KONSEPSI PENDIDIKAN
ANAK DARI ORANG TUA
DI
MATA ALLAH
Oleh :
Drs.H.Hamzah MM
( Mahasiswa Pascasarjana Program Pendidikan Islam S 3 PTIQ Jakarta )
لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ
بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ
وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ
وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا
وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Adakah kamu hadir ketika Ya'kûb kedatangan
(tanda-tanda) maut, ketika ia berkata
kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka
menjawab:" Kami akan menyembah Sesembahan-mu dan Sesembahan nenek
moyangmu; Ibrâhîm, Isma'il, dan Ishâk, (yaitu) Sesembahan satu-satu-Nya yang Maha esa dan kami hanya
tunduk kepada-Nya". [al-Baqarah/2:133]
Islam sebagai agama sempurna memiliki perspektif
sendiri dalam memandang pendidikan. Pendidikan dalam perspektif Islam memiliki
perbedaan yang dominan jika dibandingkan dengan pendidikan dalam perspektif
Barat. Salah satu keutamaan Islam adalah kesempurnaan ajarannya, Islam
berasal dari Allah yang Maha Sempurna. Kesempurnaan Islam terletak pada
keluasan cakupan ajarannya. Tidak ada satupun masalah di dunia ini yang tidak
diselesaikan oleh ajaran Islam. Ajaran Islam sebagai solusi meliputi
segala permasalahan manusia di dunia. Islam sebagai sebuah solusi terdiri
dari ranah fikrah
(konsepsi) dan thariqah (implementasi). Konsepsi
Islam juga meliputi berbagai aspek kehidupan manusia, baik ekonomi, politik,
sosial, budaya maupun pendidikan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588) pengertian konsep adalah gambaran mental dari
objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal
budi untuk memahami hal-hal lain.
Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi
manusia. Anak merupakan amanah yang menjadi tanggung jawab orang tuanya. Ketika
pertama kali dilahirkan ke dunia, seorang anak dalam keadaan fitrah dan berhati
suci lagi bersih. Lalu kedua orang tuanyalah yang memegang peranan penting pada
perkembangan berikutnya, apakah keduanya akan mempertahankan fitrah dan
kesucian hatinya, ataukah malah merusak dan mengotorinya.
Pertumbuhan ialah
perubahan-perubahan yang terjadi pada jasmani; bertambah besar dan tinggi.
Perkembangan lebih luas dari pertumbuhan ialah perubahan-perubahan yang terjadi
pada rohani dan jasmaniah. Dengan kata lain, perkembangan merupakan suatu
rentetan perubahan yang sifatnya menyeluruh dalam interaksi anak dan
lingkungannya. Semua kita berharap
apapun pertumbuhan yang terjadi pada anak keturunan kita adalah pertumbuhan yang bernuansa ajaran
Allah. Alqur’an dengan qisah Nabi Ya’kub
menjelang kematiannya dengan terbuka
mengemukaan kekhawatirannya,terhadap anak-anak keturunannya.
Prof.Dr.HM
Quraish Shihab dalam Al Misbah Juz
pertama hal. 314 mengemukaan ”
Apa yang kamu sembah sepeninggalku
? Mengapa redaksi
pertanyaan itu kata ” apa ” dan bukan ” siapa ” yang kamu sembah ?. Karena kata ”apa” dapat mencakup lebih banyak hal daripada kata ” siapa”. Karena orang yahudi dan lainnya menyembah banyak
hal, hewan,sungai, matahari dan di sebutkan lain. ”. Lain halnya dalam
Tafsir Ibnu Katsir lebih
terarah pada penjelasan tentang
nashob ( keturunan ). Disebutkan Tiga kenabian yaitu Ibrahim,Ismail dan Ishak, dan Nabi Ismail tidak lain adalah paman
Nabi Ya,kub demikian menurut al qurtubi dalam Tasir Ibnu Katsir.
Genealogi pendidikan diawali dari sebuah filosofi tentang
pentingnya manusia memiliki adab atau perilaku yang baik dan mengembangkan
berbagai potensi untuk menciptakan tata kehidupan yang beradab. Pendidikan mengalami dilema jika telah masuk pada ranah epistemologi
dimana paradigma menjadi landasan dasar bagi bangunan pendidikan berikutnya.
Paradigma Barat memandang pendidikan dengan basis materialisme sehingga lebih
bernuansa sekuler – liberal. Barat
berdiri berseberangan dengan nilai-nilai agama. Adapun Islam memandang
pendidikan dengan sudut pandang yang lebih komprehensif. Islam memandang
manusia adalah hamba Allah yang diberikan amanah kekhalifahan. Fungsi
kekhalifahan Itulah sebabnya Islam memiliki konsepsi dan implementasi
pendidikan yang berbeda dengan prinsip-prinsip pendidikan Barat.
Prof. Dr. Zakiah Daradjat,menyebutkan bahwa bangsa
Indonesia sedang berhadapan dengan permasalahan besar yang sangat mencemaskan
jika tidak diperhatikan secara sungguh-sungguh, yaitu permasalahan akhlak atau
moral. Ketenteraman batin telah banyak terganggu, kecemasan dan kegelisahan
orang telah banyak terasa, apalagi mereka yang memiliki anak dan remaja, yang
mulai menampakkan gejala kenakalan dan kekurangacuhan terhadap nilai moral yang
dianut dan dipakai oleh orang tua mereka.
Kegelisahan
juga melanda institusi keluarga dikarenakan kehilangan harmonisasi dan
kesayangan. Banyak anak-anak dari keluarga semacam ini yang enggan tinggal di
rumah, senang berkeliaran di jalanan dan tidak ada semangat belajar, bahkan
tidak sedikit yang telah tersesat jalan dalam hidupnya. Jika disimpulkan maka,
masyarakat Indonesia sekarang ini bahwa telah terlalu banyak nilai akhlak yang
diajarkan oleh agama telah dilanggar dan ditinggalkan orang. Berapa banyak
dusta, fitnah, penipuan, percecokan, pencurian, penganiayaan dan sebagainya. Hal
ini jika kita
lakukan analisa objektif tidak
lain karena ummat
Islam lebih banyak menghadirkan pola pendidikan
non Islami. Kehidupan Barat
seakan akan yang jadikan acuan
puncak keberhasilan masa depan
anaknya. Padahal dia demikian
adanya.
Konfigurasi
karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial cultural
tersebut dapat dikelompokkan dalam empat olah yakni olah hati (spiritual
and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah
raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development)
serta olah rasa dan karsa (affective and creativity development).
Kesempurnaan
ajaran dan konsepsi Islam telah diakui bukan hanya oleh orang muslim, bahkan
para pakar non Muslimpun mengakui. Bernand Shaw, sorang
filosof Inggris sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Iqbal, pernah
mengatakan bahwa agama yang dibawa nabi Muhammad (Islam) telah menjadi tolok
ukur yang sempurna, karena meliputi gairah yang mengagumkan dalam urusan dunia
sekaligus urusan akherat. Islamlah satu-satunya agama yang memiliki kekuasaan
terhadap fase-fase kehidupan yang berbeda-beda. Nabi Muhammad layak dipanggil
sebagai penyelamat kemanusiaan. Apabila orang semacam dia memimpin dunia modern
seperti sekarang ini, sudah pasti akan berhasil dalam memecahkan berbagai
persoalan manusia.
Konsepsi
Islam tentang pendidikan sebagai bagian dari ajaran Islam juga sangat sempurna
dan komprehensif. Berbagai literatur tentang kajian konsepsi pendidikan
Islam dari berbagai pakar pendidikan Islam mungkin sudah tidak terhitung
jumlahnya. Munculnya banyak karya-karya para tokoh dan pakar tentang pendidikan
anak dalam Islam menandakan perhatian mereka tentang betapa penting kedudukan
pendidikan dalam Islam. Kesuksesan dan kemuliaan generasi Muslim di masa
mendatang sangat ditentukan oleh proses pendidikan hari ini, baik pendidikan
dalam keluarga, sekolah maupun di masyarakat atau lingkungan. Untuk itu untuk
mendukung kajian penelitian ini perlu dikaji beberapa hal penting mengenai
pendidikan Islam.
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja secara sadar dan
terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan anak
agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya, Manusia dilahirkan dalam keadaan yang tidak berdaya sama sekali. Dia sangat
membutuhkan bantuan yang penuh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya,
terutama ibunya, supaya dia dapat hidup terus dengan sempurna, jasmani dan
rohani. Orang tualah yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap
pendidikan anaknya. Dalam ilmu jiwa dikenal dengan istilah pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu supaya anak sempurna dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Bahkan yang umum dengan teori Tabularasa, anak merupakan objek menarik yang akan berkembang dengan sempurna jika
mengikuti mekanisme Allah dengan
sebaik baiknya. Seperti faktor
Keturunan, Faktor Lingkungan dan
faktor perpaduan keduanya.
Dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyatakan: ”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Dalam kondisi lingkup yang
mendasar tidak bisa
kita pungkiri bahwa peranan orang tua dalam pendidikan
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan watak dan kepribadian
anak. Jika dipersentase, maka peran orang tua akan mencapai 60%, sedangkan
pengaruh lingkungan bergaul (bermain) 20%, dan lingkungan sekolah (sekolah
regular atau non pesantren, sekolah pergi pulang) juga 20%. Apabila peran orang
tua tidak diperankan secara baik dan benar maka pengaruh pendidikan 60%
tersebut akan ditelan habis oleh lingkungannya. Oleh karena itu, hendaknya para
orang tua memperhatikan dengan sungguh-sungguh perannya dalam pendidikan anak,
termasuk memilih lembaga pendidikan yang tepat bagi anaknya. Pada intinya,
supaya peran orang tua dalam mengelola anak-anaknya bisa berjalan secara
optimal, harus dipenuhi dua hal penting:
1. Tashfiyah, yaitu membersihkan pemahaman, pemikiran serta
keyakinannya dari segala hal yang merusak. Sehingga aqidah, pemahaman serta
manhajnya dalam beragama jadi lurus. Hal ini dilakukan dengan memberikan ilmu
dan pengajaran ilmiah yang lurus.
2. Tarbiyah, yaitu membimbing, membina, membiasakan dan
memberikan keteladanan agar anak terbiasa melaksanakan ketaatan kepada Allah
Azzawa Jalla serta meninggalkan segala
kemaksiatan.
Bahkan sebagaimana pendapat Mochtar Lubis mengemukakan bahwa manusia Indonesia memiliki
beberapa ciri utama yang kesemua ciri
itu menunjukkan karakter dan akhlak yang tidak baik. Diantara ciri manusia Indonesia
menurut Mochtar Lubis adalah : (1) hipokrit atau munafik; (2) segan dan enggan
bertanggungjawab atas perbuatan dan keputusannya; (3) berjiwa feodal; (4) masih
percaya takhayul; (5) terlalu mudah percaya dengan semboyan dan simbol yang
dibuatnya sendiri; (6) watak lemah dan karakter kurang kuat; (7) tidak kuat
dalam memperjuangkan keyakinan.
Karakter
tersebut adalah kultur
dasar bangsa kita, oleh karena itu
pengembangana terhadap anak
keturunan kita sangat tidak bisa
di elakan dari
ajaran Allah. atau
pendidikan yang bernuansa keislaman. Peran orang tua sangat menentukan
baik-buruk serta utuh-tidaknya kepribadian anak. Lebih dalam lagi adalah
kondisi konsekwensi ukhrawiyah yang akan setiap manusia
hadapi di sisi Allah, karena setiap orang tua pasti akan dimintai pertanggung
jawaban di hadapan Allah Azza wa Jalla kelak di akhirat tentang anak-anaknya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya : Tiada seorangpun yang dilahirkan
kecuali dilahirkan pada fithrah (Islam)nya. Kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. [HR. al-Bukhâri dan Muslim][1]
Hadits ini menunjukkan bahwa orang tua sangat
menentukan shaleh-tidaknya anak. Sebab pada asalnya setiap anak berada pada
fitrah Islam dan imannya; sampai kemudian datanglah pengaruh-pengaruh luar,
termasuk benar-tidaknya orang tua mengelola mereka. Maka orang tua bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap anak-anaknya. Karena itu
hendaknya setiap orang tua memperhatikan sepenuhnya perkembangan serta masa
depan anak-anaknya, masa depan yang bukan berorientasi pada sukses duniawi,
tetapi yang terpenting adalah sukses hingga akhiratnya.
Dengan demikian, orang tua tidak boleh
mementingkan diri sendiri, misalnya dengan melakukan dorongan yang secara
lahiriah terlihat seakan-akan demi
kebaikan anak, padahal sesungguhnya untuk kepentingan kebaikan, prestise atau
popularitas orang tua. Sehingga akhirnya salah langkah. Berikut adalah beberapa
kiat membentuk pribadi anak yang benar serta kiat melaksanakan pendidikan anak.
Seorang anak ibarat adonan yang siap dibentuk
sesuka orang yang memegangnya, atau ibarat kertas putih bersih yang siap untuk
dituliskan apapun di atasnya. Jika kedua orang tuanya membiasakannya pada
kebaikan, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang baik. Sebaliknya, jika
keduanya membiasakannya pada keburukan, maka dia pun akan tumbuh menjadi buruk
pula.
Pendidikan terhadap anak merupakan bagian
terpenting dalam kehidupan berumah tangga. Sebab salah satu tujuan utama
pernikahan adalah lahirnya keturunan yang nantinya akan menjadi generasi
penerus. Generasi penerus yang tumbuh tanpa didampingi pendidikan agama yang
memadai justru akan menjadi mangsa dan korban penjajahan peradaban lain. Namun
ironisnya hal itu tidak disadari oleh kebanyakan pasangan suami istri, sehingga
pendidikan agama kurang mendapatkan perhatian dari mereka.
Dalam pandangan kebanyakan orang tua di
masyarakat kita, pendidikan yang layak dan baik adalah dengan menyekolahkan
anak di sekolah “favorit”, dengan harapan anak tersebut akan dapat berprestasi,
sehingga nantinya memiliki masa depan yang “sukses dan mapan”. Tidak peduli
apakah sekolah tersebut mengajarkan nilai-nilai Islam ataukah tidak. Bahkan
lebih dari itu, mereka tidak peduli meskipun sekolah tersebut dikelola oleh
pendidikan sekuler atau non Islam.
Malah mereka berpandangan bahwa jika ingin
mendapatkan kualitas “pendidikan yang berkelas”, maka harus menyekolahkan
anak-anak mereka di lembaga-lembaga pendidikan non Islam. Arena lembaga-lembaga
tersebut mengelola dan menyelenggarakan pendidikan secara “profesional”,
sementara sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam
“dikelola dengan apa adanya dan jauh dari profesionalisme.” Itulah anggapan
mereka secara umum.
Ukuran kesuksesan dalam pandangan mereka adalah
ketika seseorang sukses secara materi, atau sukses meraih kedudukan tinggi.
Mereka akan sangat bangga dan merasa berhasil mendidik dan membesarkan
anak-anak mereka, manakala anak-anak tersebut sukses menduduki suatu jabatan
tinggi, atau berprofesi dengan profesi bergengsi atau menjadi pebisnis besar.
Mereka tidak peduli apakah anak-anak mereka mengerti dan mematuhi tuntunan
agamanya, ataukah malah menjauh dari itu semua dan tidak mempedulikannya.
Mereka hanya mengenal Islam pada momen-momen tertentu saja, setelah itu mereka
kembali melupakan dan tidak mempedulikannya. Apakah mereka lupa ataukah
berpura-pura tidak mengerti alasan keberadaan mereka di dunia ini?! Ataukah
mereka menyangka akan hidup selamanya di dunia? Atau mereka mengira bahwa
setelah kematian semuanya akan selesai begitu saja?! Allah Ta’ala telah berwasiat kepada
hamba-hamba-Nya yang beriman agar menjaga diri dan keluarga mereka dari api
neraka. Allah ubhaanahu wa ta’aala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ
غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan. ( QS At Tahriim
(66) -Verse 6 )
Memelihara atau menjaga keluarga dari api neraka
mengharuskan seseorang melakukan pendidikan dan pengajaran terhadap
anak-anaknya. Dimulai dari menanamkan akidah yang benar, kemudian membiasakan
mereka melakukan ketaatan, menjaga shalat, membiasakan anak-anak belajar
al-Quran, berakhlak mulia dan seterusnya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِيْ بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Kalian semua adalah pemimpin dan
setiap dari kalian akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin.
Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya. Dan seorang suami adalah pemimpin di dalam rumahnya
(keluarganya), dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Begitu
pula seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya, dan ia akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. al-Bukhari 2554 dan Muslim 1829)
Seseorang tidak mustahil akan digugat oleh anak
yang dikasihinya kelak di hadapan Allah. Anak yang selama hidup di dunia sangat
dia kasihi dan dia banggakan, dia sekolahkan di sekolah terbaik, dia sediakan
baginya segala fasilitas dan dia penuhi segala kebutuhan materinya, berubah
menjadi musuh yang menggugatnya. Segala kebutuhannya secara materi memang telah
dia penuhi, namun pendidikan agamanya tidak pernah dia pedulikan, sehingga anak
tersebut tumbuh dalam kebodohan dan jauh dari agamanya.
Dia tidak mengerti bagaimana seharusnya
berakidah, dan tidak dapat membedakan mana tauhid dan mana syirik. Dia tidak
tahu tata cara dan kewajiban shalat serta berbagai jenis ketaatan lainnya,
sehingga dia meremehkannya. Dia tidak dapat membedakan mana yang halal dan mana
yang haram, sehingga semuanya diraup habis tanpa memilih dan memilah, apakah
ini sesuatu yang dibolehkan ataukah dilarang. Maka hancurlah agamanya, rusaklah
perilakunya, dan suramlah masa depannya di akhirat. Karenanya, tidak heran jika
anak tersebut nantinya akan menggugat orang tuanya, karena kelalaian orang
tuanyalah yang membuatnya terjerumus dalam kesengsaraan.
Karenanya, sudah menjadi kewajiban dan tanggung
jawab orang tua untuk memberikan perhatian lebih pada pendidikan agama
anak-anaknya, melebihi perhatiannya terhadap hal lain, bahkan terhadap makan,
minum dan kesehatannya. Namun kelalaian terhadap pendidikan agamanya akan
sangat fatal akibatnya, karena akan membuatnya sengsara selama-lamanya dalam
kehidupan akhirat. Sungguh sangat mengherankan sikap sebagian orang tua, yang
hanya bersedih dan menangis ketika tubuh anaknya sakit atau mati, namun tidak
demikian halnya ketika hati dan jiwanya yang sakit atau mati. Padahal mereka
mengklaim sangat mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Maka, apakah tindakan
menjerumuskan anak ke dalam kesengsaraan dapat dikatakan sebagai ungkapan cinta
dan kasih sayang? Tentu tidak! Oleh karenanya, para orang tua hendaknya menata
ulang arti cinta dan sayang kepada anak agar selamat di dunia dan akhirat. Tentunya hadirkan sebuah pemberdayaan
pengembangan pendidikan yang
memang selalu membawa
pertumbuhan pengetahuannya
kepada arah mengena Tuhannya yaitu
Allah SWT.
Khotimah
Secara ringkas intisari pelajaran yang
dapat kita ambil hikmahnya Dari
langkah- langkah kehidupan Lukmanul Hakim diantaranya dalam Surah Luqmân sebagai berikut:
1. Disyari'atkannya agar orang tua memberikan
pendidikan dan wasiat kepada anak-anaknya tentang apa yang dapat memberikan
manfaat di dunia dan di akhirat, melalui
Tauhid yang benar.
2.Kemudian tentang wajibnya bersyukur kepada
Allah Azza wa Jalla , bersyukur (berterimakasih) kepada kedua orang tua, dan
tentang wajibnya berbuat kebaikan kepada kedua orang tua. Dan merasa selalu
diawasi oleh Allah Azza wa Jalla , baik dalam keadaan tertutup atau terbuka.
Dan tidak boleh meremehkan urusan kebaikan atau keburukan meskipun kecil atau
sedikit.
Sesungguhnya, upaya mengarahkan anak menjadi
anak shaleh yang beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan meninggalkan
serta membenci kemusyrikan, akan dapat dilakukan melalui proses tarbiyah (pendidikan).
"Tarbiyah merupakan salah satu segi kehidupan manusia yang
terpenting".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar