Rabu, 19 Maret 2014

Ummat Mencari Pemimpin



“ Hubungan  Agama  dalam Bernegara bagi  ummat  Islam “
Oleh  Drs. H Hamzah MM
Description: H:\IMG_1952.JPG
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًاأَمَّا بَعْدُ
Hadirin Jama’ah Shalat Jum’at yang berbahagia
          Puji  syukur  kepada  Allah,....Sholawat serta  salam kepada  Rasulallah SAW,....Wasiat  Taqwa.......
Iklim kehidupan berbangsa dan bernegara di era reformasi seperti sekarang ini telah memperlihatkan perubahan kehidupan demokrasi dan perpolitikan di Indonesia, Fenomena yang ada, dimana kebebasan mengekspresikan hak hidup sebagai warga negara dan menyampaikan aspirasi politik begitu marak dilakukan oleh warga masyarakat. Tetapi patut disayangkan, terkadang hal itu dilakukan dengan menabrak rambu-rambu hukum dan peraturan yang ada serta terlepas dari kendali moral, khususnya menabrak hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur`an yang merupakan sumber hukum dari segala permasalahan yang seharusnya dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh warga negara yang  mayoritas  muslim
Selanjutnya Bagaimana  sebenarnya  Hubungan  Agama  dalam Bernegara bagi  ummat  Islam ?
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab Islam, bahwa memilih pemimpin atau mengangkat pejabat untuk suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan kaum muslimin, hukumnya adalah wajib (al Imamah, al Aamidy: 70-71).  Karena keberadaan seorang pemimpin, dalam pandangan Islam, berfungsi untuk menegakkan agama Allah serta untuk menyiasati dan mengatur urusan duniawi masyarakat dengan mengacu kepada agama (Muqadimah Ibnu Khaldun: Hal 211).
Hadirin  Rohimakumullah,....
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al Iqtishad fil I’tiqad “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap”.
Prof.Dr Zakiah Darajat : seorang pakar Pendidikan  : Agama dan moral merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dalam suatu Negara (one body unity).  Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa juz 28 halaman 394, beliau mengatakan “Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama  terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak”.
Moh Mahfud MD ( Tokoh Islam ) “ Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Konstitusi (17/10/2012), adalah dengan adanya moralitas dalam bernegara maka masyarakat akan hidup tentram dan saling mengasihi, membantu satu sama lainnya, begitu pula dengan keyakinan yang merupakan landasan dari sebuah perbuatan.
Dalam  kehidupan manusia berbangsa  dan bernegara  serta  beragama,sudah  semestinya manusia  mengikuti  aturan main yang Allah berikan  kepadanya dalam kitab  sucinya.Kita  ummat  Islam  mutlak (Wajib)  harus  mengikuti  alqur,an jika  ingin selamat  Dunia  dan akhirat.
Diantara  ayat  ayat  alqur,an terdapat ayat  perintah dan ayat  larangan. Diantara  ayat larangan Allah berfirman dalam QS. Ali Imran: 28 yang berbunyi:
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

 “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[1] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu).   (  QS  Ali  Imron 28 )
Hadirin  Rohimakumullah,....
Lebih tegas lagi, Imam Ibnu Taimiyah menyatakan, bahwa fungsi jabatan apapun di dalam Islam bertujuan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini berlaku untuk jabatan-jabatan yang mengatur  berbagai  keperluan  hidup warga bangsa (  Eksekutif,Legislatif dan Yudikatif )  (al Hisbah: 8-14).
Dari  kondisi yang sedang berkembang saat ini, yaitu  “ Menentukan seorang  Pemimpin bangsa “sebagai ummat Muslim yang  mayoritas pada  Negeri  yang kita  cintai  ini, seyogyanya  kita mampu mencerdaskan pemikiran  kita pada  nuansa qur’aniyah ( agamis ).
Ummat  islam hidup  harus merujuk pada  alqur,an,untuk  mendapatkan  informasi  yang  benar  tentang  sebuah ayat  alqur,an  setidaknya  kita harus mereferensikan  beberapa  pemikiran  ulama  dan ahli tafsir  sebagai  acuan kehidupan beragama seorang muslim. Dan juga  asbabun nuzul sebuah  ayat  di  turunkan  kepada  Rasulallah SAW

Ada dua riwayat mengenai sebab turunnya ayat ini, yakni sebagai berikut :

1.     Dalam  tafsir AtTabari (3/228) dikatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan Al-Hajjaj bin Amr, yang mempunyai teman orang-orang Yahudi yaitu Ka’ab bin Al-Asyraf, Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid kemudian ada beberapa sahabat  yang menasehatinya dan berkata :”Jauhilah mereka dan engkau harus berhati-hati karena mereka nanti akan memberi fitnah kepadamu  tentang agama dan kamu akan tersesatkan dari jalan kebenaran.”  Namun sahabat yang dinasehati mengabaikan nasehat ini, dan mereka masih tetap memberi sedekah kepada orang-orang Yahudi dan bersahabat dengan mereka, maka kemudian turun ayat tersebut.
2.      Sedangkan dalam tafsir Al-Qurthubi (4/58) disebutkan bahwa  Ibnu Abbas ra berkata bahwasanya ayat ini turun kepada Ubadah bin Shamit, bahwasanya beliau mempunyai beberapa sahabat orang Yahudi dan ketika Nabi Muhammad saw keluar bersama para sahabatnya untuk berperang (Ahzab) Ubadah berkata kepada Rasulullah “wahai Nabi Allah aku mambawa lima ratus orang Yahudi  mereka akan kelur bersamaku dan akan ikut memerangi musuh.” Maka kemudian turunlah ayat tersebut.

Penjelasan Kata

لَا يَتَّخِذِ             : Tidak menjadikan
أوليآء               : Kata Auliya’ adalah bentuk jama’ dari kata wali (yang berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong). Yakni janganlah menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin (juga teman dekat), dan jangan memberikan kepada mereka dengan memberi pertolongan sebagai bentuk loyalitas, menyatakan kecintaan dan dukungan (dalam masalah agama)
فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ  : Yakni Allah ta'ala berlepas diri darinya, maka ia akan celaka. تُقَاةً: Melindungi diri dengan menggunakan lisan (ucapan) yaitu kata-kata yang dapat melunakkan sikap orang dan menjauhkan permusuhan.

وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ : Allah ‘Azza wa jalla memberi peringatakan dan kewaspadaan kepadamu terhadap siksaan-Nya yaitu jika kamu berbuat maksiat kepada-Nya.
Menurut al Qurthubi, ayat ini memiliki kandungan dua hal,
1).Larangan memberikan loyalitas dan kasih sayang kepada orang kafir.
2).Bolehnya bertaqiyah (menyembunyikan keimanan karena takut) karena lemahnya umat islam kala itu. (Tafsir al Qurthubi : 4/57)

Tafsir at Thabari (6/313) : Ayat ini adalah larangan dari Allah ’azza wa jalla kepada orang-orang mukmin untuk menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong, pelindung, dan mencintainya.  Sedangkan dalam tafsir Ibnu Katsir (2/30) : (Dengan ayat ini) Allah melarang hamba-hambanya yang beriman untuk berwala’ (memberikan loyalitas) kepada orang-orang kafir dan mengambil mereka sebagai wali. Dan banyak  lagi  tafsir  yg mengungkapkan akan hal  ini.

D.    Ayat yang serupa (larangan mengangkat orang kafir sebagai wali)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَن تَجْعَلُواْ لِلّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali [368] dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ? ( QS An Nisaa (4) -Verse 144 )
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Menurut jumhur (mayoritas) ulama dari berbagai mazhab Islam, bahwa memilih pemimpin atau mengangkat pejabat untuk suatu jabatan tertentu demi kemaslahatan kaum muslimin, hukumnya adalah wajib (al Imamah, al Aamidy: 70-71).
Jabatan merupakan amanah yang harus ditunaikan sebaik-baiknya karena ia akan dipertanggungjawabkan di dunia kepada rakyat, dan kepada Allah kelak di akhirat. Rasulullah saw. pernah mengingatkan Abu Dzar ra. yang sempat meminta jabatan. Beliau katakan, “Sesungguhnya jabatan ini adalah amanah dan sesungguhnya di akhirat akan menyebabkan kekecewaan dan penyesalan, kecuali bagi yang berhak menerimanya dan mampu menunaikan tugas sebagaimana mestinya” (HR. Muslim, no:1826).
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Terdapat beberapa indikator di dalam Al-qur’an, sebagai acuan kita dalam memilih pemimpin.
Pertama, bahwa seorang kandidat harus memiliki track record yang baik sebelum ia diangkat sebagai pemimpin, ia memiliki misi dan visi yang mulia untuk menyelamatkan bangsanya dari keterpurukan dan keterbelakangan di segala sektor kehidupan. Hal ini diisyaratkan ketika Allah swt. mengangkat nabi Ibrahim as. sebagai pemimpin bagi seluruh manusia, karena prestasinya yang luar biasa dalam menunaikan misi yang diembannya. Ibrahim dinilai berhasil dalam berdakwah menegakkan tauhid dan mengembalikan loyalitas dan kepatuhan manusia kepada aturan Allah semata. Sejak remaja, ketika ia berhasil menumbangkan berhala-berhala lalu ia dibakar hidup-hidup, hingga usianya yang senja, ketika diuji agar menyembelih putranya, Ismail, dan membangun Ka’bah sebagai lambang kemurnian tauhid, Ibrahim tetap konsisten dalam memegang idealismenya, yakni membawa misi dakwah kerahmatan untuk alam semesta.  Yaitu ajaran Tauhid ( mengesakan Tuhan )
Kedua, kita harus mengangkat pemimpin yang seiman. Allah berfirman, “Janganlah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai wali (pemimpin, teman dekat, pelindung) dengan meninggalkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka..” (QS. Ali Imran: 28).

Ketiga, memilih pemimpin juga harus memperhatikan asal-usul kelompok, partai, dan relasi-relasi dekat sang kandidat. Karena betapapun bersih dan keshalihan sang calon, apabila ia berada dalam lingkaran pertemanan, kelompok atau partai yang busuk, lambat laun keshalihannya akan terkikis dan keberadaannya justeru akan dimanfaatkan oleh kelompoknya demi menjustifikasi prilaku menyimpang mereka.
Keempat, pemilih juga harus jeli melihat motivasi sang calon. Orang yang ambisius dalam mencari jabatan tidak layak untuk diberi kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Di antara indikasinya, jika ia menempuh segala jalan dan menghalalkan semua cara untuk mendapatkan jabatannya, di antaranya menyuap (money politic), memalsukan berkas-berkas pencalonan dan sebagainya. “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan ia mempersaksikan kepada Allah atas (ketulusan) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berkuasa, maka ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan” (QS. Al-Baqarah: 204-205).
Hadirin Jama’ah Jum’at yang dimuliakan Allah,
Satu  contoh hukum mengapa  ummat islam harus  berpegang kepada  kandungan Alqur,an. Ketika Allah melarang umat islam untuk memakan daging babi umat islam merasa takut akan ancaman Allah padahal Allah hanya memperingatkan dalam alquran berupa satu ayat saja. Tetapi ketika Allah memerintahkan umat islam untuk memilih pemimpin se Aqidah dengan mengulang nya setidaknya lebih dari lima kali didalam ayat yang berbeda,tetapi banyak sekali umat islam yang mengingkarinya .
Untuk itu tugas kitalah yang sudah mengetahui dan memahami perintah Allah dalam  memilih pemimpin yang seakidah agar dapat menyampaikan kepada keluarga dan masyarakat kita.Selain itu, masih terdapat indikator-indikator lain dalam memilih pemimpin dalam Alqur’an, seperti ia harus mempunyai intergritas keilmuan yang terkait dengan kepemimpinannya, sehat jasmani-ruhani dan sebagainya. (QS. Al-Baqarah: 247 dan Al-Qashash: 26).
Hadirin Rohimakumullah
Akhir  dari  khutbah  ini, semoga  seluruh  ummat  islam di  bukakan hatinya  yang  paling  dalam untuk  mengkaji  secara  cermat  dan penuh wacana keimanan,  sehingga  Agama  Allah (Islam) akan di jadikan rujukan  dalam hidupnya  menentukan seorang pemimpin dalam  proses bernegara  dan berbangsa. Amien
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Bersatulah dengan tali Allah dan janganlah berpecah-belah” (QS. Al Imran: 103)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar