“Kemusyrikan Manusia Modern”
Oleh Drs.H.Hamzah MM
Syirik, adalah kata yang digunakan untuk
kemusyrikan yang di dalam bahasa Arabnya bermakna "menyekutukan".
Dalam Al-Qur'an, melakukan kemusyrikan adalah menyekutukan sesuatu, seseorang,
atau konsep dengan Allah dan menganggapnya sama dengan Allah.
Salah satu musibah besar yang menimpa
kaum muslimin dewasa ini -karena ketidakpedulian mereka terhadap urusan agama
dan sibuk dengan urusan dunia- adalah banyaknya kaum muslimin yang terjerumus
ke dalam hal-hal yang diharamkan Allah Ta’ala. Dalam penterjemahan
Al-Qur'an, kemusyrikan dijelaskan sebagai menyekutukan Allah atau bertuhan
selain kepada Allah.
Hal ini bisa terjadi akibat sedikitnya
pemahaman mereka tentang ajaran agama Islam yang hanif ini. Jurang keharaman terdalam yang mereka masuki
yaitu lembah hitam kemusyrikan.
Sebagaimana yang dikisahkan Allah Ta’ala
tentang sumpah Iblis
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ
الْمُسْتَقِيمَ
“ Karena Engkau telah menghukum saya
tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan
Engkau yang lurus“. (QS. Al-A’raf [7]: 16).
Bahkan, kalau kita teliti secara
seksama ternyata kemusyrikan hasil tipu daya iblis yang terjadi pada masa kita
sekarang ini justru lebih parah daripada kemusyrikan yang terjadi di
kalangan kaum musyrikin pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Benarkah demikian? Terdapat 3 variable
akan hal ini :
1) Kemusyrikan
Zaman Dahulu hanya pada Uluhiyah
2) Kemusyrikan
Zaman Dahulu hanya di Waktu
Lapang
3) Kemusryikan
Zaman Dahulu Berhubungan dengan orang
Sholeh
1) Zaman
dahulu Musyrik hanya pada Uluhiyah
Uluhiyah adalah
ibadah. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah melalui perbuatan para hamba
berdasarkan niat taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah, yang
disyari’atkan.
Tauhid uluhiyah adalah
mengesakan Allah dengan perbuatan para hamba berdasarkan niat taqarrub yang
disyariatkan, seperti doa, nazar, kurban, raja' (pengharapan), takut, tawakal,
raghbah (senang), rahbah (takut), dan inabah (kembali/tobat. Berarti kita harus
mencinta, menghambakan diri kepada, bermonoloyalitas kepada Dzat yang
kepada-Nya kita beruluuh.
Tauhid Uluhiyah Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan
yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup
berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan,
dll.
Sungguh
Allah tidak akan ridha bila dipersekutukan dengan sesuatu apapun. Bila ibadah
tersebut dipalingkan kepada selain Allah, maka pelakunya jatuh kepada Syirkun
Akbar (syirik yang besar) dan tidak diampuni dosanya.
[Lihat An-Nisaa: 48, 116] [1]
Tauhid
Rububiyah
Yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai,
memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang
mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dl
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ
اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ
وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ
فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Dan
sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut [826] itu", maka di antara umat itu ada orang-orang
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang
telah pasti kesesatan baginya [827].
Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). An Nahl (16) -Verse 36-
Analisa alqur’an yang menunjukkan hal
itu adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Katakanlah,’Kepunyaan
siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka
(kaum musyrikin) akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah,
’Maka apakah kamu tidak ingat?’ Katakanlah, ’Siapakah yang memiliki
langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan
menjawab, ’Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’Maka apakah kamu
tidak bertakwa?’ Katakanlah, ’Siapakah yang di tangan-Nya berada
kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang
dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan
menjawab, ’Kepunyaan Allah’. Katakanlah, ’(Kalau demikian),
maka dari jalan manakah kamu ditipu?’ ” (QS. Al-Mu’minuun [23]: 84-89)
Demikianlah kondisi kaum musyrikin
dahulu. Mereka tidak pernah memiliki keyakinan bahwa Latta, Uzza, Manat, dan
sesembahan mereka lainnya adalah yang menciptakan, memberi rizki, atau yang
menguasai alam semesta ini.
Mereka meyakini bahwa berhala pujaan
mereka itu hanyalah [simbol] hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih yang
dijadikan sebagai perantara dalam ibadah mereka kepada Allah Ta’ala.Lalu
bagaimana dengan kondisi kaum musyrikin pada zaman sekarang?
Maka akan kita jumpai kondisi yang
lebih parah dari kaum musyrikin pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Karena di samping beribadah kepada selain Allah Ta’ala juga
menyekutukan Allah Ta’ala dalam hal rububiyyah. Salah satu bukti
yang menunjukkan kemusyrikan dalam masalah rububiyyah adalah keyakinan
sebagian masyarakat tentang Nyi Roro Kidul sebagai “penguasa” laut selatan.
Pertama, dalam tauhid rububiyyah,
karena mereka meyakini adanya penguasa atau pengatur alam (yaitu Laut
Selatan) selain Allah Ta’ala. Kedua, dalam tauhid uluhiyyah, karena
mereka menujukan ibadah -penyembelihan- kepada Nyi Roro Kidul tersebut dengan
disertai pengagungan dan perendahan diri kepadanya.
Demikianlah realita sebagian umat Islam
pada zaman sekarang. Mereka tidak hanya menyekutukan Allah dalam hal uluhiyyah
saja, namun mereka juga menyekutukan Allah dalam hal rububiyyah.
Suatu keadaan buruk yang tidak pernah
kita jumpai pada kaum musyrikin di zaman Rasulullah yang notabene “hanya” menyekutukan
Allah Ta’ala dalam uluhiyyah-Nya saja.
2) Zaman
Dahulu Kemusyrikan di waktu Lapang
Realita kedua yang menunjukkan bahwa
kondisi kemusyrikan zaman sekarang lebih parah daripada kemusyrikan pada zaman
Rasulullah adalah:
kemusyrikan zaman Rasulullah dahulu
hanya terjadi ketika dalam kondisi lapang. Adapun, kalau sedang ditimpa
kesusahan, musibah, atau terancam bahaya, mereka mengikhlaskan/memurnikan
ibadah mereka kepada Allah Ta’ala semata.
Salah satu bukti/dalil yang menunjukkan
bahwa kemusyrikan orang musyrik jahiliyyah hanya di waktu lapang saja adalah
firman Allah Ta’ala (yang artinya),
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ ثُمَّ إِذَا
مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh
kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.
Kemudian apabila dia telah menghilangkan kemudharatan itu dari kamu, tiba-tiba
sebagian dari kamu mempersekutukan Rabb-nya dengan (yang lain)”. (QS. An-Nahl [16]:
53-54)
jelaslah bagi kita bahwa orang musyrik
jahiliyyah berbuat kemusyrikan hanya di waktu lapang. Namun, apabila apabila
mereka sedang tertimpa musibah atau terancam bahaya, mereka mengikhlaskan doa
dan ibadah mereka kepada Allah Ta’ala dan melupakan segala sesembahan
selain Allah. Mereka tidak menyeru atau berdoa kepada selain Allah Ta’ala,
karena mereka mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang dapat
menyelamatkan mereka dari bahaya tersebut kecuali Allah Ta’ala saja.
Berbeda dengan kaum musyrikin zaman
sekarang, kemusyrikan mereka terus-menerus berlangsung, baik dalam kondisi
lapang maupun sempit.
Mereka tidak mengikhlaskan ibadah
mereka kepada Allah Ta’ala, meskipun sedang ditimpa kesempitan dan
kesusahan. Bahkan, setiap kali kesusahan dan kesempitan yang mereka alami
semakin parah, semakin parah pula kemusyrikan yang mereka lakukan; dengan
mendatangi dukun, makam para wali dan orang shalih untuk meminta kepada mereka
agar dihilangkan musibah yang menimpa. Lihatlah, ketika terjadi musibah
meletusnya Gunung Merapi beberapa waktu yang lalu, dalam kondisi kesusahan
seperti itu, mereka justru menyembelih kerbau sebagai persembahan (tumbal)
kepada jin penunggu Gunung Merapi.
Oleh karena itu, tidak ragu lagi bahwa
kemusyrikan zaman sekarang ini lebih parah daripada kemusyrikan pada zaman
dahulu. Karena orang musyrik zaman sekarang berbuat kemusyrikan dalam dua
keadaan (yaitu dalam kondisi lapang dan sempit), sedangkan orang musyrik zaman
dahulu hanya berbuat syirik dalam satu keadaan saja (yaitu dalam kondisi
lapang), dan mentauhidkan Allah Ta’ala dalam kondisi sempit.
3)
Musyrik zaman Dahulu Berhubungan dengan orang
Sholeh
Kemusyrikan yang pertama kali terjadi
di muka bumi ini adalah kemusyrikan yang dilakukan oleh kaum Nuh ‘alaihis
salaam.
Kemusyrikan tersebut terjadi karena
sikap mereka yang ghuluw (berlebih-lebihan dalam memuji) terhadap
orang-orang shalih. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan
mereka berkata, ’Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) terhadap
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
terhadap Wadd, dan jangan pula Suwwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr’”. (QS.
Nuh [71]: 23)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan tentang
sesembahan-sesembahan kaum Nuh dalam ayat di atas, “(Itu adalah)
nama-nama orang shalih di kalangan umat Nuh. Ketika mereka meninggal,
setan membisikkan kepada kaum Nuh untuk membuat patung-patung di tempat-tempat
mereka beribadah, serta menamai patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka.
Kaum Nuh pun menuruti bisikan tersebut, namun patung tersebut belum sampai
disembah. Ketika kaum Nuh tersebut meninggal, dan hilanglah ilmu, patung-patung
itu pun akhirnya disembah” (HR. Bukhari)
Demikianlah, orang-orang musyrik pada
zaman dahulu menjadikan hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih, baik dari
kalangan para nabi, malaikat, atau pun wali sebagai sekutu bagi Allah Ta’ala.
Karena menurut persangkaan mereka,
hamba-hamba Allah Ta’ala yang shalih ini dapat mendekatkan diri mereka
kepada Allah Ta’ala disebabkan kedudukan mulia yang mereka miliki di
sisi Allah Ta’ala. Sementara, mereka merasa banyak berbuat dosa dan
maksiat
sehingga
tidak pantas meminta langsung kepada Allah, tetapi harus melalui perantara
orang-orang shalih tersebut.
Syaikh Muhammad At-Tamimy rahimahullah
berkata,
”Orang-orang musyrik dahulu menyembah hamba-hamba Allah yang shalih dan dekat
di sisi Allah, baik dari kalangan nabi, wali, atau malaikat. Atau mereka
menyembah batu dan pohon, yang merupakan makhluk yang taat kepada Allah dan
tidak pernah bermaksiat kepada-Nya.
Sedangkan orang musyrik zaman
sekarang, mereka menyembah manusia yang paling bejat. Orang-orang yang
mereka sembah ternyata adalah orang-orang yang tidak bisa menjaga diri mereka
dari zina, mencuri, meninggalkan shalat, dan maksiat-maksiat lainnya.
Marilah kita cocokkan perkataan beliau
tersebut dengan realita yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini. Saking
parahnya keadaan mereka, orang-orang yang telah mereka kenal sebagai orang suka
berbuat maksiat pun mereka sembah dan diharapkan berkahnya.
Salah satu buktinya, banyaknya orang
yang “ngalap berkah” ke makam Pangeran Samudro dan Nyai Ontrowulan di
Gunung Kemukus, Sragen. Konon, mereka berdua adalah seorang anak dan ibu
tiri (permaisuri raja) dari kerajaan Majapahit yang berselingkuh (baca:
berzina) kemudian diusir dari kerajaan dan menetap di Gunung Kemukus hingga
meninggal dunia. Sebelum meninggal, Pangeran Samudro berpesan bahwa keinginan
peziarah makamnya akan terkabul jika mereka bersedia melakukan seperti apa yang
pernah dia lakukan bersama ibu tirinya (yaitu berzina). Sehingga sebagai syarat
“mujarab” untuk mendapatkan berkah di sana adalah harus dengan berzina
terlebih dahulu.
Inilah salah satu sosok sesembahan
orang musyrik zaman sekarang; yang ternyata adalah seorang pezina (baca: pelaku
dosa besar).Nauuzubillah,…
Inilah realita kemusyrikan pada zaman
ini. Dari sisi ini, kita dapat melihat bersama betapa orang-orang musyrik zaman
dahulu lebih berakal daripada orang-orang musyrik sekarang ini.
Karena maraknya bentuk-bentuk
kemusyrikan pada zaman
era modern saat ni tisdak ada
senjata yang sangat kuat yaitu
Mantapkan Aqidah Islamiyah
kepada anak anak keturunan kita.
Berlebih kedepan pendidikan apa yang
akan kita hadirkan kepada anak anak keturunan kita, pendidikan
pengenalan kepada Allah kah atau
pendidikan kearah Materialisme
kah yang akan kita berikan kepada anak anak
kita yang akan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Semoga Allah menjauhkan kita dari
kemusyrikan dengan segala bentuknya
amien yaa Robbal Aalamin.
mantapp ... salam docktorpc.blogspot.com
BalasHapus