Keberkahan
dalam Analisis Islam
Oleh : H Hamzah
Ahmad
“Berkah” atau “al-barakah”
bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab atau
melalui dalil-dalil dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, niscaya kita akan
mendapatkan, bahwa “al barakah” memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat
luas dan agung.
Secara
ilmu bahasa, “al-barakah” berarti “Berkembang, bertambah dan kebahagiaan.” (Al-Misbah al-Munir oleh al-Faiyyumy
1/45, al-Qamus al-Muhith oleh al-Fairuz Abadi 2/1236, dan Lisanul Arab oleh
Ibnu Manzhur 10/395).
Imam
an-Nawawi berkata, “Asal
makna keberkahan ialah kebaikan yang banyak dan abadi.” (Syarah Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 1/225).
Adapun
bila ditinjau melalui dalil-dalil dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka
“al-barakah” memiliki makna dan perwujudan yang tidak jauh berbeda dari makna “al-barakah”
dalam ilmu bahasa.
Walau
demikian, kebaikan dan perkembangan tersebut tidak boleh hanya dipahami dalam
wujud yang riil, yaitu jumlah harta yang senantiasa bertambah dan berlipat
ganda. Kebaikan dan perkembangan harta, dapat saja terwujud dengan berlipat
gandannya kegunaan harta tersebut, walaupun jumlahnya tidak bertambah banyak
atau tidak berlipat ganda.
Misalnya,
mungkin saja seseorang yang hanya memiliki sedikit dari harta benda, akan
tetapi karena harta itu penuh dengan keberkahan, maka ia terhindar dari
berbagai mara bahaya, penyakit, dan tenteram hidupnya. Dan sebaliknya, bisa
saja seseorang yang hartanya melimpah ruah, akan tetapi karena tidak diberkahi
Allah, hartanya tersebut menjadi sumber bencana, penyakit, dan bahkan mungkin
ia tidak dapat memanfaat harta tersebut.
Salah
seorang sahabat saya bercerita, bahwa ada seorang tukang becak yang
sehari-harinya hidup pas-pasan. Akan tetapi, karena ia sering mengantarkan
sebagian penumpangnya ke Hous Donut, ia menjadi berangan-angan: andai aku bisa
memiliki kesempatan menikmati donat buatan toko ini.
Subhanallah,
setelah tukang becak ini merintis usaha baru dengan bermodalkan piutang dari
salah satu bank konvensional, yang tentunya dengan memungut bunga, maka
usahanyapun mulai maju, dan taraf kehidupannyapun mulai berubah. Dan tidak
selang berapa lama, ia menjadi salah seorang yang kaya raya.
Akan
tetapi suatu hal terjadi di luar perhitungannya, bersama usahanya yang mulai
maju, beberapa penyakitpun mulai menghinggapinya. Dimulai dari kencing manis
dan penyakit-penyakit lainnya, akibatnya impiannya untuk dapat menikmati donat
buatan Hous Donut tidak juga kunjung dapat ia wujudkan. Bila dahulu semasa ia
menjadi tukang becak, ia tidak mampu membelinya, maka sekarang karena ia takut
akan akibat dari makan donat.
Bila
dahulu ia sering hanya mengenakan kaos butut dan celana kolor, maka sekarang
setelah kaya raya, iapun tidak lebih dari itu. Yang demikian itu, dikarenakan
ia lebih sering untuk berada dalam rumah, dan bahkan tidak jarang ia harus
setia menemani tempat tidurnya, sambil menahan rasa sakit yang ia derita.
Untuk
sedikit mengetahui tentang keberkahan yang dikisahkan dalam al-Quran, dan
as-Sunnah, maka saya mengajak hadirin untuk bersama-sama merenungkan beberapa
dalil berikut:
Dalil Pertama
وَنَزَّلْنَا مِنَ
السَّمَاء مَاء مُّبَارَكًا فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ
وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيدٌ {10}
رِزْقًا لِّلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَّيْتًا كَذَلِكَ
الْخُرُوجُ
“Dan Kami turunkan dari langit air yang
diberkahi (banyak membawa kemanfaatan), lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
taman-taman dan biji-biji tanaman yang diketam. Dan pohon kurma yang
tingi-tinggi yang memiliki mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki
bagi hamba-hamba (kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati
(kering). Demikianlah terjadinya kebangkitan.” (Qs. Qaaf: 9-11).
Bila
keberkahan telah menyertai hujan yang turun dari langit, tanah gersang, kering
keronta menjadi subur makmur, kemudian muncullah taman-taman indah, buah-buahan
dan biji-bijian yang melimpah ruah. Sehingga negeri yang dikaruniai Allah
dengan hujan yang berkah, menjadi negeri gemah ripah loh jinawi (kata orang
jawa) atau
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ
وَرَبٌّ غَفُورٌ
“(Negerimu adalah) negeri yang baik dan
(Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (Qs. Saba’: 15).
Demikianlah
Allah Ta’ala menyimpulkan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala
penduduknya beriman dan beramal shaleh, penuh dengan keberkahan. Sampai-sampai
ulama ahli tafsir mengisahkan, bahwa dahulu wanita kaum Saba’ tidak perlu untuk
memanen buah-buahan kebun mereka. Untuk mengambil hasil kebunnya, mereka cukup
membawa keranjang di atas kepalanya, lalu melintas dikebunnya, maka buah-buahan
yang telah masak dan berjatuhan sudah dapat memenuhi keranjangnya, tanpa harus
bersusah-payah memetik atau mendatangkan pekerja yang memanennya.
Sebagian
ulama lain juga menyebutkan, bahwa dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat,
nyamuk, kutu, atau serangga lainnya, yang demikian itu berkat udaranya yang
bagus, cuacanya yang bersih, dan berkat kerahmatan Allah yang senantiasa
meliputi mereka (Tafsir Ibnu Katsir, 3/531).
Dalil Kedua
Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang
mendahului kebangkitan hari Kiamat, beliau bersabda,
يقال للأرض: أنبتي ثمرتك
وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في
الرِّسْلِ، حتى إن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي
القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس. رواه مسلم
“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada
bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa
itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu
buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu
diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor unta dapat mencukupi banyak orang,
dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan
sekali peras, susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.“ (HR. Imam Muslim).
Demikianlah
ketika rezeki diberkahi Allah, sehingga rezeki yang sedikit jumlahnya, akan
tetapi kemanfaatannya sangat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat
mengenyangkan segerombol orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat
mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.
Ibnu
Qayyim berkata, “Tidaklah kelapangan rezeki dan amalan
diukur dengan jumlahnya yang banyak, tidaklah panjang umur dilihat dari bulan
dan tahunnya yang berjumlah banyak. Akan tetapi, kelapangan rezeki dan umur
diukur dengan keberkahannya.”
(Al-Jawabul Kafi karya Ibnu Qayyim, 56).
Bila
ada yang berkata, “Itukan
kelak tatkala Kiamat telah dekat, sehingga tidak mengherankan, karena saat itu
banyak terjadi kejadian yang luar biasa, sehingga apa yang disebutkan pada
hadits ini adalah sebagian dari hal-hal tersebut.”
Ucapan
ini tidak sepenuhnya benar, sebab hal yang serupa -walau tidak sebesar yang
disebutkan pada hadits ini- juga pernah terjadi sebelum zaman kita, yaitu pada
masa-masa keemasan umat Islam.
Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sungguh,
dahulu biji-bijian, baik gandum atau lainnya lebih besar dibanding yang ada
sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu-pen)
lebih banyak. Imam Ahmad telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah
ditemukan di gudang sebagian khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang
biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: ‘Ini
adalah gandum hasil panen masa keadilan ditegakkan.’” (Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, 4 / 363 dan
Musnad Imam Ahmad bin Hambal, 2/296).
Seusai
kita membaca hadits dan keterangan Imam Ibnul Qayyim di atas, kemudian kita
berusaha mencocokkannya dengan diri kita, niscaya yang kita dapatkan adalah
kebalikannya, yaitu makanan yang semestinya mencukupi beberapa orang tidak
cukup untuk mengenyangkan satu orang, berbiji-biji buah delima hanya mencukupi
satu orang.
Dalil Ketiga
عن عُرْوَةَ بن أبي الجعد
البارقي رضي الله عنه أَنَّ النبي صلّى الله عليه وسلّم أَعْطَاهُ دِينَارًا
يَشْتَرِي له بِهِ شَاةً فَاشْتَرَى له بِهِ شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا
بِدِينَارٍ وَجَاءَهُ بِدِينَارٍ وَشَاةٍ فَدَعَا له بِالْبَرَكَةِ في بَيْعِهِ.
وكان لو اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فيه. رواه البخاري
“Dari sahabat Urwah bin Abil Ja’id al
Bariqy radhillahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka
sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah
satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang
satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan
keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia
akan mendapatkan keuntungan padanya.”
(HR. al-Bukhary).
Demikianlah
sedikit gambaran tentang peranan keberkahan pada usaha, penghasilan, dan
kehidupan manusia, yang digambarkan dalam al-Quran dan al-Hadits.
Benang Merah
Terkadang manusia
menganggap bahwa dia
telah memperoleh sebuah kenerkahan, tetapi bukan keberkahan yang sebenarnya di mata Allah. Harta
yang ia miliki mereka
katakan berasal dari sebuah
kinerja sendiri yang mereka
lakukan, sehingga mereka
melupakan Allah.
Padahal di dalamnya
Allah sangat memepunyai pengaruh yang signifikan atas anugrah
harta yang merteka milik. Semoga
kita termasuk manusia manusia yang selalu menghadirkan pola
pemikiran bahawa apa yang ada
dalam kehidupan kita adalah sebuah anugrah besar dari
Allah kepada kita. Amin.
Jeruk
Purut 12 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar