yakni upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mengubah perilaku setiap Muslim, menjadi orang yang semakin meningkat ketakwaannya. Melalui ibadah shaum -sebagai manusia yang memiliki nafsu dan cenderung ingin selalu mengikuti hawa nafsu- kita dilatih untuk mengendalikan diri supaya menjadi manusia yang dapat berprilaku sesuai dengan Fitrah aslinya. Fitrah asli manusia adalah cenderung taat dan mengikuti ketentuan Allah SWT.
Melalui proses pencerahan yang terkandung dalam ibadah shaum diharapkan setiap muslim menjadi manusia yang di mana pun kehadirannya, terutama dalam masyarakat yang bersifat plural ini dapat memberi manfaat kepada sesama.
Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah  diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri Syahwat. Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan.
1)   Pertama, sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu.
2)  Kedua, sifat buas (سَبُعِيَّةْ) ; tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan. Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar.
3)  Ketiga, sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia.
Jika ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.
Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ) ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah).
Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)
Kesimpulan  dari  khutbah iedul Fitri  1434 H ini,  Hendaknya  kita  mampu mengembalikan  nilai  nilai kesucian kita  yang sudah di berikan kembali oleh Allah SWT.  Kita  jaga  dengan sebaik baik baiknya  anugrah itu dalam  11  bulan kedepan. Sehingga  kapasitas dan kafabilitas  jati  diri  kita  tetap  mulia  di hadapan Allah SWT  Amien.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَيَ النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar