Oleh Drs H
Hamzah Ahmad MM
A. Definisi
Populasi adalah wilayah generalisasi
berupa subjek atau objek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan.
Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti.
Dengan kata lain, sampel merupakan
sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil
penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada
populasi.
Penarikan sampel diperlukan jika
populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki keterbatasan untuk
menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi target
dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik
sampling yang digunakan.
B. Ukuran Sampel
Untuk menentukan sampel dari populasi
digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang dikembangkan para ahli.
Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel minimal untuk
memperoleh hasil yang baik adalah 30, sedangkan dalam penelitian eksperimen
jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan untuk penelitian
survey jumlah sampel minimum adalah 100.
Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran
(2006) memberikan acuan umum untuk menentukan ukuran sampel :
1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500
adalah tepat untuk kebanyakan penelitian
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita,
junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori
adalah tepat
3. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis
regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel
dalam penelitian
4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan
kontrol eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan
ukuran sampel kecil antara 10 sampai dengan 20
Besaran atau ukuran sampel ini sampel
sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang
diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial
maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan
maka makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin
besar jumlah sampel (semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang
kesalahan generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi
jumlah populasi) maka semakin besar peluang kesalahan generalisasi.
Beberapa rumus untuk menentukan jumlah
sampel antara lain :
1. Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)
n = N/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai
presisi 95% atau sig. = 0,05.
Misalnya, jumlah populasi adalah 125,
dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang
digunakan adalah :
N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 =
95,23, dibulatkan 95
2. Formula Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)
2. Formula Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)
N = L / F^2 + u + 1
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel
Power (p) = 0.95 dan Effect size (f^2) =
0.1
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203
Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203
3. Rumus berdasarkan Proporsi atau Tabel Isaac dan
Michael
Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac
dan Michael memberikan kemudahan penentuan jumlah sampel berdasarkan tingkat
kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti dapat secara langsung
menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat kesalahan
yang dikehendaki.
C. Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik
pengambilan sampel yang secara umum terbagi dua yaitu probability sampling dan
non probability sampling.
Dalam pengambilan sampel cara
probabilitas besarnya peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih
sebagai subjek diketahui. Sedangkan dalam pengambilan sampel dengan cara
nonprobability besarnya peluang elemen untuk ditentukan sebagai sampel tidak
diketahui. Menurut Sekaran (2006), desain pengambilan sampel dengan cara
probabilitas jika representasi sampel adalah penting dalam rangka generalisasi
lebih luas. Bila waktu atau faktor lainnya, dan masalah generalisasi tidak
diperlukan, maka cara nonprobability biasanya yang digunakan.
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik
pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota
populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini meliputi simpel random sampling,
sistematis sampling, proportioate stratified random sampling, disproportionate
stratified random sampling, dan cluster sampling
Simple random sampling
Teknik adalah teknik yang paling
sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan
yang ada dalam populasi.
Misalnya :
Populasi adalah siswa SD Negeri XX
Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel ditentukan dengan Tabel Isaac
dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5% sehingga jumlah sampel
ditentukan sebesar 205.
Jumlah sampel 205 ini selanjutnya
diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia dan jenis kelamin.
Sampling Sistematis
Adalah teknik sampling yang menggunakan
nomor urut dari populasi baik yang berdasarkan nomor yang ditetapkan sendiri
oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan urutan yang seragam
atau pertimbangan sistematis lainnya.
Contohnya :
Akan diambil sampel dari populasi
karyawan yang berjumlah 125. Karyawan ini diurutkan dari 1 – 125 berdasarkan
absensi. Peneliti bisa menentukan sampel yang diambil berdasarkan nomor genap
(2, 4, 6, dst) atau nomor ganjil (1, 2, 3, dst), atau bisa juga mengambil nomor
kelipatan (2, 4, 8, 16, dst)
Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini hampir sama dengan simple
random sampling namun penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang
ada dalam populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT.
XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat contoh di atas) dan tingkat
kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri terbagi ke
dalam tiga bagian (marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing
berjumlah :
Marketing
: 15
Produksi
: 75
Penjualan
: 35
Maka jumlah sample yang diambil
berdasarkan masing-masinng bagian tersebut ditentukan kembali dengan rumus n =
(populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing
: 15 / 125 x
95 = 11,4
dibulatkan 11
Produksi
: 75 / 125 x
95 = 57
Penjualan
: 35 / 125 x
95 = 26.6
dibulatkan 27
Sehingga dari keseluruhan sample kelas
tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
Teknik ini umumnya digunakan pada
populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak sejenis) yang dalam hal ini
berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran sampel pada masing-masing strata
atau kelompok diambil secara proporsional untuk memperoleh
Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproporsional stratified random
sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate stratified random
sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan
penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata
namun kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ
berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA,
DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
SMP
: 100 orang
SMA
: 700 orang
DIII
: 180 orang
S1
: 10 orang
S2
: 10 orang
Jumlah karyawan yang berpendidikan S1
dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil dibandingkan dengan strata yang
lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan sebagai sampel
Cluster Sampling
Cluster sampling atau sampling area
digunakan jika sumber data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu
propinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh
provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi
terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang
digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik
proporsional stratified random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja
berbeda.
Contoh :
Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas
proses belajar mengajar di tingkat SMU. Populasi penelitian adalah siswa SMA
seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak dan terbagi dalam berbagai
provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
Tahap Pertama adalah menentukan sample
daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah
sampel.
Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di
tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya disebut sampel provinsi. Karena
provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak SMU tingkat
Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten Sampel), dan
seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel. Setelah
digabungkan, maka keseluruhan SMU yang dijadikan sampel ini diharapkan akan
menggambarkan keseluruhan populasi secara keseluruhan.
2. Non Probabilty Sampel
Non Probability artinya setiap anggota
populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel.
Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non Probability ini antara lain : Sampling
Sistematis, Sampling Kuota, Sampling Insidential, Sampling Purposive, Sampling
Jenuh, dan Snowball Sampling.
Sampling Kuota,
Adalah teknik sampling yang menentukan
jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota
(jatah) yang diinginkan.
Misalnya akan dilakukan penelitian
tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar guru. Jumlah Sekolah adalah
10, maka sampel kuota dapat ditetapkan masing-masing 10 siswa per sekolah.
Sampling Insidential,
Insidential merupakan teknik penentuan
sampel secara kebetulan, atau siapa saja yang kebetulan (insidential) bertemu
dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan
akan dijadikan sampel.
Misalnya penelitian tentang kepuasan
pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan berdasarkan ciri-ciri usia
di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut, maka siapa saja yang
kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas 15
tahun) akan dijadikan sampel.
Sampling Purposive,
Purposive sampling merupakan teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel.
Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin
tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang
mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola
pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih
renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan
pada penelitian kualitatif.
Sampling Jenuh,
Sampling jenuh adalah sampel yang
mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau
kurang dari 100. Saya sendiri lebih senang menyebutnya total sampling.
Misalnya akan dilakukan penelitian
tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena jumlah guru hanya 35, maka
seluruh guru dijadikan sampel penelitian.
Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik
penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus membesar ibarat bola
salju (seperti Multi Level Marketing….). Misalnya akan dilakukan penelitian
tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah 5 orang
Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau
responden teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi yang menyeluruh atas
permasalahan yang diteliti.
Teknik ini juga lebih cocok untuk
penelitian kualitatif.
C. Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran
Sampel
Ada dua hal yang menjadi pertimbannga
dalam menentukan ukuran sample. Pertama ketelitian (presisi) dan kedua adalah
keyakinan (confidence).
Ketelitian mengacu pada seberapa dekat
taksiran sampel dengan karakteristik populasi. Keyakinan adaah fungsi dari
kisaran variabilitas dalam distribusi pengambilan sampel dari rata-rata sampel.
Variabilitas ini disebut dengan standar error, disimbolkan dengan S-x
Semakin dekat kita menginginkan hasil
sampel yang dapat mewakili karakteristik populasi, maka semakin tinggi
ketelitian yang kita perlukan. Semakin tinggi ketelitian, maka semakin besar
ukuran sampel yang diperlukan, terutama jika variabilitas dalam populasi
tersebut besar.
Sedangkan keyakinan menunjukkan seberapa
yakin bahwa taksiran kita benar-benar berlaku bagi populasi. Tingkat keyakinan
dapat membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95% adalah tingkat lazim yang
digunakan pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari keyakinan 95% (alpha
0.05) ini adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran sampel akan mencerminkan
populasi yang sebenarnya”.
D. KESIMPULAN :
Dari berbagai penjelasan di atas dapat
kita simpulkan bahwa teknik penentuan jumlah sampel maupun penentuan sampel
sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari penelitian. Dengan kata
lain, sampel yang diambil secara sembarangan tanpa memperhatikan aturan-aturan
dan tujuan dari penelitian itu sendiri tidak akan berhasil memberikan gambaran
menyeluruh dari populasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar