“ Mempersiapkan
Kehidupan setelah Kehidupan “
Oleh Drs. H
Hamzah MM
الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ، وَفَضَّلَهُ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ بِالْإِنْعَامِ
وَالتَّكْرِيْمِ، فَإِنِ اسْتَقَامَ عَلى طَاعَةِ اللهِ اسْتَمَرَّ لَهُ هذَا
التَّفْضِيْلُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ، وَإِلاَّ رُدَّ فِي الْهَوَانِ
وَالْعَذَابِ الْأَلِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَهُوَ الْخَلاَّقُ الْعَلِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَهِدَ لَهُ رَبُّهُ بِقَوْلِهِ: {وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيْمِ}
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ سَارُوْا عَلَى
النَّهْجِ القَوِيْمِ وَالصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً
كَثِيْرًا، أَمَّ بَعْدُ:
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالىَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالىَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ
وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ
الْوَرِيدِ
Artinya : Dan sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,
Puji Syukur,...sholawat serta salam,...wasiat taqwa,.......
Hadirin sidang
jum,at rohimakumullah...
Adalah menjadi kewajiban setiap orang merancang dan mempersiapkan hari esok
yang lebih baik. Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa seorang akan merugi kalau
hari esoknya sama saja dengan hari ini, bahkan dia menjadi terkutuk jika hari
ini lebih buruk dari kemarin. Seseorang baru dikatan bahagia, jika hari esok
itu lebih baik dari hari ini.
Membangun hari esok yang baik, sesuai dengan ayat (wahyu Allah SWT) di atas
dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan di akhiri dengan perintah
yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berfikir menjadi acuan utama. Semestinya
orang Mukmin punya langkah antisipatif terhadap kemungkinan yang dapat terjadi
esok disebabkan kelalaian hari ini. Seorang mukmin sudah dapat memprediksi dan mempersiapkan
hari esok yang lebih baik, dinamis, lebih mapan, lebih produktif dari pada hari
ini. Hari esok dapat berarti masa depan dalam kehidupan pendek di dunia ini. Hari
esok juga berarti pula hari esok yang hakiki, yang kekal abadi di akhirat
kelak. Hari esok mesti dirancang harus lebih baik dari hari ini, dengan
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, Prodfeknya adalah dengan melaksanakan empat “M ” ; yaitu
:
1. Mu’ahadah, (
Mengingat perjanjian dengan Allah ),
2. Mujahadah, ( bersungguh sungguh dalam melaksanakan Ibadah )
3. Muroqabah ( merasa di
awasi Allah )
4. Muhasabah (
Introsfeksi Diri )
1. Mu’ahadah
Mu’ahadah
adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT. Sebelum manusia lahir ke
dunia, masih berada pada alam gaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat
“kontrak” tauhid dengan ruh. Karena itu,
logis sekali jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid tersebut.
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا
عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ
اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Dan tepatilah perjanjian dengan
Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu)
itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu
(terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat ( QS An Nahl (16) -Verse 91 )
Mu’ahadah konkritnya diikrarkan oleh manusia mukmin kepada Allah setelah
kelahirannya ke dunia, berupa ikrar janji kepada Allah. Wujudnya terefleksi
minimal 17 kali dalam sehari dan semalam, bagi yang menunaikan shalat wajib,
sebagaimana tertera di dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi: “Iyyaka
na’budu wa iyyaka nasta’in”. Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami
sembah, dan engkau semata pula tempat kami menyandarkan permohonan dan
permintaan pertolongan.
Ikrar janji ini
mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah. Mengakui tidak ada lain yang
berhak disembah dan dimintai pertolongan, kecuali hanya Allah semata.
2. Mujahadah
Mujahadah
berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal
shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus
menjadi amanat serta tujuan diciptakannya manusia. Dengan beribadah, manusia
menjadikan dirinya ‘abdun (hamba) yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada
Ma’bud (Allah Maha Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib
berbakti (beribadah).
Mujahadah
adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Allah, sebagai wujud
keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya.
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ
عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Artinya : Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah
dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.” (
QS Surat At Taubah ayat: 105 ),
Orang-orang
yang selalu bermujahadah merealisasikan keimanannya dengan beribadah dan
beramal shaleh dijanjikan akan mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk
menuju (ridha) Allah SWT hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah diberikan
kepada yang terus bermujahadah dengan istiqamah.
Syeikh Abu Ali
Ad Daqqaq mengatakan: “Barangsiapa menghiasi lahiriahnya dengan
mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah.” Imam Al Qusyairi an Naisaburi [3]
mengomentari tentang mujahadah sebagai berikut: Mujahadah adalah suatu
keniscayaan yang mesti diperbuat oleh siapa saja yang ingin kebersihan jiwa
serta kematangan iman dan taqwa.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ
وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ
الْوَرِيد ِ * إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ
الشِّمَالِ قَعِيدٌ * مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Dan
sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu)
ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah
kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang
diucapkannya melainkan adal di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”.
(Q.S. Qaaf: 16-18).
3. Muraqabah
Pengawasan
di dalam agama (Islam) dinamai muraqabah. Secara harfiah muraqabah dapat
diartikan sebagai mengawasi atau mengintai. Sementara itu muraqabah
menurut Imam Al-Qusyairi dalam Arrisalah Al-Qusyairiyyah adalah seorang
hamba yang mengetahui sepenuhnya bahwa Tuhan selalu melihatnya. Adapun
menurut Imam Abdul Aziz Ad-Darainy, muraqabah adalah mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah mendengar, mengetahui, dan melihat.
Dari
definisi-definisi tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa muraqabah
adalah suatu keadaan di mana seseorang meyakini dengan sepenuh hati, bahwa
Allah selalu melihat dan mengawasi manusia. Keyakinan ini, tentu harus menancap
dan mendarah daging di lubuk hati seseorang.
Selain
itu, muraqabah dapat diartikan pula sebagai suatu kesadaran dan keyakinan bahwa
segala gerak-gerik dan aktivitas kita pasti diketahui oleh Allah SWT. Tidak ada
satu pun yang luput dari pengetahuan-Nya, baik amal baik atau amal jahat. Bahkan
Allah bukan saja mengetahui hal yang bersifat lahiriah semata, tetapi apa yang
masih terpendam dalam hati kita, Dia pun sudah mengetahuinya.
وَمَا كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا
أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ
كَثِيرًا مِّمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya : Kamu sekali-sekali tidak
dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu
bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu
kerjakan. ( QS Fushilat (41)
ayat 22 )
إِنَّ اللّهَ لاَ يَخْفَىَ عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي السَّمَاء
Artinya : Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun
yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. ( QS Ali Imran ayat 5 ) .
Syeikh Ahmad
bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, «
“Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya
engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua,
hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu
sehari-hari.” »
Dalam setiap
keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus
disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah
adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti
dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.
Muraqabah dapat
membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang
jujur.
Jangan engkau
turuti hawa nafsu dan bisikan syetan, jangan sekali-kali engkau berbuat riya’
dan nifaq. Tindakan itu adalah batil. Kalau engkau berbuat demikian maka engkau
akan disiksa.
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إلاَّ مَا
سَعَى وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ اْلأَوْفَى
وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى وَأَنَّهُ
هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا
“Dan bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan
diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya
kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya DIA yang
menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya DIA yang mematikan dan
yang menghidupkan.” (QS. An-Najm: 39-44)
4. Muhasabah
Muhasabah berarti
introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia
yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri
untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.
Dengan
melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan jatah
hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah
mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat.
Muhasabah dapat
dilaksanakan dengan cara meningkatkan ubudiyah serta mempergunakan waktu dengan
sebaik-baiknya. Berbicara tentang waktu, seorang ulama yang bernama Malik bin
Nabi berkata ; « “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali ia berseru, “Wahai
anak cucu Adam, aku ciptaan baru yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena
aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.” » [5]
Aspek-Aspek
Yang Perlu Dimuhasabahi
1.Aspek
Ibadah
Pertama
kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek ibadah. Karena ibadah
merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di muka bumi ini. [QS.
Adz-Dzaariyaat (51): 56]
2.
Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek
kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan ditinggalkan dan
ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena sebagian menganggap bahwa
aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak memberikan pengaruh pada aspek
ukhrawinya. Sementara dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
Dari
Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau bersabda, ‘Tidak akan
bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5
perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya,
hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya
sejauh mana pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)
3.Aspek
Kehidupan Sosial Keislaman
Aspek
yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek kehidupan sosial, dalam
artian hubungan muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena
kenyataannya aspek ini juga sangat penting, sebagaimana yang digambarkan
Rasulullah saw. dalam sebuah hadits:
Dari
Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah kalian siapakah orang
yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang yang bangkrut diantara kami adalah
orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw.
bersabda, ‘Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari
kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan
membawa (dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul (mengintimidasi)
orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan
dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan
kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu
dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
4.
Aspek Dakwah
Aspek
ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena menyangkut dakwah dalam
segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari da’wah itu
sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan
masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi,
banyak istighfar dan taubat dsb.
Yang
sangat prinsip adalah
kita harus dan harus senantiasa menolong agama Allah. Lahirkan nuansa keislaman dalam diri kita dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara, seperti mencari pemimpin mutlaq
wajib yang seiman dengan diri
kita. Itu bagian menolong agama Allah
Semoga khutbah
ini bermanfaat dalam upaya meningkatkan kwalitas
keimanan kita kepada Allah SWT
amien.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr : 18)
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم
ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم أقول قولي هذا وأستغفر الله لي
ولكم إنه تعالى جواد كريم ملك رؤوف رحيم إنه هو السميع العليم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar