“ Hubungan Waktu dan Hisab Bagi Perjalanan Hidup Manusia “
Oleh
Drs.H Hamzah Ahmad MM
اَلْحَمْدُ
ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي
اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ
فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةًوَّسُرُوْرًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ
اِلاَّ اللهُ وَحـْدَهُ لاَشـَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ
يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَاَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفْضلِ اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى
آلِهِ وَاَصْحَاِبه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،
اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَِ
Puji syukur
kehadirat Allah SWT,
Sholawat teriring salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ
وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ أَرَادَ أَن يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
“
Dia (Allah)
menjadikan malam dan siang silih berganti untuk memberi waktu (kesempatan)
kepada orang yang ingin mengingat (mengambil pelajaran) atau orang yang ingin
bersyukur (QS Al-Furqan [25]: 62
Hadirin sidang jum,at,...Sedemikian besar peranan waktu
dalam kehidupan setiap manusia, sehingga
Allah Swt. Berkali-kali bersumpah dengan menggunakan berbagai kata yang
menunjuk pada waktu-waktu tertentu seperti wa Al-Lail (demi Malam), wa
An-Nahar (demi Siang), wa As-Subhi, wa AL-Fajr, dan lain-lain.
APA YANG DIMAKSUD
DENGAN WAKTU ?
Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia paling tidak terdapat kata “waktu”: (1) seluruh rangkaian saat, yang telah berlalu, sekarang, dan yang akan datang. Sedangkan orang arab mengatakan di dalam pepatahnya ;قَطَعَكَ الوَقْتُ كَالسَّيْفِ إِذَا لَـمْ تَقْطَعْهُ (waktu bagaikan pedang, jika kamu tidak memotongnya maka dia akan memotongmu).
Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia paling tidak terdapat kata “waktu”: (1) seluruh rangkaian saat, yang telah berlalu, sekarang, dan yang akan datang. Sedangkan orang arab mengatakan di dalam pepatahnya ;قَطَعَكَ الوَقْتُ كَالسَّيْفِ إِذَا لَـمْ تَقْطَعْهُ (waktu bagaikan pedang, jika kamu tidak memotongnya maka dia akan memotongmu).
Dalam analisa lain,waktu
memiliki sifat irreversible (tidak pernah kembali), untransfersible
(tidak bisa dipindahkan kepada orang lain), unsubstitution (tidak
tergantikan oleh apa pun), dan unpayable (tak dapat dibeli).
Kitab suci Al-Quran
menggunakan beberapa kata untuk menunjukkan makna-makna di atas, seperti ;
a. Ajal,
untuk menunjukkan waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia
atau masyarakat. Setiap umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاء أَجَلُهُمْ لاَ
يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
Tiap-tiap
umat mempunyai batas waktu [537];
maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang
sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.
( QS Al A'raf (7) -Verse 34 )
Kata ajal memberi
kesan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya, sehingga tidak ada yang
langgeng dan abadi kecuali Allah Swt.
b. Ashr ; makna aslinya adalah perasan, yang berarti bahwa manusia itu harus
memeras pikiran dan keringatnya untuk amal soleh. Menunjukkan bahwa saat – saat
yang dialami oleh manusia harus diisi dengan kerja keras, amal shaleh, dsb.
Kata ‘ashr adalah
hal terpenting dalam kehidupan manusia. Rasululloh SAW
pernah bersabda :
( نعمتانِ مغْبونٌ
فيهما كثيرُ من الناس : الصِحةُ والفراغُ
) “Dua
nikmat yang kebanyakan manusia rugi di dalamnya : Kesehatan dan Waktu Luang ”
(HR. Bukhari)
pesan Sayyidul Auliya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
bahwa:
لاَبُدَّ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ فِى سَائِرِ اَحْوَالِهِ مِنْ
ثَلَاثَةِ أَشْيَاء: أَمْرٌ يَمْتَثِلُهُ وَنَهْيٌ يَجْتَنِبُهُ وَقَدْرٌ يَرْضَى
بِهِ
Setiap muslim
harus berada dalam tiga keadaan yaitu, melaksanakan perintah Allah, menjauhi
larangan Allah dan rela akan qadha dan qadar (ketetapan) Allah Swt.
Harus manusia
sadari bahwa waktu
itu berjalan dan berproses untuk
manusia itu sendiri. Dan
pada kondisi nanti seluruh
manusia akan di kembalikan kepada Allah, sesuai
dengan firmannya :
وَإِن كُلٌّ لَّمَّا جَمِيعٌ
لَّدَيْنَا مُحْضَرُونَ
Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi
kepada Kami. ( QS Yaa Siin (36) -Verse
32 )
Situasi di kumpulkannya seluruh manusia tidak lain adalah proses Hisab ( perhitungan ).
Secara
bahasa (etimologi ) hisab
adalah perhitungan. Sedangkan secara Syar’i (terminologi) adalah
Alllah memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya tentang amal-amal mereka.
Pengertian hisab adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan
mereka di dunia dan menetapkannya. Allah SWT mengingatkan dan memberitahukan kepada
manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.
Diriwayatkan dari
‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَجْمَعُ
اللهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا
أَرْبَعِيْنَ سَنَةً شَاخِصَةً أَبْصَارُهُمْ يَنْتَظِرُوْنَ فَصْلَ الْقَضَاءِ
“Allah mengumpulkan
semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir, pada waktu hari tertentu
dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka
menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dan ath-Thabrani. Hadits ini
dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib
wat-Tarhib, no.3591).
Hisab menurut
istilah aqidah memiliki dua pengertian.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
Pertama. Al ‘Aradh (penampakan dosa dan pengakuan), Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.
وَإِن كُلٌّ لَّمَّا جَمِيعٌ لَّدَيْنَا
مُحْضَرُونَ
Dan setiap mereka semuanya akan dikumpulkan lagi
kepada Kami. ( QS Yaa Siin (36) -Verse
32 )
Situasi di kumpulkannya seluruh manusia tidak lain adalah proses Hisab ( perhitungan ).
Kedua. Munaqasyah (diperiksa secara sungguh-sungguh) dan inilah yang dinamakan hisab
(perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.
Sebagai perenungan sejarah
Khalifah Umar Ibn Khottab berkata :
حَاسِبُوا
أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ
تُوزَنُوا،فَإِنَّهُ أَهْوَنُ فِي الْحِسَابِ غَدًا أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ
الْيَوْمَ
“Hisablah diri
kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum (amal) kalian
ditimbang, karena lebih ringan bagi kalian tatkala kalian dihisab kelak, jika
kalian menghisab diri kalian sekarang.”
Kalimat syaidina
Ummar ibnu Khattab sangat
mempunyai hubungan dengan
apa yang pernah rasulallah sabdakan :
لَا تَزُولُ قَدَمَا الْعَبْدِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسِ خِصَالٍ، وَعَنْ عُمُرِهِ فِيمَا
أَفْنَاهُ، عَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلَاهُ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ
اكْتَسَبَهُ؟ وَأَيْنَ أَنْفَقَهُ؟ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيهِ
“Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, tentang umurnya kemana ia habiskan?, tentang masa
mudanya kemana ia habiskan?, tentang hartanya dari mana ia mendapatkannya dan
kemana ia gunakan?, tentang ilmunya apa yang ia telah amalkan?” (HR.
At-Tirmidzi, dan ada syawahidnya menjadi hadits hasan).
الْيَوْمَ تُجْزَىٰ
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ۚ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ
الْحِسَابِ
artinya :Pada hari ini,
tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang
dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. [al Mu’min /
40 : 17].
Allah Ta’ala berfirman:إِنَّ
إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ (25) ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ (26)
“Sungguh, kepada
Kami-lah mereka kembali. kemudian sesungguhnya (kewajiban) Kami-lah membuat
perhitungan atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah:
25 – 26).
Sebuah doa yang patut kita amalkan demi meraih kemudaan saat
dihisab di akhirat kelak.yaitu : عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى بَعْضِ صَلاَتِهِ «
اللَّهُمَّ حَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيرًا ». فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ يَا
نَبِىَّ اللَّهِ مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ قَالَ « أَنْ يَنْظُرَ فِى كِتَابِهِ
فَيَتَجَاوَزَ عَنْهُ إِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَئِذٍ يَا عَائِشَةُ
هَلَكَ وَكُلُّ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ
عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةُ تَشُوكُهُ ». Dari
Aisyah, ia berkata, saya telah mendengar Nabi Muhammad SAW pada sebagian shalatnya membaca, “Allahumma haasibnii hisaabay yasiiroo (Ya Allah
hisablah aku dengan hisab yang mudah).” Ketika beliau berpaling saya bekata, “Wahai Nabi Allah, apa yang dimaksud dengan hisab yang mudah?”
Beliau bersabda, “Seseorang yang Allah melihat kitabnya
lalu memaafkannya. Karena orang yang diperdebatkan hisabnya pada hari itu,
pasti celaka wahai Aisyah. Dan setiap musibah yang menimpa orang beriman Allah
akan menghapus (dosanya) karenanya, bahkan sampai duri yang menusuknya.”
Khotimah : Waktu dan Hisab bagi manusia
ternyata sangat mempunyai hubungan yang erat dalam target
hidup yang sempurna bagi kita manusia.
Al-qur,an dan Hadist menjelaskan bahwa situasi itu pasti akan di alami setiap
manusia. Ketika kita
menginginkan proses hisab melalui al- a,rodh
dan Munaqosah dengan sempurna tentunya tergantung dengan keadaan
waktu yang terisi ( produktifitas
amaliyah diniyah ) bagi setiap kita manusia.
Diantara pendukung keberhasilan hisab diantaranya adalah menghadirkan jasad
diri kita di majelis Ilmu, Melahirkan
pola pemikiran kita untuk senantiasa mengabdi
dan membesarkan ajaran Allah Swt dengan baik berdasarkan keilmuan yang
kita pahami.
وَذَكِّرْ
فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah
memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman.'' (QS al-Dzariyat [51]: 55).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar