Sabtu, 02 Maret 2013

Orang Tua dan Pendidikan Anaknya Di Mata Allah


 KONSEPSI  PENDIDIKAN  ANAK  DARI  ORANG TUA 
DI  MATA  ALLAH
Oleh :  Drs.H.Hamzah  MM
( Mahasiswa  Pascasarjana  Program Pendidikan Islam  S 3   PTIQ  Jakarta )

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ
لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ
وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا
وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya'kûb kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika  ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab:" Kami akan menyembah Sesembahan-mu dan Sesembahan nenek moyangmu; Ibrâhîm, Isma'il, dan Ishâk, (yaitu) Sesembahan  satu-satu-Nya yang Maha esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya". [al-Baqarah/2:133]
Islam sebagai agama sempurna memiliki perspektif sendiri dalam memandang pendidikan. Pendidikan dalam perspektif Islam memiliki perbedaan yang dominan jika dibandingkan dengan pendidikan dalam perspektif Barat.  Salah satu keutamaan Islam adalah kesempurnaan ajarannya, Islam berasal dari Allah yang Maha Sempurna. Kesempurnaan Islam  terletak pada keluasan cakupan ajarannya. Tidak ada satupun masalah di dunia ini yang tidak diselesaikan oleh ajaran Islam. Ajaran Islam sebagai solusi  meliputi segala permasalahan manusia di dunia.  Islam sebagai sebuah solusi terdiri dari ranah fikrah (konsepsi) dan thariqah (implementasi). Konsepsi Islam juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, sosial, budaya maupun pendidikan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588) pengertian konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi manusia. Anak merupakan amanah yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Ketika pertama kali dilahirkan ke dunia, seorang anak dalam keadaan fitrah dan berhati suci lagi bersih. Lalu kedua orang tuanyalah yang memegang peranan penting pada perkembangan berikutnya, apakah keduanya akan mempertahankan fitrah dan kesucian hatinya, ataukah malah merusak dan mengotorinya. 

Pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada jasmani; bertambah besar dan tinggi. Perkembangan lebih luas dari pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi pada rohani dan jasmaniah. Dengan kata lain, perkembangan merupakan suatu rentetan perubahan yang sifatnya menyeluruh dalam interaksi anak dan lingkungannya. Semua  kita  berharap  apapun pertumbuhan yang terjadi pada anak keturunan kita  adalah pertumbuhan yang bernuansa ajaran Allah. Alqur’an dengan qisah Nabi  Ya’kub menjelang kematiannya  dengan  terbuka  mengemukaan kekhawatirannya,terhadap anak-anak keturunannya. 

 Prof.Dr.HM  Quraish Shihab dalam Al Misbah Juz  pertama hal. 314 mengemukaan   Apa  yang kamu sembah sepeninggalku ?  Mengapa  redaksi  pertanyaan itu  kata  apa ” dan bukan  ” siapa ”  yang kamu sembah ?. Karena  kata ”apa” dapat mencakup  lebih banyak hal daripada  kata ” siapa”. Karena  orang yahudi  dan lainnya menyembah  banyak  hal, hewan,sungai, matahari dan  di sebutkan lain. ”.  Lain halnya  dalam Tafsir  Ibnu  Katsir lebih  terarah pada  penjelasan  tentang  nashob (  keturunan ).   Disebutkan Tiga  kenabian yaitu Ibrahim,Ismail dan Ishak,  dan Nabi Ismail tidak lain adalah  paman  Nabi  Ya,kub demikian menurut  al qurtubi dalam Tasir  Ibnu Katsir.

Genealogi pendidikan diawali dari sebuah filosofi tentang pentingnya manusia memiliki adab atau perilaku yang baik dan mengembangkan berbagai potensi untuk menciptakan tata kehidupan yang beradab. Pendidikan mengalami dilema jika telah masuk pada ranah epistemologi dimana paradigma menjadi landasan dasar bagi bangunan pendidikan berikutnya. Paradigma Barat memandang pendidikan dengan basis materialisme sehingga lebih bernuansa sekuler – liberal.  Barat berdiri berseberangan dengan nilai-nilai agama. Adapun Islam memandang pendidikan dengan sudut pandang yang lebih komprehensif. Islam memandang manusia adalah hamba Allah yang diberikan amanah kekhalifahan. Fungsi kekhalifahan Itulah sebabnya Islam memiliki konsepsi dan implementasi pendidikan yang berbeda dengan prinsip-prinsip pendidikan Barat.

Prof.  Dr. Zakiah Daradjat,menyebutkan bahwa bangsa Indonesia sedang berhadapan dengan permasalahan besar yang sangat mencemaskan jika tidak diperhatikan secara sungguh-sungguh, yaitu permasalahan akhlak atau moral. Ketenteraman batin telah banyak terganggu, kecemasan dan kegelisahan orang telah banyak terasa, apalagi mereka yang memiliki anak dan remaja, yang mulai menampakkan gejala kenakalan dan kekurangacuhan terhadap nilai moral yang dianut dan dipakai oleh orang tua mereka.
Kegelisahan juga melanda institusi keluarga dikarenakan kehilangan harmonisasi dan kesayangan. Banyak anak-anak dari keluarga semacam ini yang enggan tinggal di rumah, senang berkeliaran di jalanan dan tidak ada semangat belajar, bahkan tidak sedikit yang telah tersesat jalan dalam hidupnya. Jika disimpulkan maka, masyarakat Indonesia sekarang ini bahwa telah terlalu banyak nilai akhlak yang diajarkan oleh agama telah dilanggar dan ditinggalkan orang. Berapa banyak dusta, fitnah, penipuan, percecokan, pencurian, penganiayaan dan sebagainya.  Hal  ini  jika  kita  lakukan analisa objektif  tidak lain  karena  ummat  Islam lebih  banyak  menghadirkan pola  pendidikan  non Islami.  Kehidupan  Barat  seakan akan yang  jadikan acuan puncak  keberhasilan masa  depan  anaknya. Padahal  dia  demikian  adanya.

Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial cultural tersebut dapat dikelompokkan dalam empat olah yakni olah hati (spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development) serta olah rasa dan karsa (affective and creativity development).

Kesempurnaan ajaran dan konsepsi Islam telah diakui bukan hanya oleh orang muslim, bahkan para pakar non Muslimpun mengakui.   Bernand Shaw, sorang filosof Inggris  sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Iqbal, pernah mengatakan bahwa agama yang dibawa nabi Muhammad (Islam) telah menjadi tolok ukur yang sempurna, karena meliputi gairah yang mengagumkan dalam urusan dunia sekaligus urusan akherat. Islamlah satu-satunya agama yang memiliki kekuasaan terhadap fase-fase kehidupan yang berbeda-beda. Nabi Muhammad layak dipanggil sebagai penyelamat kemanusiaan. Apabila orang semacam dia memimpin dunia modern seperti sekarang ini, sudah pasti akan berhasil dalam memecahkan berbagai persoalan manusia. 

Konsepsi Islam tentang pendidikan sebagai bagian dari ajaran Islam juga sangat sempurna dan komprehensif. Berbagai literatur  tentang kajian konsepsi pendidikan Islam dari berbagai pakar pendidikan Islam mungkin sudah tidak terhitung jumlahnya. Munculnya banyak karya-karya para tokoh dan pakar tentang pendidikan anak dalam Islam menandakan perhatian mereka tentang betapa penting kedudukan pendidikan dalam Islam. Kesuksesan dan kemuliaan generasi Muslim di masa mendatang sangat ditentukan oleh proses pendidikan hari ini, baik pendidikan dalam keluarga, sekolah maupun di masyarakat atau lingkungan. Untuk itu untuk mendukung kajian penelitian ini perlu dikaji beberapa hal penting mengenai pendidikan Islam.

Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya, Manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Dia sangat membutuhkan bantuan yang penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, terutama ibunya, supaya dia dapat hidup terus dengan sempurna, jasmani dan rohani. Orang tualah yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya. Dalam ilmu jiwa dikenal dengan istilah pertumbuhan dan perkembangan, yaitu supaya anak sempurna dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Bahkan yang umum  dengan teori  Tabularasa, anak merupakan  objek menarik yang akan berkembang  dengan sempurna  jika  mengikuti  mekanisme  Allah dengan  sebaik baiknya. Seperti faktor  Keturunan, Faktor  Lingkungan dan faktor  perpaduan  keduanya.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyatakan:  ”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dalam kondisi lingkup  yang  mendasar  tidak  bisa  kita  pungkiri  bahwa peranan orang tua dalam pendidikan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Jika dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan pengaruh lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah (sekolah regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila peran orang tua tidak diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan 60% tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak, termasuk memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya. Pada intinya, supaya peran orang tua dalam mengelola anak-anaknya bisa berjalan secara optimal, harus dipenuhi dua hal penting:
1. Tashfiyah, yaitu membersihkan pemahaman, pemikiran serta keyakinannya dari segala hal yang merusak. Sehingga aqidah, pemahaman serta manhajnya dalam beragama jadi lurus. Hal ini dilakukan dengan memberikan ilmu dan pengajaran ilmiah yang lurus.

2. Tarbiyah, yaitu membimbing, membina, membiasakan dan memberikan keteladanan agar anak terbiasa melaksanakan ketaatan kepada Allah Azzawa Jalla serta meninggalkan segala  kemaksiatan.
Bahkan sebagaimana pendapat Mochtar Lubis   mengemukakan bahwa manusia Indonesia memiliki beberapa  ciri utama yang kesemua ciri itu menunjukkan karakter dan akhlak yang tidak baik. Diantara ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis adalah : (1) hipokrit atau munafik; (2) segan dan enggan bertanggungjawab atas perbuatan dan keputusannya; (3) berjiwa feodal; (4) masih percaya takhayul; (5) terlalu mudah percaya dengan semboyan dan simbol yang dibuatnya sendiri; (6) watak lemah dan karakter kurang kuat; (7) tidak kuat dalam memperjuangkan keyakinan.  

Karakter  tersebut  adalah  kultur  dasar  bangsa  kita, oleh karena  itu  pengembangana terhadap  anak keturunan kita  sangat tidak  bisa  di  elakan   dari  ajaran  Allah.  atau  pendidikan yang  bernuansa  keislaman. Peran orang tua sangat menentukan baik-buruk serta utuh-tidaknya kepribadian anak. Lebih dalam lagi adalah kondisi konsekwensi  ukhrawiyah  yang akan setiap  manusia  hadapi di sisi  Allah, karena  setiap  orang tua pasti akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Azza wa Jalla kelak di akhirat tentang anak-anaknya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : Tiada seorangpun yang dilahirkan kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim][1]

Hadits ini menunjukkan bahwa orang tua sangat menentukan shaleh-tidaknya anak. Sebab pada asalnya setiap anak berada pada fitrah Islam dan imannya; sampai kemudian datanglah pengaruh-pengaruh luar, termasuk benar-tidaknya orang tua mengelola mereka.  Maka orang tua bertanggung jawab sepenuhnya terhadap anak-anaknya.  Karena itu hendaknya setiap orang tua memperhatikan sepenuhnya perkembangan serta masa depan anak-anaknya, masa depan yang bukan berorientasi pada sukses duniawi, tetapi yang terpenting adalah sukses hingga akhiratnya.
Dengan demikian, orang tua tidak boleh mementingkan diri sendiri, misalnya dengan melakukan dorongan yang secara lahiriah  terlihat seakan-akan demi kebaikan anak, padahal sesungguhnya untuk kepentingan kebaikan, prestise atau popularitas orang tua. Sehingga akhirnya salah langkah. Berikut adalah beberapa kiat membentuk pribadi anak yang benar serta kiat  melaksanakan pendidikan anak.
Seorang anak ibarat adonan yang siap dibentuk sesuka orang yang memegangnya, atau ibarat kertas putih bersih yang siap untuk dituliskan apapun di atasnya. Jika kedua orang tuanya membiasakannya pada kebaikan, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sebaliknya, jika keduanya membiasakannya pada keburukan, maka dia pun akan tumbuh menjadi buruk pula.
Pendidikan terhadap anak merupakan bagian terpenting dalam kehidupan berumah tangga. Sebab salah satu tujuan utama pernikahan adalah lahirnya keturunan yang nantinya akan menjadi generasi penerus. Generasi penerus yang tumbuh tanpa didampingi pendidikan agama yang memadai justru akan menjadi mangsa dan korban penjajahan peradaban lain. Namun ironisnya hal itu tidak disadari oleh kebanyakan pasangan suami istri, sehingga pendidikan agama kurang mendapatkan perhatian dari mereka.
Dalam pandangan kebanyakan orang tua di masyarakat kita, pendidikan yang layak dan baik adalah dengan menyekolahkan anak di sekolah “favorit”, dengan harapan anak tersebut akan dapat berprestasi, sehingga nantinya memiliki masa depan yang “sukses dan mapan”. Tidak peduli apakah sekolah tersebut mengajarkan nilai-nilai Islam ataukah tidak. Bahkan lebih dari itu, mereka tidak peduli meskipun sekolah tersebut dikelola oleh pendidikan sekuler atau non Islam.
Malah mereka berpandangan bahwa jika ingin mendapatkan kualitas “pendidikan yang berkelas”, maka harus menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan non Islam. Arena lembaga-lembaga tersebut mengelola dan menyelenggarakan pendidikan secara “profesional”, sementara sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam “dikelola dengan apa adanya dan jauh dari profesionalisme.” Itulah anggapan mereka secara umum.
Ukuran kesuksesan dalam pandangan mereka adalah ketika seseorang sukses secara materi, atau sukses meraih kedudukan tinggi. Mereka akan sangat bangga dan merasa berhasil mendidik dan membesarkan anak-anak mereka, manakala anak-anak tersebut sukses menduduki suatu jabatan tinggi, atau berprofesi dengan profesi bergengsi atau menjadi pebisnis besar. Mereka tidak peduli apakah anak-anak mereka mengerti dan mematuhi tuntunan agamanya, ataukah malah menjauh dari itu semua dan tidak mempedulikannya. Mereka hanya mengenal Islam pada momen-momen tertentu saja, setelah itu mereka kembali melupakan dan tidak mempedulikannya. Apakah mereka lupa ataukah berpura-pura tidak mengerti alasan keberadaan mereka di dunia ini?! Ataukah mereka menyangka akan hidup selamanya di dunia? Atau mereka mengira bahwa setelah kematian semuanya akan selesai begitu saja?! Allah Ta’ala telah berwasiat kepada hamba-hamba-Nya yang beriman agar menjaga diri dan keluarga mereka dari api neraka. Allah ubhaanahu wa ta’aala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya  : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.  ( QS At Tahriim (66) -Verse 6 )
Memelihara atau menjaga keluarga dari api neraka mengharuskan seseorang melakukan pendidikan dan pengajaran terhadap anak-anaknya. Dimulai dari menanamkan akidah yang benar, kemudian membiasakan mereka melakukan ketaatan, menjaga shalat, membiasakan anak-anak belajar al-Quran, berakhlak mulia dan seterusnya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِيْ بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Kalian semua adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin. Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dan seorang suami adalah pemimpin di dalam rumahnya (keluarganya), dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Begitu pula seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. al-Bukhari 2554 dan Muslim 1829)
Seseorang tidak mustahil akan digugat oleh anak yang dikasihinya kelak di hadapan Allah. Anak yang selama hidup di dunia sangat dia kasihi dan dia banggakan, dia sekolahkan di sekolah terbaik, dia sediakan baginya segala fasilitas dan dia penuhi segala kebutuhan materinya, berubah menjadi musuh yang menggugatnya. Segala kebutuhannya secara materi memang telah dia penuhi, namun pendidikan agamanya tidak pernah dia pedulikan, sehingga anak tersebut tumbuh dalam kebodohan dan jauh dari agamanya.
Dia tidak mengerti bagaimana seharusnya berakidah, dan tidak dapat membedakan mana tauhid dan mana syirik. Dia tidak tahu tata cara dan kewajiban shalat serta berbagai jenis ketaatan lainnya, sehingga dia meremehkannya. Dia tidak dapat membedakan mana yang halal dan mana yang haram, sehingga semuanya diraup habis tanpa memilih dan memilah, apakah ini sesuatu yang dibolehkan ataukah dilarang. Maka hancurlah agamanya, rusaklah perilakunya, dan suramlah masa depannya di akhirat. Karenanya, tidak heran jika anak tersebut nantinya akan menggugat orang tuanya, karena kelalaian orang tuanyalah yang membuatnya terjerumus dalam kesengsaraan.
Karenanya, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan agama anak-anaknya, melebihi perhatiannya terhadap hal lain, bahkan terhadap makan, minum dan kesehatannya. Namun kelalaian terhadap pendidikan agamanya akan sangat fatal akibatnya, karena akan membuatnya sengsara selama-lamanya dalam kehidupan akhirat. Sungguh sangat mengherankan sikap sebagian orang tua, yang hanya bersedih dan menangis ketika tubuh anaknya sakit atau mati, namun tidak demikian halnya ketika hati dan jiwanya yang sakit atau mati. Padahal mereka mengklaim sangat mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Maka, apakah tindakan menjerumuskan anak ke dalam kesengsaraan dapat dikatakan sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang? Tentu tidak! Oleh karenanya, para orang tua hendaknya menata ulang arti cinta dan sayang kepada anak agar selamat di dunia dan akhirat. Tentunya   hadirkan sebuah  pemberdayaan  pengembangan pendidikan  yang memang  selalu  membawa  pertumbuhan pengetahuannya  kepada  arah  mengena Tuhannya  yaitu  Allah SWT.

Khotimah 

Secara ringkas intisari pelajaran  yang  dapat kita  ambil hikmahnya  Dari  langkah- langkah kehidupan Lukmanul Hakim  diantaranya dalam Surah Luqmân  sebagai berikut:

1. Disyari'atkannya agar orang tua memberikan pendidikan dan wasiat kepada anak-anaknya tentang apa yang dapat memberikan manfaat di dunia dan di akhirat, melalui  Tauhid  yang  benar.

2.Kemudian tentang wajibnya bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla , bersyukur (berterimakasih) kepada kedua orang tua, dan tentang wajibnya berbuat kebaikan kepada kedua orang tua. Dan merasa selalu diawasi oleh Allah Azza wa Jalla , baik dalam keadaan tertutup atau terbuka. Dan tidak boleh meremehkan urusan kebaikan atau keburukan meskipun kecil atau sedikit.

Sesungguhnya, upaya mengarahkan anak menjadi anak shaleh yang beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan meninggalkan serta membenci kemusyrikan, akan dapat dilakukan melalui proses tarbiyah (pendidikan). "Tarbiyah merupakan salah satu segi kehidupan manusia yang terpenting".

Jeruk  Purut  28  Februari 2013/  16  Robiul Tsani  1434 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar