“ MUSIBAH DALAM
PERSEFSI HADIST RASULALLAH”
Oleh :
Drs.H Hamzah MM
Kondisi
suatu bangsa dalam sebuah
peradaban zaman akan sangat
mempunyai pengaruh pada asfek pola kehidupan masyarakatnya itu
sendiri.
Tidak
sedikit bangsa yang di
hilangkan oleh Allah
keberadaannya. Kaum Saba
contohnya. Jika kita pelajari
pada asfek sejarah dari
refernsi Alqur,an misalkan sangat
di dasari pada
kehancuran moral dan akhlaq manusia itu
sendiri. Sehingga Allah
menghilangkan jejak rekam bangsa itu dalam
kancah peradaban manusia.
Dari Abu Hurairah ra berkata; bersabda
Rasulullah saw “Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah
(rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, beiajar bukan karena agama
(untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka
terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah,
bersuara keras (menjerit jerit) di masjid, orang fasig menjadi pemimpin suatu
bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhiaknya, orang dihormati
karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat)
banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini
sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk para sahabat
Nabi saw, tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka waspada karena
pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa,longsor dan kemusnahan. Kemudian
diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti untaian permata yang
berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).”(HR.
Tirmidzi)
KETIKA terjadi bencana alam, paling tidak ada
tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana
tersebut.
1) Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan.
2) Kedua, sebagai ujian dari Tuhan.
3) Ketiga, Sunnatullahdalamartigejalaalamatauhukum alam yang
biasaterjadi.
Untuk kasus Indonesia ketiga analisa tersebut
semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan
dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi
kebanggaan baik di tingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun
sebagian rakyatnya, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan,
orang-orang miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً
أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ
فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
”Jika Kami menghendaki menghancurkan
suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk
taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (Al-Isra’[17]: 16).
Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai
ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh
keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana firman
Allah:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan
dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak
diujilagi?”( Al-Ankabut [29:2).
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam
pun besar kemungkinannya, karena bumi Nusantara memang berada di bagian
bumi yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung.
Bahkan, secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini rawan akan
terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SwT atas bumi
ini dengan ber bagai hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti pergerakan
gunung dengan berbagai konsekuensinya.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu kamu
sangka dia tetap di tempatnya, padahal gunung-gunung itu bergerak sebagaimana
awanbergerak.(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh segala sesuatu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".( QS.
Al-Naml [27]: 88).
Di samping harus tetap bersikap optimis dan
berupaya mengenali hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan atas alam ini,
adalah bijak untuk terus melakukan introspeksi terhadap keseriusan kita dalam
menaati perintah-perintah Allah SwT dan menghitung-hitung kedurhakaan kita
kepada-Nya.Sabda Rasulullah saw yang diriwayat kan Imam Tirmidzi di atas patut
menjadi renungan bagi bangsa ini atas berbagai bencana yang menimpa secara
bertubi tubi.
Jika kita cermati hampir semua penyebab bencana
yang disebut Rasulullah saw dalam Hadits tersebut tengah melanda bangsa ini.
Pertama, masalah kepemimpinan, amanah dan penguasa. Jika suatu bangsa memilih
pemimpin yang tidak memenuhi syarat, baik (shalih), cakap/cerdas dan kompeten
(gawiy) dan amanah (amin), maka kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa
tinggal menunggu waktu saja. Se bab, pemimpin seperti itu menganggap kekuasaan
bukan sebagai amanah untuk menciptakan kesejahteraan dan ketentraman
bagirakyatnya, tetapi sebagal sarana dan kesempatan untuk memperkaya diri dan
bersenang-senang. Akibatnya, perilaku korupsi merajalela, penindasan dan
pemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral menjadi hal
yang sangat sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, memilih pemimpin atau
pejabat harus hatihati dan selektif, sebab mereka akan memanggul amanah yang
sangat berat. Dari Abu Hurairah ra
berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah
saatnya (kehancuran). Abu Hurairah bertanya; “Bagaimana amanat itu disia-siakan
wahai Rasulullah?, Beliau menjawab,”Jika suatu urusan diserahkan pada orang
yang bukan ahlinya (tidak memenuhi syarat)”. ( H R. Bukhari).
Kedua, orang kaya tidak menunaikan kewajibannya.
Zakat adalah kewajiban minimal bagi orang kaya untuk peduli kepada orang
miskin. Jika kewajiban minimal ini tidak ditunaikan, maka kegoncangan social
tdak bisa ditawar-tawarlagi, karena tindakan orang miskin yang terampas haknya
tidak bisa dipersalahkan. Sehingga azab Allah menjadi keharusan (Al-Isra’: 16).
Demikian intisari istinbathAmirul Mu’minin Umar bin Khathab ra yang didukung
Ibnu Hazm rahimallahu ta’ala.
Ketiga, hilangnya ketulusan dan kebijakan para
ulama dan cendekiawan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penguasa dan pengusaha
(orang kaya) itu akan menjadi-jadi jika ulama/cendekiawan sebagai pilar penting
suatu bangsa yang bertugas untuk memberi peringatan dan beroposisi secara loyal
terseret ke dalam kepentingan pragmatis para penguasa dan pengusaha tersebut.
Aktualisasinya bisa berwujud pada terbitnya
fatwa-fatwa pesanan yang tidak memihak orang-orang lemah dan tertindas serta
opini yang menyesatkan dan membingungkan umat sebagai akibat terialu banyak
menerima pemberian yang tidak jelas dan sering mengemis pada musuh-musuh Islam
dan bangsa pada umumnya. Karena ketulusan telah hilang, para ulama pun menjadi
orang yang membuat gaduh di masjid dengan perdebatan dan berbantahan mengenai
hal yang sudah diputuskan dengan jelas oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pada akhirnya, bukan hanya perintah Allah dan
Rasul-Nya yang tidak diperhatikan dan disia-siakan. Akan tetapi para sahabat
Rasul dan generasi mereka sesudahnya (ulama dari kalangan tabi’in
dantabi’tabi’in)sebagaigenerasiterbaik umat Muhammad saw menjadi bahan
olok-olok dan ejekan dalam perbincangan mereka dengan merendahkan dan
mencampakkan kezuhudan dan hasil ijtihad mereka yang cemerlang.
Jika ketiga pilar bangsa penguasa, pengusaha dan
ulama atau cendekiawan sudah tidak menjalankan fungsi yang semestinya, maka
kebangkrutan moral yang lain seperti durhaka pada orangtua, suami yang manut
pada hawa nafsu istrinya, mewabahnya khamr (narkoba) dan kesenangan pada
hiburan yang memancing keliaran syahwat menjadi pemandangan yang biasa. Pada
saatitu”kemarahan” Tuhan dipastikan tidak bias dihalang-halangi untuk
menghancurkan bangsa yang durhaka.
KESIMPULAN
Dengan menggunakan akal
yang jernih maka manusia akan semakin jernih dalam melihat berbagai
musibah yang ada, dan kejernihan itu dapat
di optimalkan dengan mematangkan Keimanan kepada Allah. Meyakini bahwa seluruhnya apa
yang ada di
permukaan Bumi ini
danangkasa luarpun adalah
milik Allah.
Kondisi
suatu bangsa dalam sebuah
peradaban zaman akan sangat
mempunyai pengaruh pada asfek pola kehidupan masyarakatnya itu
sendiri.
Tidak
sedikit bangsa yang di
hilangkan oleh Allah
keberadaannya. Kaum Saba
contohnya. Jika kita pelajari
pada asfek sejarah dari
refernsi Alqur,an misalkan sangat
di dasari pada
kehancuran moral dan akhlaq manusia itu
sendiri. Sehingga Allah
menghilangkan jejak rekam bangsa itu dalam
kancah peradaban manusia.
Dari Abu Hurairah ra berkata; bersabda
Rasulullah saw “Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah
(rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, beiajar bukan karena agama
(untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka
terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah,
bersuara keras (menjerit jerit) di masjid, orang fasig menjadi pemimpin suatu
bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhiaknya, orang dihormati
karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat)
banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini
sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk para sahabat
Nabi saw, tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka waspada karena
pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa,longsor dan kemusnahan. Kemudian
diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti untaian permata yang
berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).”(HR.
Tirmidzi)
KETIKA terjadi bencana alam, paling tidak ada
tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana
tersebut.
1) Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan.
2) Kedua, sebagai ujian dari Tuhan.
3) Ketiga, Sunnatullahdalamartigejalaalamatauhukum alam yang
biasaterjadi.
Untuk kasus Indonesia ketiga analisa tersebut
semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan
dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi
kebanggaan baik di tingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun
sebagian rakyatnya, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan,
orang-orang miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً
أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ
فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
”Jika Kami menghendaki menghancurkan
suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk
taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (Al-Isra’[17]: 16).
Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai
ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh
keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana firman
Allah:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan
dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak
diujilagi?”( Al-Ankabut [29:2).
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam
pun besar kemungkinannya, karena bumi Nusantara memang berada di bagian
bumi yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung.
Bahkan, secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini rawan akan
terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SwT atas bumi
ini dengan ber bagai hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti pergerakan
gunung dengan berbagai konsekuensinya.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu kamu
sangka dia tetap di tempatnya, padahal gunung-gunung itu bergerak sebagaimana
awanbergerak.(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh segala sesuatu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".( QS.
Al-Naml [27]: 88).
Di samping harus tetap bersikap optimis dan
berupaya mengenali hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan atas alam ini,
adalah bijak untuk terus melakukan introspeksi terhadap keseriusan kita dalam
menaati perintah-perintah Allah SwT dan menghitung-hitung kedurhakaan kita
kepada-Nya.Sabda Rasulullah saw yang diriwayat kan Imam Tirmidzi di atas patut
menjadi renungan bagi bangsa ini atas berbagai bencana yang menimpa secara
bertubi tubi.
Jika kita cermati hampir semua penyebab bencana
yang disebut Rasulullah saw dalam Hadits tersebut tengah melanda bangsa ini.
Pertama, masalah kepemimpinan, amanah dan penguasa. Jika suatu bangsa memilih
pemimpin yang tidak memenuhi syarat, baik (shalih), cakap/cerdas dan kompeten
(gawiy) dan amanah (amin), maka kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa
tinggal menunggu waktu saja. Se bab, pemimpin seperti itu menganggap kekuasaan
bukan sebagai amanah untuk menciptakan kesejahteraan dan ketentraman
bagirakyatnya, tetapi sebagal sarana dan kesempatan untuk memperkaya diri dan
bersenang-senang. Akibatnya, perilaku korupsi merajalela, penindasan dan
pemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral menjadi hal
yang sangat sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, memilih pemimpin atau
pejabat harus hatihati dan selektif, sebab mereka akan memanggul amanah yang
sangat berat. Dari Abu Hurairah ra
berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah
saatnya (kehancuran). Abu Hurairah bertanya; “Bagaimana amanat itu disia-siakan
wahai Rasulullah?, Beliau menjawab,”Jika suatu urusan diserahkan pada orang
yang bukan ahlinya (tidak memenuhi syarat)”. ( H R. Bukhari).
Kedua, orang kaya tidak menunaikan kewajibannya.
Zakat adalah kewajiban minimal bagi orang kaya untuk peduli kepada orang
miskin. Jika kewajiban minimal ini tidak ditunaikan, maka kegoncangan social
tdak bisa ditawar-tawarlagi, karena tindakan orang miskin yang terampas haknya
tidak bisa dipersalahkan. Sehingga azab Allah menjadi keharusan (Al-Isra’: 16).
Demikian intisari istinbathAmirul Mu’minin Umar bin Khathab ra yang didukung
Ibnu Hazm rahimallahu ta’ala.
Ketiga, hilangnya ketulusan dan kebijakan para
ulama dan cendekiawan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penguasa dan pengusaha
(orang kaya) itu akan menjadi-jadi jika ulama/cendekiawan sebagai pilar penting
suatu bangsa yang bertugas untuk memberi peringatan dan beroposisi secara loyal
terseret ke dalam kepentingan pragmatis para penguasa dan pengusaha tersebut.
Aktualisasinya bisa berwujud pada terbitnya
fatwa-fatwa pesanan yang tidak memihak orang-orang lemah dan tertindas serta
opini yang menyesatkan dan membingungkan umat sebagai akibat terialu banyak
menerima pemberian yang tidak jelas dan sering mengemis pada musuh-musuh Islam
dan bangsa pada umumnya. Karena ketulusan telah hilang, para ulama pun menjadi
orang yang membuat gaduh di masjid dengan perdebatan dan berbantahan mengenai
hal yang sudah diputuskan dengan jelas oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pada akhirnya, bukan hanya perintah Allah dan
Rasul-Nya yang tidak diperhatikan dan disia-siakan. Akan tetapi para sahabat
Rasul dan generasi mereka sesudahnya (ulama dari kalangan tabi’in
dantabi’tabi’in)sebagaigenerasiterbaik umat Muhammad saw menjadi bahan
olok-olok dan ejekan dalam perbincangan mereka dengan merendahkan dan
mencampakkan kezuhudan dan hasil ijtihad mereka yang cemerlang.
Jika ketiga pilar bangsa penguasa, pengusaha dan
ulama atau cendekiawan sudah tidak menjalankan fungsi yang semestinya, maka
kebangkrutan moral yang lain seperti durhaka pada orangtua, suami yang manut
pada hawa nafsu istrinya, mewabahnya khamr (narkoba) dan kesenangan pada
hiburan yang memancing keliaran syahwat menjadi pemandangan yang biasa. Pada
saatitu”kemarahan” Tuhan dipastikan tidak bias dihalang-halangi untuk
menghancurkan bangsa yang durhaka.
KESIMPULAN
Dengan menggunakan akal
yang jernih maka manusia akan semakin jernih dalam melihat berbagai
musibah yang ada, dan kejernihan itu dapat
di optimalkan dengan mematangkan Keimanan kepada Allah. Meyakini bahwa seluruhnya apa
yang ada di
permukaan Bumi ini
danangkasa luarpun adalah
milik Allah.
Kondisi
suatu bangsa dalam sebuah
peradaban zaman akan sangat
mempunyai pengaruh pada asfek pola kehidupan masyarakatnya itu
sendiri.
Tidak
sedikit bangsa yang di
hilangkan oleh Allah
keberadaannya. Kaum Saba
contohnya. Jika kita pelajari
pada asfek sejarah dari
refernsi Alqur,an misalkan sangat
di dasari pada
kehancuran moral dan akhlaq manusia itu
sendiri. Sehingga Allah
menghilangkan jejak rekam bangsa itu dalam
kancah peradaban manusia.
Dari Abu Hurairah ra berkata; bersabda
Rasulullah saw “Apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah
(rampasan), membayar zakat dianggap merugikan, beiajar bukan karena agama
(untuk meraih tujuan duniawi semata), suami tunduk pada istrinya, durhaka
terhadap ibu, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah,
bersuara keras (menjerit jerit) di masjid, orang fasig menjadi pemimpin suatu
bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhiaknya, orang dihormati
karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik (hiburan berbau maksiat)
banyak digemari, minum keras/narkoba semakin meluas, umat akhir zaman ini
sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum Muslimin (termasuk para sahabat
Nabi saw, tabi’in dan para imam muktabar). Maka hendaklah mereka waspada karena
pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa,longsor dan kemusnahan. Kemudian
diikuti oleh tanda-tanda (kiamat) yang lain seperti untaian permata yang
berjatuhan karena terputus talinya (semua tanda kiamat terjadi).”(HR.
Tirmidzi)
KETIKA terjadi bencana alam, paling tidak ada
tiga analisa yang sering diajukan untuk mencari penyebab terjadinya bencana
tersebut.
1) Pertama, azab dari Allah karena banyak dosa yang dilakukan.
2) Kedua, sebagai ujian dari Tuhan.
3) Ketiga, Sunnatullahdalamartigejalaalamatauhukum alam yang
biasaterjadi.
Untuk kasus Indonesia ketiga analisa tersebut
semuanya mempunyai kemungkinan yang sama besarnya. Jika bencana dikaitkan
dengan dosa-dosa bangsa ini bisa saja benar, sebab kemaksiatan sudah menjadi
kebanggaan baik di tingkat pemimpin (struktural maupun kultural) maupun
sebagian rakyatnya, perintah atau ajaran agama banyak yang tidak diindahkan,
orang-orang miskin diterlantarkan. Maka ingatlah firman Allah:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً
أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ
فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
”Jika Kami menghendaki menghancurkan
suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah (berkedudukan untuk
taat kepada Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan daiam negeri tersebut,
maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian
kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya,” (Al-Isra’[17]: 16).
Apabila dikaitkan dengan ujian, bisa jadi sebagai
ujian kepada bangsa ini, khususnya kaum Muslimin agar semakin kuat dan teguh
keimanannya dan berani untuk menampakkan identitasnya. Sebagaimana firman
Allah:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan
dibiarkan begitu saja mengatakan: Kami telah beriman’, sedang mereka tidak
diujilagi?”( Al-Ankabut [29:2).
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan gejala alam
pun besar kemungkinannya, karena bumi Nusantara memang berada di bagian
bumi yang rawan bencana seperti gempa, tsunami dan letusan gunung.
Bahkan, secara keseluruhan bumi yang ditempati manusia ini rawan akan
terjadinya bencana, sebab hukum alam yang telah ditetapkan Allah SwT atas bumi
ini dengan ber bagai hikmah yang terkandung di dalamnya. Seperti pergerakan
gunung dengan berbagai konsekuensinya.
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu kamu
sangka dia tetap di tempatnya, padahal gunung-gunung itu bergerak sebagaimana
awanbergerak.(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh segala sesuatu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".( QS.
Al-Naml [27]: 88).
Di samping harus tetap bersikap optimis dan
berupaya mengenali hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan atas alam ini,
adalah bijak untuk terus melakukan introspeksi terhadap keseriusan kita dalam
menaati perintah-perintah Allah SwT dan menghitung-hitung kedurhakaan kita
kepada-Nya.Sabda Rasulullah saw yang diriwayat kan Imam Tirmidzi di atas patut
menjadi renungan bagi bangsa ini atas berbagai bencana yang menimpa secara
bertubi tubi.
Jika kita cermati hampir semua penyebab bencana
yang disebut Rasulullah saw dalam Hadits tersebut tengah melanda bangsa ini.
Pertama, masalah kepemimpinan, amanah dan penguasa. Jika suatu bangsa memilih
pemimpin yang tidak memenuhi syarat, baik (shalih), cakap/cerdas dan kompeten
(gawiy) dan amanah (amin), maka kebangkrutan dan kehancuran sebuah bangsa
tinggal menunggu waktu saja. Se bab, pemimpin seperti itu menganggap kekuasaan
bukan sebagai amanah untuk menciptakan kesejahteraan dan ketentraman
bagirakyatnya, tetapi sebagal sarana dan kesempatan untuk memperkaya diri dan
bersenang-senang. Akibatnya, perilaku korupsi merajalela, penindasan dan
pemiskinan menjadi pemandangan yang lumrah, dan kebangkrutan moral menjadi hal
yang sangat sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, memilih pemimpin atau
pejabat harus hatihati dan selektif, sebab mereka akan memanggul amanah yang
sangat berat. Dari Abu Hurairah ra
berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika amanat disia-siakan, maka tunggulah
saatnya (kehancuran). Abu Hurairah bertanya; “Bagaimana amanat itu disia-siakan
wahai Rasulullah?, Beliau menjawab,”Jika suatu urusan diserahkan pada orang
yang bukan ahlinya (tidak memenuhi syarat)”. ( H R. Bukhari).
Kedua, orang kaya tidak menunaikan kewajibannya.
Zakat adalah kewajiban minimal bagi orang kaya untuk peduli kepada orang
miskin. Jika kewajiban minimal ini tidak ditunaikan, maka kegoncangan social
tdak bisa ditawar-tawarlagi, karena tindakan orang miskin yang terampas haknya
tidak bisa dipersalahkan. Sehingga azab Allah menjadi keharusan (Al-Isra’: 16).
Demikian intisari istinbathAmirul Mu’minin Umar bin Khathab ra yang didukung
Ibnu Hazm rahimallahu ta’ala.
Ketiga, hilangnya ketulusan dan kebijakan para
ulama dan cendekiawan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh penguasa dan pengusaha
(orang kaya) itu akan menjadi-jadi jika ulama/cendekiawan sebagai pilar penting
suatu bangsa yang bertugas untuk memberi peringatan dan beroposisi secara loyal
terseret ke dalam kepentingan pragmatis para penguasa dan pengusaha tersebut.
Aktualisasinya bisa berwujud pada terbitnya
fatwa-fatwa pesanan yang tidak memihak orang-orang lemah dan tertindas serta
opini yang menyesatkan dan membingungkan umat sebagai akibat terialu banyak
menerima pemberian yang tidak jelas dan sering mengemis pada musuh-musuh Islam
dan bangsa pada umumnya. Karena ketulusan telah hilang, para ulama pun menjadi
orang yang membuat gaduh di masjid dengan perdebatan dan berbantahan mengenai
hal yang sudah diputuskan dengan jelas oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pada akhirnya, bukan hanya perintah Allah dan
Rasul-Nya yang tidak diperhatikan dan disia-siakan. Akan tetapi para sahabat
Rasul dan generasi mereka sesudahnya (ulama dari kalangan tabi’in
dantabi’tabi’in)sebagaigenerasiterbaik umat Muhammad saw menjadi bahan
olok-olok dan ejekan dalam perbincangan mereka dengan merendahkan dan
mencampakkan kezuhudan dan hasil ijtihad mereka yang cemerlang.
Jika ketiga pilar bangsa penguasa, pengusaha dan
ulama atau cendekiawan sudah tidak menjalankan fungsi yang semestinya, maka
kebangkrutan moral yang lain seperti durhaka pada orangtua, suami yang manut
pada hawa nafsu istrinya, mewabahnya khamr (narkoba) dan kesenangan pada
hiburan yang memancing keliaran syahwat menjadi pemandangan yang biasa. Pada
saatitu”kemarahan” Tuhan dipastikan tidak bias dihalang-halangi untuk
menghancurkan bangsa yang durhaka.
KESIMPULAN
Dengan menggunakan akal
yang jernih maka manusia akan semakin jernih dalam melihat berbagai
musibah yang ada, dan kejernihan itu dapat
di optimalkan dengan mematangkan Keimanan kepada Allah. Meyakini bahwa seluruhnya apa
yang ada di
permukaan Bumi ini
danangkasa luarpun adalah
milik Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar