“ Beramal Namun Tidak Bernilai di
sisi Allah”
Oleh
: Drs.H. Hamzah MM
( Penulis : Dosen Sekolah
Tinggi Agama Islam (STAI) ALHIKMAH JAKARTA
dan Mahasiswa
(S3) Program Doktor Pendidikan Islam PTIQ Jakarta )
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ
وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاء وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آمَنُوا
بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاء وَاللَّهُ ذُو
الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
Artinya : Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu
dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar.
( QS.Al Hadiid (57)
ayat : 21 )
Bismillahirohmanirrohim.
Assalamu’alaikum. Wr Wb.
Etafe
kehidupan dari Allah kepada kita
manusia merupakan satu momentum yang sangat luar
biasa. Karena etafe kehidupan ini akan sangat mempunyai pengaruh pada
etafe yang berikutnya.
Hal ini
hanya akan dapat manusia
kalkulasikan jika terdapat pola
pemikiran yang religius(agamis) di dalam akal pikirannya. Pada moment kehidupan saat ini ketersadaran
bagi manusia akan hal itu sangatlah
penting. Jangan sampai terbersit refleksi
atas beberapa aktifis yang bertujuan berbangga bangga diri atas banyaknya kerja
dan merasa berkinerja dakwah yang mereka lakukan yang katanya untuk menegakkan
Islam dalam pola hidup kita. Benarkah berbangga-bangga dalam beramal itu
karakter pengemban dakwah? Apakah amalan itu untuk di bangga banggakan? Saya
katakan: La tafroh innalloha la yuhibbul farihin...Janganlah hai kalian
manusia berbangga-bangga atas amalan kalian, sesungguhnya aku (Allah) tidak
cinta dan menyukai kelompok atau orang yg bangga atas amalannya.
“Dan Kami hadapi segala amal yang
mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.”
(QS. Al Furqan : 23)
Mukadimah
Beramal
adalah perintah agama melalui
berbagai mekanismya
penyampaiannya, yaitu amal yang baik-baik. Amal itulah yang akan membedakan manusia satu dengan manusia yang lainnya,
bahkan lebih jauah kedepan lagi ,yang membedakan kedudukannya di akhirat kelak
di sisi pemberi kehidupan yaitu Allah
swt. Lalu, semua manusia akan ditagih atau di hadirkan pada situasi majelis Allah ( rekonsiliasi kehidupan ) tanggung jawabnya masing-masing
sesuai amaliyah ( kinerja ) mereka di dunia. Penulis mempunyai memberikan ilustrasi sederhana dari
makna “amal”.
(
A) Aktifitas Agamis (M) Melahirkan Kesholehan Diri,(A) Agama
sebagai Koridor, (L) Lintasan Sejarah untuk menghadap Allah.
Analisis qur’aniyah
agar manusia terus
berbuat dan beramal sangat jelas Allah Ta’ala berfirman tentang
kewajiban beramal:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ
وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ
فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya : Dan Katakanlah:
“Ber-amalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan
melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa
yang telah kamu kerjakan. (QS. At Taubah (9): 105)
Dari
sekian milyar manusia yang menempati dan diberi kesempatan hidup di
Globe Bumi ini sekitar 6 Milyar statistik PBB 2011, tentunya mempunyai setrata kemampuan beramal yang variatif. Seorang Muslim yang beramal dan berkinerja mempunyai asumsi dan latar belakang yang sangat realible, yaitu
ayat Allah dalam alqur’an. Allah Ta’ala berfirman tentang
kedudukan yang tinggi bagi orang yang beramal shalih:
وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ
لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَا
Artinya :Dan barangsiapa datang
kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal
saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi
(mulia) . (QS.
Thaha (20): 74)
Kesemua asumsi perjalalanan manusia di dunia di sisi Allah tentunya dengan konsekwensi yang
cukup bernilai sangat tinggi. Diantaranya apresiasi atau penghargaan kepada manusia
yang berkinerja dalam nuansa
kebajikan. Allah Ta’ala berfirman tentang tanggung jawab perbuatan
manusia:
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Artinya : Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS. Al
Muddatsir (74): 38)
Allah
Ta’ala berfirman tentang baik dan buruk amal manusia akan diperlihatkan
balasannya:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا
يَرَهُ
Artinya : Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Az
Zalzalah (99): 7-8)
Demikian
kondisi yang pasti akan kita alami pada etafe
kehidupan yang berikutnya, secara
kolerasi ukhrawiyah keadaan manusia di akhirat kelak tergantung amalnya di
dunia.
SIAPA MEREKA
?
Allah
Ta’ala telah menyebutkan bahwa manusia yang melaksanakan amal shalih, akan
mendapatkan balasan kebaikan untuknya, walau kebaikan itu sebesar dzarrah.
Namun, Allah Ta’ala juga menyebutkan adanya manusia yang bangkrut dan sia-sia
amalnya, lenyap tak memiliki manfaat bagi pelakunya, karena kesalahan mereka
sendiri. Siapakah mereka?
1.Manusia yang
Kafir Terhadap Allah
Seluruh manusia sejak zaman ajali hingga hari berakhirnya kehidupan ini pada dasarnya tidak kafir terhadap Allah.” Qoolu Bala Syahidnya”,demikian
alqur’an meriwayatkan. Akan tetapi dari mana
si manusia itu disunnahkan lahir
kemuka bumi ini mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan(nyata) dalam pertumbuhan dan perkembangan pada setiap manusia. Sehingga akhirnya segala amalnya
mempunyai hubungan dan korelasi yang sangat prinsip.
Begitu
banyak ayat yang menyebutkan kesia-siaan amal mereka dalam berproduksi di etafe
alam dunia ini. Walaupun manusia
tersebut memandangnya sebagai amal kebajikan (sholeh), tetapi amal tersebut
tidak ada manfaatnya bagi mereka karena kekafiran mereka kepada Allah dan
RasulNya, dan syariatNya.
Di
sini, kami akan sebutkan beberapa ayat saja:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ
ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ
يُحْسِنُونَ صُنْعًا
أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا
Artinya : Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu
orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu
orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur
terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami
tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. (QS. Al Kahfi
(18): 103-105)
Pandangan
Aqidah tentunya tidak demikian,
ketika ia pulang kekampung ke akhirat tidak membawa syariah
yang di tetapkan oleh penciptanya
yaitu Allah, tentunya aka nada proses terlebih dahulu,…karena manusia adalah abdun (hamba) dari Allah sebagai Kholiq. Prof.Dr.HM Quraish Sihab dalam “ Lentera Hati “ mengemukakan “ Abdun itu, bagaikan
anak panah dan bagaikan bunga yang
harum. Berarti si abdun itu harus
mengharumkan asma Allah dan tidak boleh melesat dari busur panah
tersebut.
Imam
Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya, bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash
ditanya oleh anaknya sendiri, siapakah yang dimaksud ayat (Katakanlah:
“Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?”):
أهم الحَرُورية؟ قال: لا هم اليهود والنصارى
Artinya : Apakah mereka golongan Haruriyah
(khawarij)? Beliau menjawab: “Bukan, mereka adalah Yahudi dan Nasrani.” (Riwayat
Bukhari No. 4728)
Dalam
ayat lain:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ
هَبَاءً مَنْثُورًا
Artinya : Dan Kami hadapkan segala
amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan.
(QS. Al Furqan (25): 23)
Dalam
ayat lain:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ
يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
Artinya : Dan orang-orang kafir amal-amal mereka
adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah
sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. An Nuur (24): 39)
Ulama klasik
seperti Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menganalisis dan menerangkan
kepada kita ummat
islam :
فهو
للكفار الدعاة إلى كفرهم، الذين يحسبون أنهم على شيء من الأعمال والاعتقادات،
وليسوا في نفس الأمر على شيء، فمثلهم في ذلك كالسراب الذي يرى في القيعان من الأرض
عن بعد كأنه بحر طام
Artinya : Ini adalah bagian orang
kafir yang menyeru kepada kekafiran mereka, yaitu orang-orang yang menyangka
bahwa mereka beruntung dengan amal dan keyakinan mereka, padahal urusan mereka
itu bukanlah apa-apa, perumpamaan mereka itu seperti fatamorgana yang dilihat
di tanah datar dari kejauhan seolah seperti lautan yang amat luas.
(Tafsir Al Quran Al ‘Azhim,
6/70)
Para
ulama telah membuat klasifikasi (ashnaaf) kaum kafirin sebagai berikut,
sebagaimana disebutkan oleh Imam Al Kisani Rahimahullah:
صِنْفٌ مِنْهُمْ يُنْكِرُونَ الصَّانِعَ أَصْلاً ، وَهُمُ
الدَّهْرِيَّةُ الْمُعَطِّلَةُ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ ،
وَيُنْكِرُونَتَوْحِيدَهُ ، وَهُمُ الْوَثَنِيَّةُ وَالْمَجُوسُ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ وَتَوْحِيدِهِ ،
وَيُنْكِرُونَ الرِّسَالَةَ رَأْسًا ، وَهُمْ قَوْمٌ مِنَ الْفَلاَسِفَةِ .
وَصِنْفٌ مِنْهُمْ يُقِرُّونَ الصَّانِعَ وَتَوْحِيدَهُ
وَالرِّسَالَةَ فِي الْجُمْلَةِ ، لَكِنَّهُمْ يُنْكِرُونَ رِسَالَةَ نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُمُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
- Kelompok yang mengingkari adanya pencipta, mereka adalah kaum dahriyah dan mu’aththilah (atheis).
- Kelompok yang mengakui adanya pencipta, tapi mengingkari keesaanNya, mereka adalah para paganis (penyembah berhala) dan majusi.
- Kelompok yang mengakui pencipta dan mengesakanNya, tapi mengingkari risalah yang pokok, mereka adalah kaum filsuf.
- Kelompok yang mengakui adanya pencipta, mengesakanNya, dan mengakui risalahNya secara global, tapi mengingkari risalah Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka adalah Yahudi dan Nasrani. (Al Bada’i Ash Shana’i, 7/102-103, lihat juga Al Mughni, 8/263)
2.Manusia
yang Musyrik kepada Allah
Amal shalih orang musyrik juga
akan sia-sia karena kesyirikan yang dia lakukan. Hal ini diterangkan beberapa
ayat, kami sebutkan satu saja:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya
: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan. (QS. Al An’am (6): 88)
Imam
Abul Farj bin Al Jauzi Rahimahullah menjelaskan:
أي : لبطل وزال عملهم ، لأنه لا يقبل عمل مشرك
Yaitu
benar-benar sia-sia dan lenyap amal mereka, karena Dia tidak menerima perbuatan
orang musyrik. (Zaadul Masir, 3/271. Mawqi’ At Tafasir) Syaikh As Sa’di Rahimahullah
menjelaskan:
{ لَحَبِطَ
عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } فإن الشرك محبط للعمل، موجب للخلود في النار
Artinya : (niscaya lenyaplah dari mereka amalan
yang telah mereka kerjakan) karena syirik menghapuskan amal, dan membuat
kekekalan di neraka. (Taysir Al Karim Ar Rahman, Hal. 263. Cet. 1,
1420H-2000M. Muasasah Ar Risalah)
Musyrik
di sini adalah orang yang telah melakukan kesyirikan yang besar (syirk akbar)
yang membuat pelakunya menjadi murtad dari Islam. Kelompok inilah yang membuat
semua amalnya sia-sia. Ada pun kesyirikan kecil (syirk ashghar)
yang tidak membuat pelakunya menjadi murtad, dan dia melakukan karena
kebodohan, maka amal yang ditolak hanyalah amal syiriknya itu saja, tidak
melenyapkan semua amalnya yang lain. Sebab orang ini masih muslim, belum keluar
dari Islam.
3.Orang Yang Murtad dari Islam
Orang
yang murtad dari Islam, baik dia sengaja memproklamirkan kemurtadannya, atau
dia melakukan perbuatan yang membuatnya murtad, walau dia tidak mengakui
dilisannya, maka semua amal shalihnya menjadi sia-sia. Hal ini langsung Allah
Ta’ala firmankan dalam Al Quran dalam beberapa ayat, di antaranya:
وَمَنْ
يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya : Barangsiapa yang murtad
di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. Al Baqarah (2): 217)
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ
فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya : Barangsiapa yang kafir
sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka terhapuslah amalannya
dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi. (QS. Al Maidah
(5): 5)
Imam
Al Baghawi menerangkan tentang ayat ini:
قال ابن عباس ومجاهد في معنى قوله تعالى: “ومن يكفر بالإيمان” أي:
بالله الذي يجب الإيمان به.
وقال الكلبي: بالإيمان أي: بكلمة التوحيد وهي شهادة أن لا إله إلا
الله.
وقال مقاتل: بما أُنزل على محمد صلى الله عليه وسلم وهو القرآن،
وقيل: من يكفر بالإيمان أي: يستحل الحرام ويحرّم الحلال فقد حبط عمله، وهو في
الآخرة من الخاسرين قال ابن عباس: خسر الثواب.
Artinya : Berkata Ibnu Abbas dan Mujahid tentang makna
firman Allah Ta’ala “Barangsiapa yang kafir sesudah beriman”, yaitu: kepada
Allah yang wajib iman kepadanya. Al Kalbiy berkata tentang “bil iman”,
yaitu kalimat tauhid, laa ilaha illallah. Muqatil berkata: “Iman kepada
yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yakni Al
Quran.” Dikatakan pula: “Barangsiapa yang kafir setelah beriman” yaitu yang
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, maka dia telah terhapus
amalnya, dan dia diakhirat termasuk golongan merugi. Ibnu Abbas berkata:
“Merugi pahalanya.”.
4.Orang yang tidak
ikhlas beramal
Orang
yang amalnya bukan untuk Allah SWT , bukan mengharap keridhaanNya, tetapi
karena supaya dilihat (riya’), atau supaya didengar (sum’ah)
manusia, maka dia termasuk yang ditolak amalnya dan sia-sialah amalnya itu.
Namun, tertolaknya amal orang
tersebut hanya terbatas pada amal yang memang riya’ dan sum’ah
saja, tidak serta merta menghanguskan semua amal lainnya. Hal ini karena
orang tersebut belum sampai syirik akbar, kafir, dan murtad. Sedangkan riya’
dan sum’ah termasuk syirik, yakni syirk ashghar (syirik
kecil).Allah Ta’ala berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا
صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya “Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya”.
(QS. Al kahfi (18): 110)
Dalam
hadits Qudsi, Allah Ta’ala menolak perbuatan orang yang bukan karenaNya:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ
وَشِرْكَهُ
Artinya : Barang siapa yang
melakukan perbuatan, di dalamnya terdapat persekutuan bersamaKu
dengan yang selain Aku, maka aku tinggalkan amalnya dan sekutunya itu. (HR.
Muslim No. 2985)
Imam
An Nawawi Rahimahullah mengomentari hadits ini:
ومعناه أنا غني عن المشاركة وغيرها ، فمن عمل شيئا لي ولغيري
لم أقبله ، بل أتركه لذلك الغير . والمراد أن عمل المرائي باطل لا ثواب فيه ،
ويأثم به
Maknanya, “Sesungguh Aku (Allah)
lebih kaya dari persekutuan dan selainnya, maka siapa saja yang melakukan
sesuatu untukKu dan untuk selainKu maka tidak akan diterima, bahkan Aku
akan tinggalkan amal itu karena hal yang lain itu.” Maksudnya bahwa perbuatan
orang yang riya’ adalah sia-sia, tidak ada pahala, dan dia berdosa. (Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, 18/116)
Empat kreteria
manusia di atas, bisa saja ada
dalam pola pikir kita, akan
tetapi jika kita giat
mengkaji wawasan keislaman, bertanya tentang pola amaliyah,
membaca dari referensi islam,
bergaul dengan ulama, kita yakini akan menghindarkan kita pada
kategori tersebut amien.
Manusia dengan berbagai kelebihan dan keterbatasannya tentunya haris selalu
berfikir secara objektif
agamis,bukan secara objektif dunia. Karena
sangat di khawatirkan jika pola
pemikiran yang sat ini hadir
pada diri pribadi
muslim yang mengaku ummat
islam akan tetapi pola pentermekahan kehidupannya tidak lain mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran nasroni, yahudi dan bisa
majusi.
Bersyukur jika
jika terhindar dari kekafiran, berbahagia jika kita
saat ini tidak pernah memusyrikan
diri kita dari ajaran Allah, tersenyum lebat jika
jasad kita tidak pernah kita bawa
pada ranah kemurtadan
dari syariat Allah serta
sangat menyenangkan ketika
kita selalu berproyeksi pada keikhlasan dari berbagai aktualisasi Ibadah kita. Karena dengan
keempat kelompok ini
ada dalam kehidupan kita secara
jelas kerugian yang luar
biasa akan kita dapati pada etafe kehidupan yang berikutnya ( alam
ruhiya,alam rahimiyah, alam duniawiyah,alam barzahiyah dan alam ukhrawiyah ). Satu
kepastian dan tanpa keraguan
semua makhluq yang diciptakan
Allah akan mengalami
proses kehidupan itu.
Tulisan
bertujuan demikian. Itulah pentingnya
MIMBAR SUBUH. Yang di produksi
oleh Pengurus Kuliah Subuh
Sabtu Pagi, tingkat Kelurahan
Cilandak Timur. Note :Lebih lengkap baca di internet blogspot : EmbunKeimananhz.
Jeruk Purut
10 Desember 2012
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar