Selasa, 18 Desember 2012

" Beramal Namun Tak Bernilai "


“ Beramal Namun Tidak Bernilai di sisi Allah”
Oleh :  Drs.H. Hamzah  MM
( Penulis :  Dosen Sekolah  Tinggi  Agama  Islam (STAI) ALHIKMAH JAKARTA
 dan  Mahasiswa (S3) Program Doktor Pendidikan  Islam  PTIQ Jakarta )


سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Artinya : Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
( QS.Al Hadiid (57)  ayat : 21 )
Bismillahirohmanirrohim.   Assalamu’alaikum. Wr Wb.

Etafe kehidupan dari  Allah kepada  kita  manusia merupakan satu momentum yang sangat  luar  biasa. Karena  etafe  kehidupan ini akan sangat mempunyai  pengaruh pada  etafe  yang  berikutnya.
Hal  ini  hanya  akan dapat manusia kalkulasikan jika  terdapat  pola  pemikiran yang religius(agamis) di dalam akal pikirannya. Pada  moment kehidupan saat ini ketersadaran bagi  manusia akan hal itu sangatlah penting. Jangan sampai  terbersit refleksi atas beberapa aktifis yang bertujuan berbangga bangga diri atas banyaknya kerja dan merasa berkinerja dakwah yang mereka lakukan yang katanya untuk menegakkan Islam  dalam pola hidup kita.  Benarkah berbangga-bangga dalam beramal itu karakter pengemban dakwah? Apakah amalan itu untuk di bangga banggakan? Saya katakan: La tafroh innalloha la yuhibbul farihin...Janganlah hai kalian manusia berbangga-bangga atas amalan kalian, sesungguhnya aku (Allah) tidak cinta dan menyukai kelompok atau orang yg bangga atas amalannya.
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al Furqan : 23)

Mukadimah

Beramal adalah perintah agama melalui  berbagai  mekanismya penyampaiannya, yaitu amal yang baik-baik. Amal itulah yang akan  membedakan manusia satu dengan manusia yang lainnya, bahkan lebih jauah kedepan lagi ,yang membedakan kedudukannya di akhirat kelak di sisi  pemberi kehidupan yaitu Allah swt. Lalu, semua  manusia akan ditagih atau di hadirkan pada  situasi majelis Allah ( rekonsiliasi  kehidupan ) tanggung jawabnya masing-masing sesuai amaliyah ( kinerja ) mereka di dunia. Penulis mempunyai  memberikan ilustrasi sederhana  dari  makna “amal”.
( A) Aktifitas  Agamis  (M) Melahirkan Kesholehan Diri,(A) Agama sebagai Koridor, (L) Lintasan Sejarah untuk menghadap Allah.

Analisis  qur’aniyah  agar  manusia  terus  berbuat dan beramal  sangat  jelas Allah Ta’ala berfirman tentang kewajiban beramal:

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya : Dan Katakanlah: “Ber-amalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At Taubah (9): 105)

Dari sekian  milyar manusia  yang menempati dan diberi kesempatan hidup di Globe  Bumi ini sekitar  6 Milyar statistik PBB 2011, tentunya  mempunyai setrata kemampuan beramal  yang variatif. Seorang  Muslim yang beramal dan berkinerja  mempunyai asumsi dan latar  belakang yang sangat realible, yaitu ayat  Allah dalam  alqur’an. Allah Ta’ala berfirman tentang kedudukan yang tinggi bagi orang yang beramal shalih:

وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَا
Artinya :Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia) .  (QS. Thaha (20): 74)
Kesemua  asumsi perjalalanan manusia  di dunia di sisi  Allah tentunya dengan konsekwensi yang cukup  bernilai sangat  tinggi. Diantaranya    apresiasi atau  penghargaan kepada  manusia  yang  berkinerja  dalam nuansa  kebajikan. Allah Ta’ala berfirman tentang tanggung jawab perbuatan manusia:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Artinya : Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS. Al Muddatsir (74): 38)

Allah Ta’ala berfirman tentang baik dan buruk amal manusia akan diperlihatkan balasannya:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ  
 وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
   Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.  dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Az Zalzalah (99): 7-8)

Demikian kondisi  yang pasti  akan kita alami  pada etafe  kehidupan yang  berikutnya, secara kolerasi ukhrawiyah keadaan manusia di akhirat kelak tergantung amalnya di dunia.
SIAPA  MEREKA  ?
              
Allah Ta’ala telah menyebutkan bahwa manusia yang melaksanakan amal shalih, akan mendapatkan balasan kebaikan untuknya, walau kebaikan itu sebesar dzarrah. Namun, Allah Ta’ala juga menyebutkan adanya manusia yang bangkrut dan sia-sia amalnya, lenyap tak memiliki manfaat bagi pelakunya, karena kesalahan mereka sendiri. Siapakah mereka?

1.Manusia  yang  Kafir  Terhadap  Allah
Seluruh manusia sejak  zaman ajali hingga  hari berakhirnya  kehidupan ini pada dasarnya tidak kafir  terhadap Allah.” Qoolu Bala Syahidnya”,demikian alqur’an meriwayatkan. Akan tetapi dari mana  si manusia itu  disunnahkan lahir kemuka bumi ini mempunyai  pengaruh yang sangat signifikan(nyata) dalam pertumbuhan dan perkembangan pada  setiap manusia. Sehingga  akhirnya segala  amalnya  mempunyai hubungan dan korelasi yang sangat  prinsip.
Begitu banyak ayat yang menyebutkan kesia-siaan amal mereka dalam berproduksi di etafe alam dunia ini. Walaupun   manusia tersebut memandangnya sebagai amal kebajikan (sholeh), tetapi amal tersebut tidak ada manfaatnya bagi mereka karena kekafiran mereka kepada Allah dan RasulNya, dan syariatNya.

Di sini, kami akan sebutkan beberapa ayat saja:

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا  الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Artinya  : Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS. Al Kahfi (18): 103-105)

Pandangan Aqidah tentunya  tidak demikian, ketika  ia pulang kekampung  ke akhirat tidak membawa  syariah  yang  di tetapkan oleh penciptanya yaitu Allah, tentunya  aka nada  proses terlebih dahulu,…karena manusia  adalah abdun (hamba) dari  Allah sebagai Kholiq. Prof.Dr.HM  Quraish Sihab dalam “ Lentera  Hati “ mengemukakan “ Abdun itu, bagaikan anak panah dan bagaikan bunga  yang harum. Berarti si  abdun itu  harus  mengharumkan asma Allah dan tidak boleh melesat dari busur panah tersebut.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash ditanya oleh anaknya sendiri, siapakah yang dimaksud ayat  (Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?”):
أهم الحَرُورية؟ قال: لا هم اليهود والنصارى

Artinya  : Apakah mereka golongan Haruriyah (khawarij)? Beliau menjawab: “Bukan, mereka adalah Yahudi dan Nasrani.” (Riwayat Bukhari No. 4728)

Dalam ayat lain:

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Artinya : Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.
(QS. Al Furqan (25): 23)
Dalam ayat lain:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
Artinya  : Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. An Nuur (24): 39)

Ulama  klasik  seperti Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menganalisis dan menerangkan kepada  kita  ummat  islam :
فهو للكفار الدعاة إلى كفرهم، الذين يحسبون أنهم على شيء من الأعمال والاعتقادات، وليسوا في نفس الأمر على شيء، فمثلهم في ذلك كالسراب الذي يرى في القيعان من الأرض عن  بعد كأنه بحر طام
Artinya : Ini adalah bagian orang kafir yang menyeru kepada kekafiran mereka, yaitu orang-orang yang menyangka bahwa mereka beruntung dengan amal dan keyakinan mereka, padahal urusan mereka itu bukanlah apa-apa, perumpamaan mereka itu seperti fatamorgana yang dilihat di tanah datar dari kejauhan seolah seperti lautan  yang amat luas.
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/70)

Para ulama telah membuat klasifikasi (ashnaaf) kaum kafirin sebagai berikut, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al Kisani Rahimahullah:
صِنْفٌ مِنْهُمْ يُنْكِرُونَ الصَّانِعَ أَصْلاً ، وَهُمُ الدَّهْرِيَّةُ الْمُعَطِّلَةُ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ ، وَيُنْكِرُونَتَوْحِيدَهُ ، وَهُمُ الْوَثَنِيَّةُ وَالْمَجُوسُ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَتَوْحِيدِهِ ، وَيُنْكِرُونَ الرِّسَالَةَ رَأْسًا ، وَهُمْ قَوْمٌ مِنَ الْفَلاَسِفَةِ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ الصَّانِعَ وَتَوْحِيدَهُ وَالرِّسَالَةَ فِي الْجُمْلَةِ ، لَكِنَّهُمْ يُنْكِرُونَ رِسَالَةَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

  1. Kelompok yang mengingkari adanya pencipta, mereka adalah kaum dahriyah dan mu’aththilah (atheis).
  2. Kelompok yang mengakui adanya pencipta, tapi mengingkari keesaanNya, mereka adalah para paganis (penyembah berhala) dan majusi.
  3. Kelompok yang mengakui pencipta dan mengesakanNya, tapi mengingkari risalah yang pokok, mereka adalah kaum filsuf.
  4. Kelompok yang mengakui adanya pencipta, mengesakanNya, dan mengakui risalahNya secara global, tapi mengingkari risalah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah Yahudi dan Nasrani. (Al Bada’i Ash Shana’i, 7/102-103, lihat juga Al Mughni, 8/263)
2.Manusia yang  Musyrik kepada  Allah
Amal shalih orang musyrik juga akan sia-sia karena kesyirikan yang dia lakukan. Hal ini diterangkan beberapa ayat, kami sebutkan satu saja:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya : Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS. Al An’am (6): 88)
Imam Abul Farj bin Al Jauzi Rahimahullah menjelaskan:
أي : لبطل وزال عملهم ، لأنه لا يقبل عمل مشرك

Yaitu benar-benar sia-sia dan lenyap amal mereka, karena Dia tidak menerima perbuatan orang musyrik. (Zaadul Masir, 3/271. Mawqi’ At Tafasir)  Syaikh As Sa’di Rahimahullah menjelaskan:

{ لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } فإن الشرك محبط للعمل، موجب للخلود في النار

Artinya  : (niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan) karena syirik menghapuskan amal, dan membuat kekekalan di neraka. (Taysir Al Karim Ar Rahman, Hal. 263. Cet. 1, 1420H-2000M. Muasasah Ar Risalah)

Musyrik di sini adalah orang yang telah melakukan kesyirikan yang besar (syirk akbar) yang membuat pelakunya menjadi murtad dari Islam. Kelompok inilah yang membuat semua amalnya sia-sia.  Ada pun kesyirikan kecil (syirk ashghar) yang tidak membuat pelakunya menjadi murtad, dan dia melakukan karena kebodohan, maka amal yang ditolak hanyalah amal syiriknya itu saja, tidak melenyapkan semua amalnya yang lain. Sebab orang ini masih muslim, belum keluar dari Islam.

3.Orang Yang Murtad dari Islam
Orang yang murtad dari Islam, baik dia sengaja memproklamirkan kemurtadannya, atau dia melakukan perbuatan yang membuatnya murtad, walau dia tidak mengakui dilisannya, maka semua amal shalihnya menjadi sia-sia. Hal ini langsung Allah Ta’ala firmankan dalam Al Quran dalam beberapa ayat, di antaranya:

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya : Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah (2): 217)

وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Artinya : Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka terhapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al Maidah (5): 5)

Imam Al Baghawi menerangkan tentang ayat ini:
قال ابن عباس ومجاهد في معنى قوله تعالى: “ومن يكفر بالإيمان” أي: بالله الذي يجب الإيمان به.
وقال الكلبي: بالإيمان أي: بكلمة التوحيد وهي شهادة أن لا إله إلا الله.
وقال مقاتل: بما أُنزل على محمد صلى الله عليه وسلم وهو القرآن، وقيل: من يكفر بالإيمان أي: يستحل الحرام ويحرّم الحلال فقد حبط عمله، وهو في الآخرة من الخاسرين قال ابن عباس: خسر الثواب.
                
Artinya  : Berkata Ibnu Abbas dan Mujahid tentang makna firman Allah Ta’ala “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman”, yaitu: kepada Allah yang wajib iman kepadanya.  Al Kalbiy berkata tentang “bil iman”, yaitu kalimat tauhid,  laa ilaha illallah. Muqatil berkata: “Iman kepada yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yakni Al Quran.” Dikatakan pula: “Barangsiapa yang kafir setelah beriman” yaitu yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, maka dia telah terhapus amalnya, dan dia diakhirat termasuk golongan merugi. Ibnu Abbas berkata: “Merugi pahalanya.”.
4.Orang yang  tidak ikhlas beramal
Orang yang amalnya bukan untuk Allah SWT , bukan mengharap keridhaanNya, tetapi karena supaya dilihat (riya’), atau supaya didengar (sum’ah) manusia, maka dia termasuk yang ditolak amalnya dan sia-sialah amalnya itu.
Namun, tertolaknya amal orang tersebut hanya terbatas pada amal yang memang riya’ dan sum’ah saja, tidak serta merta menghanguskan semua amal  lainnya. Hal ini karena orang tersebut belum sampai syirik akbar, kafir, dan murtad. Sedangkan riya’ dan sum’ah termasuk syirik, yakni syirk ashghar (syirik kecil).Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
(QS. Al kahfi (18): 110)
Dalam hadits Qudsi, Allah Ta’ala menolak perbuatan orang yang bukan karenaNya:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Artinya : Barang siapa yang melakukan perbuatan, di dalamnya terdapat   persekutuan bersamaKu dengan yang selain Aku, maka aku tinggalkan amalnya dan sekutunya itu. (HR. Muslim No. 2985)

Imam An Nawawi Rahimahullah mengomentari hadits ini:
ومعناه أنا غني عن المشاركة وغيرها ، فمن عمل شيئا لي ولغيري لم أقبله ، بل أتركه لذلك الغير . والمراد أن عمل المرائي باطل لا ثواب فيه ، ويأثم به
Maknanya, “Sesungguh Aku (Allah) lebih kaya dari persekutuan dan selainnya, maka siapa saja yang melakukan sesuatu untukKu dan untuk selainKu  maka tidak akan diterima, bahkan Aku akan tinggalkan amal itu karena hal yang lain itu.” Maksudnya bahwa perbuatan orang yang riya’ adalah sia-sia, tidak ada pahala, dan dia berdosa. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 18/116)

Empat  kreteria  manusia  di atas, bisa  saja ada  dalam pola pikir  kita, akan tetapi  jika kita  giat  mengkaji wawasan keislaman, bertanya tentang  pola  amaliyah, membaca dari  referensi islam, bergaul  dengan ulama, kita  yakini akan menghindarkan kita  pada  kategori tersebut amien.

Manusia  dengan berbagai  kelebihan dan keterbatasannya  tentunya haris  selalu  berfikir  secara  objektif  agamis,bukan  secara  objektif dunia.  Karena  sangat  di khawatirkan jika  pola  pemikiran  yang sat ini  hadir  pada  diri  pribadi  muslim  yang mengaku  ummat  islam akan tetapi  pola  pentermekahan kehidupannya  tidak lain mengaktualisasikan nilai-nilai  ajaran nasroni, yahudi  dan bisa  majusi.

Bersyukur  jika  jika  terhindar  dari kekafiran, berbahagia jika  kita  saat ini  tidak pernah memusyrikan diri  kita  dari ajaran Allah, tersenyum lebat  jika  jasad kita  tidak pernah kita  bawa  pada  ranah  kemurtadan  dari  syariat Allah  serta  sangat  menyenangkan  ketika  kita  selalu  berproyeksi pada  keikhlasan dari berbagai  aktualisasi Ibadah kita. Karena   dengan  keempat  kelompok  ini  ada  dalam kehidupan kita  secara  jelas  kerugian yang luar biasa  akan kita  dapati pada etafe  kehidupan yang berikutnya ( alam ruhiya,alam rahimiyah, alam duniawiyah,alam barzahiyah dan alam ukhrawiyah ).  Satu  kepastian dan  tanpa  keraguan  semua makhluq yang  diciptakan Allah  akan  mengalami   proses  kehidupan itu.

Tulisan bertujuan demikian.  Itulah pentingnya MIMBAR  SUBUH. Yang  di produksi  oleh Pengurus  Kuliah Subuh Sabtu  Pagi, tingkat  Kelurahan  Cilandak  Timur. Note :Lebih  lengkap baca di internet blogspot  : EmbunKeimananhz.


Jeruk  Purut   10  Desember  2012
Wassalamu’alaikum  Wr.Wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar