Minggu, 11 November 2012

" Pendengaran Lebih Awal di aktifkan oleh Allah "


Pendengaran dan  Penglihatan  Dalam Perspektif
KEMUKJIZATAN ALQUR,AN & SAINS
Oleh : H.Hamzah   Ahamd  MM
......إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
Artinya :” ....Sesungguhnya  pendengaran dan penglihatan dan hati semuanya itu akan di minta pertanggung jawabannya.. “
( QS Al-Isro ayat 36 )

A.PENDAHULUAN
Manusia  dengan  berbagai keunikan penciptaannya  dari Allah, memang  memiliki makna  tersendiri untuk  di pahami dan di kaji secara  mendalam. Pengkajian tersebut akan mendapatkan  hikmah yang lebih dalam lagi untuk mengerti dan menjalani proses  kehidupan ini.  Kesempurnan jasadiyah manusia dari Allah  sangat  berpengaruh pada  perkembangan berfikir  manusia.  Saat  terjadinya   proses penciptaan manusia  atau terbentuknya  organ-organ tubuh manusia juga  sangat   berpengaruh  dari  berbagai  asfek. Kesempurnaan  ndari  organ organ tubuh manusia itu memang sangat di  harapkan oleh setiap  manusia. Tetapi  dari organ tubuh itu sendiri  mempunyai rasponsibility tersendiri  di hadapan Allah SWT.  Dari organ tubuh  yang ada  pada hampir setiap manusia adalah  pendengaran dan penglihatan. Pendengaran  dan penglihatan  hampir  selalu bergandengan berjalan berdasarkan redaksi alqur,an.   Pada  beberapa  ayat  pendengaran dan penglihatan memang berjalan bergandeng, dan selalu di akhiri dengan  hal yang bersifat pertanggung jawaban di hari kemudian ataus aat yang akan datang. Dari kondisi tersebut maka  Pendengaran  dan penglihatan mempunyai satu keadaan yang melebihi dari organ yang lain tetapi mempunyai konsekuensi yang  sangat  berat di hadapan Allah. Manusia ketika hilang matanya, maka hilanglah segalanya, hidup dalam kegelapan sepanjang waktu, tidak bisa melihat apa-apa. Akan tetapi kalau manusia kehilangan pendengarannya, maka dia masih bisa melihat. Pada saat itu, musibah yang ia derita lebih ringan daripada ia kehilangan mata. Akan tetapi Allah swt ketika menyebutkan kata "pendengaran" dalam Al-Qur'an selalu didahulukan daripada “penglihatan”. Sungguh, ini merupakan satu mu'jizat Al-Qur'an yang mulia.  Tidak sedikit  ayat-ayat  Allah Swt  yang menguraikan atau memberikan isyarat-syarat atau  stimulus  Ilmiah  dalam  diri manusia tentunya  perlu  di kaji dan di apresiasi secara mendalam dan  imaniyah.  Al Quran merupakan Mukjizat Allah yang dikemas dalam karya manusia yang tertinggi, tetapi dengan orisinalitas yang tak tertandingi. Al Quran adalah ucapan Tuhan, maka hanya dia sang pemilik ucapan yang memahami sepenuhnya.. (lihat QS 3: 7).  Al Quran mutlak benar, atau termasuk ma’lum min al din bil al dharurah (sesuatu yang sudah sangat jelas aksiomatik dalam agama). Namun, tafsiran manusia terhadapnya tidak benar-benar semutlak al Quran-ibarat tafsiran tentang alam yang tidak  pernah menjangkau hakikatnya. Dari isyarat –isyarat ilmiah tersebut  tentunya  ada  beberapa  substansi yang memang perlu kita dalami dan pahami,  salah satunyanya adalah bagaimana kita memahami  tentang PENDENGARAN, DAN PENGLIHATAN.  Kedua substansi  dalam organ  tubuh kita  ini sangat  prinsip sekali,  walaupun  organ yang lain juga demikian. Tetapi  yang sangat menarik bagi kami adalah bagaimana dan kenapa  Allah Swt menggandengkan  Pendengaran, Penglihatan sebagai  bagian dari sebuah  “ permintaan pertanggung jawaban  dari  Allah Swt “ ?. bagaimana  dengan organ  tubuh  manusia yang lainnya, jantung kita, tangan kita, kaki kita, mulut  dan lidah kita, hidung kita,  dan lain lain. Tentunya akan  ada  ilustrasi  atau  literatur yang mendasar  dari apa yang di kemukan Allah  Swt.  Dalam  alqur,an surat Al Isro ayat  36 ini,  terutama  jika di sentuhkan pada  kemukjizatan Alqur,an dan sains  yang  di  kembangkan  oleh  manusia  pada  dasawarsa  modern saat  ini.

B.PEMBAHASAN
Mengkaji dan menelusuri ayat-ayat alqur,an  merupakan  proses memunculkan mukjizat  yang  masih tersembunyi pada berbagai pemahaman kita manusia. Satu sisi karena alqur,an adalah mukjizat terbesar  dari Nabi Muhammad Saw.Menurut banyak bukti yang sempurna al-Qur`an adalah kitab mukjizat yang benar-benar diwahyukan kepada  Nabi Muhammad selama  23 tahun misinya dan terjaga dalam keadaan seperti ia diwahyukan hingga hari ini  akhir  zaman. Tidak ada penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada Al-Qur`an, sebagaimana Islam lahir dalam keadaan jelas dari sisi sejarah, dan kekuatannya tidak pernah surut. Bahasa al-Qur`an, yaitu bahasa Arab, tetap digunakan oleh lebih dari 500 suku manusia dan digunakan lebih dari 14 abad yang lalu. Lebih dari 1500 juta orang tetap memeluk agama Islam, dan ribuan pengikut baru bergabung di dalamnya setiap hari.[1]
Al qur,an sebagai  mukjizat yang hingga  saat ini  hingga  akhir  kehidupan tidak  terbantahkan kebenarannya, memang mempunyai  satu daya tarik tersendiri untuk di kaji dan di teliti secara lebih mendalam. Segala keistimewaan tersebut  adalah mukjizat  yang sangat  tinggi nilainya di sisi Allah bagi manusia. Namun setidaknya   kita harus  memahami juga   tentang mukjizat itu sendiri. Mukjizat berasal dari kata Al I’jaz yang artinya melemahkan atau mengalahkan.  Menurut Imam As Suyuti mukjizat dalam pemahaman syara’ adalah kejadian yang melampaui batas kebiasaan, didahului oleh tantangan, tanpa ada tandingan.
Menurut Ibnu Khaldun mukjizat adalah perbuatan-perbuatan yang tidak mampu ditiru oleh manusia, maka ia dinamakan mukjizat, tidak masuk ke dalam kategori yang mampu dilakukan oleh hamba dan berada diluar standart kemampuan mereka.  ( Zainal Arifin Abbas ; Perkembangan pemikiran terahadap Agama; 1984 ). Muhammad Kamil Abdush Shamad, menerangkan bahwa mukjizat ada yang bersifat material yang dicerna panca indera namun melawan hukum alam yang ada dan mukjizat yang bersifat rasional, semua direspon oleh daya nalar sesuai dengan kemampuan dan pemahamannya. Hemat pemikiran  kami bahwa  seluruh ornamen yang  terdapat  dalam kehidupan alam dunia   dan seisinya ini tidak lain  adalah  bagian dari mukjizat dari Allah  Swt  baik  secara  sekala micro maupun makro mukjizat tersebut  untuk manusia.
Istilah Al I’jaz Al ‘Ilmiy (kemukjizatan ilmiah) Al Qur’an mengandung makna bahwa sumber ajaran agama tersebut telah mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak ditemukan dan dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia, dan terbukti tidak dapat dicapai atau diketahui dengan sarana kehidupan yang ada pada jaman Rasulullah saw. Hubungan antara tanda-tanda kebenaran di dalam Al Qur’an dan alam raya dipadukan melalui mukjizat Al Qur’an (yang lebih dahulu daripada temuan ilmiah) dengan mukjizat alam raya yang menggambarkan kekuasaan Tuhan. Masing-masing mengakui dan membenarkan mukjizat yang lain agar keduanya menjadi pelajaran bagi setiap orang yang mempunyai akal dan hati bersih atau orang yang mau mendengar. Beberapa dalil kuat telah membuktikan bahwa Al Qur’an tidak mungkin datang, kecuali dari Allah. Buktinya tidak adanya pertentangan diantara ayat-ayatnya, bahkan sistem yang rapi dan cermat yang terdapat di alam raya ini juga tidak mungkin terjadi, kecuali dengan kehendak Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan cermat isyarat ilmiah dalam Al Qur’an mengandung prinsip-prinsip,kaidah-kaidah dasar ilmu pengetahuan di setiap zaman dan kebudayaan.  Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil sebuah pengertian mendasar bahwa mukjizat merupakan kejadian yang luar biasa, melebihi standart kemampuan manusia yang berlaku secara umum.  Muhammad  Nasib Arr-Rifai dalam  menuliskan    Janganlah kamu  mengikuti, “ Janganlah kamu mengatakan” apa yang  kamu  tidak mengetahui pengetahuan tentangnya “. Maksudnya janganlah kamu  mengatakan “ Aku melihat,” padahal kamu tidak melihat,” aku mendengar , “ padahal kamu  tidak mendengar,”  dan aku tahu “ padahal kamu tidak tahu “.  Karena  Allah akan menanyak hal itu kepadamu.[2]  
            Sebelum  kita  masuk  pada  substansi yang sebenarnya tentang  dua  organ Tubuh pada  manusia  itu. Hendaklnya  kita  perlu  melihat  siapa  sebenarnya  manusia  itu di hadapan sang pencipta.  Dalam bukunya Man the Unknown, Dr. Alexis Carrel menjelaskan tentang kesulitan yang dihadapi untuk mengetahui hakekat manusia. Dia mengatakan bahwa pengetahuan tentang makhluk-makhluk hidup secara umum dan manusia pada khususnya belum mencapai kemanjuan seperti yang telah dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan lainya.Keterbatasan pengetahuan manusia tentang dirinya itu disebabkan oleh:
1) Pembahasan tentang masalah manusia terlambat dilakukan karena pada awalnya perhatian manusia hanya tertuju pada penyelidikan tentang alam materi. Pada zaman primitif, nenek moyang kita disibukan untuk menundukan atau menjinakan alam sekitarnya, seperti upaya membuat senjata untuk melindungi diri dari binatang buas, penemuan api, pertanian, peternakan dan sebagainya sehingga mereka tidak mempunyai waktu luang untuk memikirkan diri mereka sendiri.
2) Ciri khas akal manusia yang lebih cenderung memikirkan hal-hal yang tidak kompleks. Ini disebabkan oleh sifat akal kita seperti dinyatakan bergson tidak mampu mengetahui hakekat hidup.
3) Multikompleksnya persoalan yang dihadapi manusia.
Jika apa yang dinyatakan oleh A. Carrel itu diterima, maka satu-satunya jalan untuk mengenal dengan baik siapa manusia, adalah dengan merujuk kepada wahyu ilahi, agar kita dapat menemukan jawabanya. Dalam kaitan ini, paling tidak ada empat kata/istilah dalam al-Qur’an yang dapat diartikan sebagai manusia, yaitu: Basyar, an-nas, al-ins/al-insan, dan adam.
1. Basyar
Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya nampak jelas, dan berbeda dengan kulit makhluk yang lain. Dengan demikian istilah basyar merupakan gambaran manusia secara materi yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam pengertian ini disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak 35 kali dalam berbagai surat. Diantaranya terdapat dalam surat al-kahfi: ayat 110   Allah  mengungkapkan :
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Artinya  : Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".  ( QS  Al Kahfi   ayat :  110 )
Ayat  ini  adalah merupakan ayat  terakhir  dari  surat  Al-kahfi. Menurut Syaikh  Muhammad bi Shalih al-Utsaimin  Dalam Tafsir Alqur,an surat  alkahfi ; terj. Abu  Abdurahman bin Taoyyib ; h.317 menyebutkan  ; Kalimat    (قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ  ). Katakanlah sesungguhnya  aku ini hanya  seeorang  manusia  seperti kamu.  Maksudnya   umumkan kepada   manusia, bahwa engkau ( wahai,Muhammad ) bukanlah malaikat. Bahkan,engkau  adalah manusia  biasa seperti mereka juga. Kata   (   مِّثْلُكُم   mistlukum  ) “ seperti kamu  untuk lebih menekankan, bahwa dia adalah manusia biasa. Oleh karena  itu  Rasul  juga  bisa marah,bisa lapar, haus, kepanansan,sakit lupa seperti manusia biasa.  Semua  tabiat manusia  ada pada  rasulallah.  Rasulallah juga  memiliki  bayang bayang sepertin halnya mansuia   yang lain.  Adapun  prasangka sebagian  orang , bahwa rasulallah adalah cahaya  yang tidak memiliki  bayang bayang adalah kedustaan yang tidak di ragukan lagi. Karena  Rasul adalah manusia  biasa  yang  pastri memiliki  bayang bayang. Seandainya benar  Rasulallah tidak memiliki bayang bayang, maka  hal tersebut akan di riwayatkan kepada kita secara  mutawattir ( oleh sahabat yang banyak ), karena  ini  adalah  tanda tanda  kebesaran Allah (  sebuah  mukjizat ).   Jadi  beliau adalah manusia biasa, tetapi apakah Rasulallah   bisa  mendatangkan  manfaat atau  mudhorat ? jawabannya tidak bisa, Allah memerintahkan Nabi agar beliau mengatakan   :
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
Artinya  : Katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfa'atan". ( QS   Jin 21 )  

Dalam ayat-ayat tersebut terlihat bahwa manusia dalam arti basyar adalah manusia dengan sifat-sifat kematerianya. [3]
Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk baik laki-laki ataupun perempuan, baik satu ataupun banyak. Kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang berarti kulit. "Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain". Al-Qur'an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjukkan manusia dari sudut lahiriyahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena itu Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa "Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang diberi wahyu [QS. al-Kahf (18): 110]. Di sisi lain diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui tahapan-tahapan sehingga mencapai tahapan kedewasaan. Firman allah [QS.al-Rum (3) : 20] "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya [Allah] menciptakan kamu dari tanah, ketika kamu menjadi basyar kamu bertebaran". Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran mencari rezki. [4]Penggunaan kata basyar di sini "dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggungjawab. Dan karena itupula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar [perhatikan QS al-Hijr (15) : 28], yang menggunakan kata basyar, dan QS. al-Baqarah (2) : 30 yang menggunakan kata khalifah, yang keduanya mengandung pemberitahuan Allah kepada malaikat tentang manusia.[5]. Musa Asy'arie [1996 : 21], mengatakan bahwa manusia dalam pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam, pertumbuhan dan perkembangan fisiknya tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam pengertian insan mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada kebudayaan, pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata insan dan basyar untuk menyebut manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Insan dipakai untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedangkan basyar dipakai untuk menunjukkan pada dimensi alamiahnya, yang menjadi ciri pokok manusia pada umumnya, makan, minum dan mati. Abdurrahman An-Nahlawi mengatakan manusia menurut pandangan Islam meliputi :
[1] Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan, artinya Islam tidak memposisikan manusia dalam kehinaan, kerendahan atau tidak berharga seperti binatang, benda mati atau makhluk lainnya [QS..al-Isro: 70 dan al-Hajj : 65].
[2] Manusia sebagai makhluk istimewa dan terpili. Salah satu anugrah Allah yang diberikan kepada manusia adalah menjadikan manusia mampu membedakan kebaikan dan kejahatan atau kedurhakaan dari ketakwaan. Ke dalam naluri manusia, Allah menanamkan kesiapan dan kehendak untuk melakukan kebaikan atau keburukan sehingga manusia mampu memilih jalan yang menjerumuskannya pada kebinasaan. Dengan jelas Allah menyebutkan bahwa dalam hidupnya, manusia harus berupaya menyucikan, mengembangkan dan meninggalkan diri agar manusia terangkat dalam keutamaan [Q.S.as-Syam: 7-10].

Manusia sebagai makhluk yang dapat dididik. Allah telah melengkapi manusia dengan kemampuan untuk belajar, dalam surat al-Alaq : 3 dan 5, Allah telah menganugrahi manusia sarana untuk belajar, seperti penglihatan, pendengaran dan hati. Dengan kelengkapan sarana belajar tersebut, Allah selalu bertanya kepada manusia dalan firman-Nya "afala ta'kilun", “afala tata fakkarun", dan lain-lain pertanyaan Allah kepada manusia yang menunjukkan manusia mempunyai potensi untuk belajar.Al-Qur'an menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk semi-samawi dan semi duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat-sifat : mengakui Tuhan, bebas, terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta; serta karunia keunggulan atas alam semesta, lagit dan bumi. Manusia dipusakai dengan kecenderungan jiwa ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemajuan mereka dimulai dari kelemahan dan ketidak mampuan, yang kemudian bergerak ke arah kekuatan. Tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan psikis mereka, kecuali jika mereka dekat dengan Tuhan dan selalu mengingat-Nya
Selain itu, al-Qur'an juga menyebutkan sifat-sifat kelemahan dari manusia. Manusia banyak dicela, manusia dinyatakan luar biasa keji dan bodoh. Qur'an mencela manusia disebabkan kelalaian manusia akan kemanusiaannya, kesalahan manusia dalam mempersepsi dirinya, dan kebodohan manusia dalam memanfaatkan potensi fitrahnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia dicela karena kebanyakan dari mereka tidak mau melihat kebelakang (al'aqiba), tidak mau memahami atau tidak mencoba untuk memahami tujuan hidup jangka panjang sebagai makhluk yang diberi dan bersedia menerima amanah. Manusia tidak mampu memikul amanah yang diberikan Allah kepadanya, maka manusia bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan dan binatang buas sekalipun - derajat manusia direndahkan – Firman Allah QS. al-Ahzab : 72 :
Selanjutnya dalam firman Allah : QS. at-Tiin (95) : 5-6 : "Kemudian Kami [Allah] kembalikan dia [manusia] ke kondisi paling rendah", kecuali mereka yang beriman kepada Allah dan beramal saleh". Selain itu al-Qur'an juga mengingat manusia yang tidak menggunakan potensi hati, potensi mata, potensi telinga, untuk melihat dan mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah.
Pernyataan ini ditegaskan dalam firman Allah QS. al-A'raf : 179 sebagai berikut :

Untuk itu, manusia yang diciptakan Allah sebagai makhluk yang paling canggih, mampu menggunakan potensi yang dimilikinya dengan baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan menjadi makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di muka bumi ini seseuai dengan rekayasa fitrahnya.
           
Terkadang  tekhnologi yang  telah di kembangkan oleh manusia  sangat berpengaruh dalam mengembangkan hakikat  manusia  itu sendiri.  Pendengaran dan Penglihatan yang  Allah telah anugrahkan kepad Manusia bukan untuk di gunakan  hanya  sekedar proses  perjalanan hidup.  Tetrapi  ada satu konsekwensi yang riel yang membawea  pada  suatu  titik  keberhasilan kehidupan yang sesungguhnya.  Oleh karena  kemampuan  manusia  meresfek berbagai  perkembangan   pemikiran manusia  juga  sdangat  perlu di kedepankan. Terutama  yang mengedepankan  unsur  unsur  religiusitas.  Karena  dengan  pola yang seperti itu  akan muncul sebuah  Homeostatis  religiusitas. Bukan  sekedar  Homeostatis pada  tubuh manusia   tetapi juga   pada  nilai nilai keimanan.
2. An-Nas
Dalam al-Qur’an manusia dalam pengertian an-nas disebutkan sebanyak 240 kali dengan keterangan yang jelas menunjukan pada jenis keturunan Nabi Adam as.  Dan terdapat  dalam uraian  surat  al Hujurat  ayat  13. Berbeda dengan al basyar kata An Nas, al Ins dan al Insan mempunyai konotasi yang berbeda satu dengan lainnya. Kata an Nas disebutkan dalam al Quran sebanyak 240 kali menunjukkan pengertian manusia sebagai keturunan Adam as. An Nas dalam hal ini dipandang dari konteks manusia sebagai makhluk sosial.
Al Quran menyinggung dalam surat al Hujura, ayat 13 yang berbunyi :” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Dengan jelas menginformasikan tujuan penciptaan manusia dalam berbagai suku dan bangsa untukbergaul dan berhubungan antar sesama, saling membantu dalam kebaikan,, saling menasihati agar sama-sama berada dalam kebenaran atas dasar kesabaran. “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”. (QS. 103:3)
Sedangkan kata al Ins dan al Insan keduanya berasal dari akar kata, yaitu hamzah, nun dan sin. Namun demikian, bila dilihat dari segi penggunaan kata dalam al Quran keduanya memiliki arti yang berbeda. Kata al Ins dijumpai 18 kali dalam sembilan surat, yang berhadapan (muqbalah) dengan kata jinn yang berarti jin atau makhluk halus, atau kata jann yang juga bermakna jin. Hal ini mengindikasikan makna konotasi, bahwa keduanya memiliki  unsurr yang berrbeda. Manuia dapat diinderakan, sedang jin tidak dapat diinderakan, manusia tidak liar (‘adam al tawahhus) sedangkan jin liar (tawahhusi).
3. Al-Ins/al-Insan
Kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak lawan dari binatang liar, harmonis, dan tampak. Pendapat ini, jika ditinjau dari sudut pandang al-Qur’an lebih tepat dari yang berpendapat bahwa ia terambil dari kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang).Kitab suci al-Qur’an – seperti yang ditulis Bint as-Syathi’ dalam al-qur’an wa Qadhaya al-Insan – sering kali memperhadapkan insan dengan jin/jan. jin adalah makhluk halus yang tidak tampak, sedangkan manusia adalah makhluk yang nyata lagi ramah. Kata insan, digunakan al-qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara satu dengan yang lainya akibat perbedaan fisik, mental, intelektual dan juga spiritual. Selanjutnya, kata al Insan dijumpai dalam al Quran sebanyak 65 kali. Al Insan berbeda dengan al basyar yanglebih menekankan pad kapasitas manusia sebagai makhluk fisik biologis dan al ins menitik beratkan pada adanya unsur kesamaran (abstrak). Maka al insan mengau pada peningkatan ke derajat yang dapat memberinya potensi dan kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan memikul beban tangung jawab dan amanah manusia di muka bumi. Karena manusia sebagai khalifah dibekali dengan potensi internal (ruhiyah, aqliyah dan jasmaniah) dan potensi eksternal (fitrah dan hudan).
Dengan demikian manusia dapat menghadapi dan mengantisipasi segala yang baik dan buruk atau pun kepalsuan (semu) yang dapat menggoyahkan kemampuan dan kekuatannya. Lebih dari itu manusia diberi peluang mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk lainnya.
Kemudian yang menjadi faktor pembeda menurut Bint al Syathi, telah Allah berikan kepada manusia semenjak kelahirannya dimensi ilmu pengetahuan. Kelebihan itu dapat dilihat dari firman Allah dalam surat al Alaq ayat 2, 5 dan 6 yang berbunyi :” Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas”.
Dari ketiga ayat resebut terdapat tiga makna manusia (al insan), yaitu (1) Tentang asal-usul penciptaan manusia
(2) Pemberian ilmu oleh Allah kepada manusia;
(3) Peringatan terhadap faktor negatif yang pada kondisi tertentu manusia melupakan Alllah.
Maka dalam ayat lain disebutkan manuusia memiliki derrajat yang titinggi namun dalam ayat lain bertolak belakang, manusia menjadi makhluk yang sangat hina. Hal ini tidak berarti manusia dipuji dan dicela dalam waktu yang bersamaan, tapi menunjukan bahwa manusia itu adalah memiliki sifat mendekati kesempurnaan dan banyak kekurangan sesuai dengan potensi internnya. Maka tinggi rendahnya derajat manusi sangat bergantung kepada kemampuan menentukan sikap dan keadaan mereka sendiri.
4. Duriyat Adam/Bani Adam
Istilah Banu Adam dituturkan dalam Al Quran sebanyak delapan kali, tujuh diantaranya berada dalam surat-surat Makkiah dan satu kali dalam surat Madaniah dengan istilah Ibnay Adam. Sedangkan istilah Dzurriyah Adam di sebut satu kali. Kata Banu berasal dari kata ba’, nun dan ya’ yang berarti sesuatu yang lahir dari yang lain. Sedang kata dzurriyah berasal dari kata dzal’, ra’ dan ra’ yang berarti halus, lembut dan tersebar. Kedua istilah ini dikaitkan dengan manusia karrena adanya kata Adam sebagai bapak manusia (abu al basyar). Secara umum menunjukkan hubungan keturunan atau silsilah kesejarahan, asal usul manusia yang berasal dari satu.
Bedanya, kata banu Adam mengacu pada hubungan darrrah selrruh manusia, sedangkan dzurriyah Adam mengacu pada makna keberagaman manusia yang tersebar dalam berbagai suku, bangsa dengan warna kulit dan bahasa yang berbeda.Konsep ini sejalan dengan fitrah manusia yang mempunyai ikatan janji dengan Allah untuk mengakui keesaan-Nya. Oleh karenanya kata banu Adam dan dzurriyah Adam mengandung pengerrtian yang mengikat umat manusia sebagai keturunan dan anak cucu Adam agar senantiasa patuh kepada perjanjian tersebut. Al-Qur’an tidak menguraikan secara rinci proses kejadian Adam, yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Yang disampaikanya dalam konteks ini hanya
(1) bahan awal manusia adalah tanah,
(2) bahan tersebut adalah disempurnakan,
(3) setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepadanya ruh ilahi [QS Al-Hijr, 15: 28-29; Shad, 38: 71-72].
Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama, Al-Qur’an menunjuk kepada sang pencipta dengan menggunkan pengganti nama berbentuk tunggal:
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِن طِينٍ
Artinya  : (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". (QS Shad, 38: 71)
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْعَالِينَ
Artinya  : Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang Telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi?". (QS Shad, 38: 75).
Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk dengan menggunkan bentuk jamak. Hal ini dapat dilihat dalam QS at-Tin: 4.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya  :Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(QS. At-Tin: 4).
Hal ini untuk menunjukan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan kejadian Adam AS. Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu bapak dan ibu. Keterlibatan bapak dan ibu mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam, tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.
Manusia  dalam  Alqur,an
1. Makhluk:
Keberadaan manusia di alam semesta ini bukan karena sendirinya, akan tetapi karena rancangan, disain, proses penciptaan dari Allah swt. Keberadaan manusia sebagai hasil ciptaan Allah swt, menyadarkan akan hakekat makhluk yang lemah, bodoh, dan fakir.
يُرِيدُ اللّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفًا
Artinya  : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (An-Nisa’: 28)
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
  Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (Al-Ahzab:72)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Artinya  :Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
2. Dimuliakan Dan Diberikan Potensi
Al-Qur’an banyak berbicara tentang potensi manusia. Ditemukan banyak ayat yang memuji dan memuliakn manusia, seperti pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan sebaik-baiknya (QS at-Tin, 95: 5)., dan penegasan tentang dimuliakanya makhluk ini dibanding dengan kebanykan makhluk-makhluk Allah yang lain (QS al-Isra’, 17: 70). Masih banyak ayat –ayat lain yang dapat dikemukan tentang potensi manusia serta arah yang harus dituju.Isyarat yang menyangkut unsure immaterial, ditemukan antara lain dalam uraian tentang sifat-sifat manusia, dan uraian tentang fitrah, nafs, qalb, dan ruh yang menghiasai makhluk manusia.
a. Fitrah
Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain, seperti “penciptaan” dan “kejadian”. Dalam al-Qur’an kata ini dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali, 14 kali diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Yang terakhir ini ditemukan sekali yaitu pada QS ar-Rum: 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya  : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,( Ar-Rum:30)
Merujuk kepada fitrah yang dikemukukan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadianya, membawa potensi beragama secara lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid.Kalau kita memahami kata la pada ayat tersebut dalam arti “tidak”, maka ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindari fitrah itu. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan akan melekat pada diri manusia untuk selama-lamanya, walaupun boleh jadi tidak diakui atau diabaikanya. Tetapi apakah fitrah manusia hanya terbatas pada fitrah keagamaan? Jelas tidak. Bukan saja karena redaksi ayat ini tidak dalam bentuk pembatasan tetapi juga karena masih ada ayat-ayat lain yang membicarakan tentang penciptaan potensi mausia – walaupun tidak menggunakan kata fitrah seperti dalam QS Ali Imran [3]: 14. Oleh karena itu, kesimpulan Muhammad bin Asyur dalam tafsirnya tentang QS ar-Rum [30]: 30, sangat tepat untuk dijadikan rujukan. Beliau menyatakan: “fitrah adalah bentuk dan system yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya (serta ruhnya)”.
b. Nafs
Kata nafs dalam al-Qur’an mempunyai banyak makna, sekali diartikan sebagai totalitas manusia (QS al-Maidah [5]: 32), yang lain ia menunjuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku (QS ar-Ra’d [13]: 11), dan kata nafs juga digunakan untuk menunjuk kepda “diri Tuhan” (kalau istilah ini dapat diterima), seperti dalam QS al-An’am [6]: 12. Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam kontek pembicaraan tentang manusia , menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk.
c. Qalb
Kata qalb terambil dari akar kata yang bermakna membalik karena sering kali ia berbolak-balik, sekali senang sekali susah, sekali setuju dan sekali menolak. Qalb amat berpotensi untuk tidak konsisten. Al-Qur’an pun menggambarkan demikian, ada yang baik, ada pula sebaliknya. Hal ini seperti terlihat dalam beragam ayat, yaitu: kalbu adalah wadah dari pengajaran (QS Qaf [50}: 37), Wadah dari kasih sayang (QS al-Hadid [57]: 27), wadah dari rasa takut (QS Ali Imran [3]: 151), dan wadah keimanan (QS al-Hujurat [49]: 7). Dalam keadaanya sebagai kotak, maka tentu saja ia dapat diisi dan atau diambil isinya (QS al-Hijr [15]: 47, Al-Hujurat [49]: 14). Bahkan al-Qur’an menggambarkan bahwa ada kalbu yang disegel: “Allah telah mengunci mati hati mereka” (QS al-Baqarah [2]: 7), sehingga wajar jika al-Qur’an menyatakan bahwa ada kunci-kunci penutup kalbu (QS Muhammad [47]: 7). Wadah kalbu dapat diperbesar, diperkecil, atau dipersempit. Ia diperlebar dengan amal-amal kebajikan serta olah jiwa (QS al-Hujurat [49]: 3, Al-Insyirah [94]: 1), dan dipersempit dengan kesesatan dan kemaksiatan (QS al-An’am [6]: 125).

d. Ruh
Berbicara tentang ruh, al-Qur’an mengingatkan kita dengan firman-Nya:
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
  Artinya : Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As-Sajadah:9)
            Manusia terdiri dari ruh dan jasad, karenanya Allah Swt menundukkan keduanya secara keseluruhan, baik ketika di mahsyar, diberi pahala maupun disiksa. Ruh adalah makhluk. Beberapa hadits mengidentifikasikan bahwa ruh adalah materi yang lembut. Bagi sementara pihak yang berkata bahwa ruh adalah qadim, merupakan kekeliruan besar.
Ahli hakikat dari kalangan ahli sunnah berbeda pandangan soal ruh. Ada yang berpendapat, ruh adalah kehidupan, yang lain berpandangan ruh adalah kenyataan yang ada dalam hati, yang bernuansa lembut. Allah Swt menjalankan kebiasaan makhluk dengan mencipta kehidupan dalam hati, sepanjang arwahnya menempel di badan. Manusia hidup dengan sifat kehidupan, tetapi arwah selalu di cetak di dalam hati dan bisa naik ketika tidur dan terpisah dengan badan, kemudian kembali kepada-Nya.
Pengertian al-Ruh
Menurut Ibnu Zakariya (w. 395 H / 1004 M) menjelaskan bahwa kata al-ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra, wawu, ha; mempunyai arti dasar besar, luas dan asli. Makna itu mengisyaratkan bahwa al-ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia. Al-Raqib al-Asfahaniy (w. 503 H / 1108 M), menyatakan di antara makna al-Ruh adalah al-Nafs (jiwa manusia). Makna disini adalah dalam arti aspek atau dimensi, yaitu bahwa sebagian aspek atau dimensi jiwa manusia adalah al-ruh.
Nyawa (ruh) menurut al-Ghazali mengandung dua pengertian, pertama : tubuh halus (jisim lathif). Sumbernya itu lubang hati yang bertubuh. Lalu bertebar dengan perantaraan urat-urat yang memanjang ke segala bagian tubuh yang lain. Mengalirnya dalam tubuh, membanjirnya cahaya hidup, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari padanya kepada anggota-anggotanya itu, menyerupai membanjirnya cahaya dari lampu yang berkeliling pada sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai kepada sebagian dari rumah, melainkan terus disinarinya dan hidup itu adalah seperti cahaya yang kena pada dinding. Dan nyawa itu adalah seperti lampu. Berjalannya nyawa dan bergeraknya pada batin adalah seperti bergeraknya lampu pada sudut-sudut rumah, dengan digerakkan oleh penggeraknya.Pengertian kedua yaitu yang halus dari manusia, yang mengetahui dan yang merasa. Dan itulah tentang salah satu pengertian hati, serta itulah yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dengan firman-Nya:
قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّى    
Artinya  : “Jawablah! Nyawa (ruh) itu termasuk urusan Tuhanku” (QS. Al-Isra’ : 85)

               Dan itu adalah urusan ketuhanan yang menakjubkan, yang melemahkan kebanyakan akal dan paham dari pada mengetahui hakikatnya.Dengan adanya al-ruh dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi makhluk yang istimewa, unik, dan mulia. Inilah yang disebut sebagai khayalan akhar, yaitu makhluk yang istimewa yang berbeda dengan makhluk lainnya. Al-qur’an menjelaskan hal ini dalam QS. Al-Mu’minun : 14. Kata al-Ruh disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 24 kali, masing-masing terdapat dalam 19 surat yang tersebar dalam 21 ayat. Dalam 3 ayat kata al-ruh berarti pertolongan atau rahmat Allah, dalam 11 ayat yang berarti Jibril, dalam 1 ayat bermakna wahyu atau al-Qur’an, dalam 5 ayat lain al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia
Karakteristik al-Ruh
Mengenai ruh ada beberapa karakteristik, antara lain :
Ø  -Ruh berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah / bumi
Ø  -Ruh adalah unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia. Ruh yang berasal dari Allah itu merupakan sarana pokok untuk munajat kehadirat-Nya
Ø  -Ruh tetap hidup sekalipun kita tidur / tak sadar
Ø  Ruh dapat menjadi kotor dengan dosa dan noda, tapi dapat pula dibersihkan dan menjadi suci
Ø  Ruh karena sangat lembut dan halusnya mengambil “wujud” serupa “wadah”-nya, parallel dengan zat cair, gas dan cahaya yang “bentuk”-nya serupa tempat ia berada.
Ø  Tasawuf mengikutsertakan ruh kita beribadah kepada Tuhan
Ø  Tasawuf melatih untuk menyebut kalimat Allah tidak saja sampai pada taraf kesadaran lahiriah, tapi juga tembus ke dalam alam rohaniah. Kalimat Allah yang termuat dalam ruh itu pada gilirannya dapat membawa ruh itu sendiri ke alam ketuhanan
Ø  Al-Ruh sebagai Dimensi Spiritual Psikis Manusia
Ø  dll



Dimensi dimaksudkan adalah sisi psikis yang memiliki kadar dan nilai tertentu dalam sistem “organisasi” jiwa manusia. Dimensi spiritual dimaksudkan adalah sisi jiwa yang memiliki sifat-sifat Ilahiyah (ketuhanan) dan memiliki daya untuk menarik dan mendorong dimensi-dimensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya. Pemilihan sifat-sifat Tuhan bermakna memiliki potensi-potensi lahir batin. Potensi-potensi itu melekat pada dimensi-dimensi psikis manusia dan memerlukan aktualisasi.
Dimensi psikis manusia yang bersumber secara langsung dari Tuhan ini adalah dimensi al-ruh. Dimensi al-ruh ini membawa sifat-sifat dan daya-daya yang dimiliki oleh sumbernya, yaitu Allah. Perwujudan dari sifat-sifat dan daya-daya itu pada gilirannya memberikan potensi secara internal di dalam dirinya untuk menjadi khalifah Allah, atau wakil Allah. Khalifah Allah dapat berarti mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah. Tegasnya bahwa dimensi al-ruh merupakan daya potensialitas internal dalam diri manusia yang akan mewujud secara aktual sebagai khalifah Allah.
              Dalam al-Qur’an dijelaskan kata al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi psikis manusia. Berikut dijelaskan bahwa Allah “meniup”-kan ruh-Nya ke dalam jiwa dan jasad manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut ini :
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُواْ لَهُ سَاجِدِينَ               
Artinya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS. Al-Hijr : 29)
                 
                Berdasarkan ayat di atas, kata ruh dihubungkan dengan Allah. Istilah yang digunakan untuk menyatakan hubungan itu juga  seragam, seperti al-ruh minhu ruhina, ruhihi, al-ruhiy, ruh min amri rabbi. Selanjutnya, ruh Allah itu diciptakan kepada manusia melalui proses al-nafakh. Berbeda dengan al-nafs, sebab nafs telah ada sejak nutfan dalam proses konsepsi, sedangkan ruh baru diciptakan setelah nutfah mencapai kondisi istimewa. Karena itu merupakan dimensi jiwa yang khusus bagi manusia.   Menurut psikologi transpersonal, ada dua hal penting dalam diri manusia, yaitu potensi-potensi luhur batin manusia (human highest potentials) dan fenomena kesadaran manusia (human states of consciousness). Yang menjadi perhatian bagi psikologi transpersonal yaitu dalam wilayah aspek ruhaniah. Telaahnya berbeda dengan psikologi humanistic, bahwa psikologi humanistic lebih menekankan pada pemanfaatan potensi-potensi luhur manusia untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia. Sedangkan psikologi transpersonal menekankan pada pengalaman subjektif spiritual transcendental Tasawuf Islam mengajarkan metode dan teknik-teknik munajat dan shalat khusyuk guna meningkatkan derajat ruh mencapai taraf al-nafs al-muthmainnah / lebih tinggi lagi. Sehingga diharapkan manusia dapat mengembangkan diri mencapai kualitas insan kamil. Adapun ruh diciptakan jauh sebelum manusia dilahirkan, berfungsi semasa hidup dan setelah meninggal ruh akan pindah ke alam baqa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ke dalam hadirat Ilahi. Jadi ruh itu ada dalam diri manusia, tapi tak kasat mat (invisible) karena sangat halus, gaib serta dimensinya yang jauh lebih tinggi dari alam pikiran, serta tahapannya pun di atas alam sadar. Ruh dengan demikian merupakan salah satu dimensi yang ada pada manusia di samping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan, yang ada sebelum dan sesudah masa kehidupan manusia.

                Ruh (roh atau jiwa) juga menunjukkan kelembutan Ilahi, dan seperti halnya si “hati”, ia juga berada di dalam hati badaniah. Roh dimasukkan ke dalam tubuh melalui “saringan yang halus”. Pengaruhnya terhadap tubuh ialah seperti lilin di dalam kamar, tanpa meninggalkan tempatnya, cahayanya memancarkan sinar kehidupan bagi seluruh tubuh.
                Pada dasarnya roh merupakan lathifah dan oleh karenanya ia merupakan suatu unsur Ilahi. Sebagai sesuatu yang halus, ia merupakan kelengkapan pengetahuan yang tertinggi dari manusia yang bertanggung jawab terhadap sinar dari penglihatan yang murni, apabila manusia bebas seluruhnya dari kesadaran fenomenal
Tingkat perkembangan ruh yang sempurna dihiasi dengan sifat-sifat ketuhanan dan berhak menjadi wakil Allah. Salah satu aliran berpendapat bahwa nafs harus dibersihkan agar ruh dapat dihiasi. Beberapa aliran yang lain beranggapan bahwa jika ruh tidak dihias maka nafs tidak dapat dibersihkan.
                 Pandangan lain adalah bahwa sekalipun seseorang menghabiskan seluruh hidupnya untuk berjuang membersihkan nafs, nafs tersebut masih belum bisa dibersihkan seluruhnya dan dia bahkan mungkin tidak memiliki kesempatan untuk bekerja dengan ruh. Namun jika seseorang bisa menempatkan nafs tetap berada dalam etika thariqat, yang memusatkan perhatian pada pembersihan hati dan menghias ruh, maka kemuliaan ketuhanan akan muncul silih berganti melalui pengaruh daya tarik kemurahan dan kemuliaan Allah.
                  Cinta adalah daya tarik ketuhanan, apabila menemukan jalannya ke dalam hati, dia akan membakar akar wujud seseorang, dan menyatukannya dengan wujud mutlak. Hati adalah wilayah persimpangan antara kesatuan dan keragaman. Ketika hati dimurnikan dari segala karat keragaman, matahari cinta akan terbit dan memancarkan sinar kesatuan. Cinta adalah ramuan wujud. Orang harus mematikan diri agar dapat meraih harta karun kehidupan abadi
Al-ruh merupakan dimensi jiwa manusia yang sifatnya spiritual dan potensi yang berasal dari Tuhan.
Dimensi ini menyebabkan manusia memiliki sifat Ilahiyah (sifat ketuhanan) dan mendorong manusia untuk mewujudkan sifat Tuhan itu dalam kehidupannya di dunia. Di sinilah fungsinya sebagai khalifah dapat teraktualisasikan. Dengan ini, maka manusia menjadi makhluk yang semi samawi-ardi, yaitu makhluk yang memiliki unsur-unsur alam dan potensi-potensi ketuhanan.
e. ‘Aql
Kata ‘aql (akal) tidak ditemukan dalam al-Qur’an, yang ada adalah bentuk kata kerja – masa kini, dan lampau. Kata tersebut dari segi bahasa pada mulanya berarti tali pengikat, penghalang. Al-Qur’an menggunakanya bagi “sesuatau yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan atau dosa”. Apakah seseutu itu? Al-Qur’an tidak menjelaskannya secara eksplisit, namun dari konteks ayat-ayat yang menggunakan akar kata ‘aql dapat dipahami bahwa ia antara lain adalah:
Pertama, daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu (QS al-‘Ankabut [29]: 43. daya manusia dalam hal ini berbeda-beda. Ini diisyaratkan al-Qur’an antara lain dalam ayat-ayat yang berbicara tentang kejadian langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang dan ali-lain. Ada yang dinyatakan sebagai bukti-bukti keesaan Allah swt bagi “orang-orang berakal” (QS al-Baqarah [2]: 164) dan ada juga bagi ulil Albab yang juga dengan makna yang sama, tetapi mengandung pengertian lebih tajam dari sekedar memiliki pengetahuan. Keanekaragaman akal dalam konteks menarik makna dan meyimpulkanya terlihat juga dari penggunaan istilah –istilah semacam nazara, tafakur, tadabbur, dan sebagainya yang semuanya mengandung makna mengantar kepada pengertian dan kemampuan pemahaman.

Kedua, dorongan moral (QS Al-‘An’am [6]: 151).
Ketiga, daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta “Hikmah”. Untuk maksud ini biasanya digunakan kata rusyd. Daya ini menggabungkan kedua daya ini di atas, sehingga ia mengandung daya memahami, daya menganalisis, dan menyimpulkan, serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan berfikir. Seseorang yang memiliki dorongan moral, boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang kuat, dan boleh jadi juga seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat , tidak memiliki dorongan moral. Tetepi seseorang yang memilki rusyd, maka dia telah menggabungkan kedua keistimewaan tersebut. Dari sini dapat dimengerti mengapa penghuni neraka di hari kemudian berkata: “Seandainya kami mendengar dan berakal maka kami pasti tidak termasuk penghuni neraka (QS al-Mulk [67]: 10).
3. Dibebani Tanggung Jawab
Keberadaan manusia di alam semesta ini dan diberikan potensi oleh Allah bukan tanpa tanggung jawab. Tetapi manusia dengan segala potensi yang dimilkinya untuk menuaikan satu misi hidup yang jelas dan terarah. Misi tersebut adalah menunaikan tugas ibadah dan khilafah.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Zariyat:56)
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya  : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Al-Baqarah:30)
قالوا يٰصٰلِحُ قَد كُنتَ فينا مَرجُوًّا قَبلَ هٰذا ۖ أَتَنهىٰنا أَن نَعبُدَ ما يَعبُدُ ءاباؤُنا وَإِنَّنا لَفى شَكٍّ مِمّا تَدعونا إِلَيهِ مُريبٍ ﴿٦٢﴾
 Artinya : Kaum Tsamud berkata: "Hai Shaleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan, apakah kamu melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh bapak-bapak kami? dan sesungguhnya kami betul-betul dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap agama yang kamu serukan kepada kami." (Hud:62)
4. Diberikan Pilihan Hidup
Walaupun manusia diberikan satu tanggung jawab untuk menunaikan tugas dan misi kehidupan di alam semesta ini, tetapi Allah masih memberikan pilihan bagi manusia. Pilihan tersebut berupa kepatuhan kepada misi awal penciptaan manusia atau ketidakpatuhan terhadapnya.
وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
Artinya  : Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (al-balad:10)
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (Al-Insan:3)
            Teramat  tingginya  anugrah Allah kepada  manusia  di kehiduapnnya di dunia  ini, bahwa  pilihan kehidupan ( opportuniyty )  yang  di anugrahkan Allah  kepada  manusia di Dunia ini   dalah sebuah  kenikmatan.  Tetapi terkadang kenikmatan itu tidak di maksimalkan oleh  manusia  itu sendiri, seperti salah langkah, paradigma berfikir  yang  keluar dari  sunatullah,  melahirkan sesuatru yang membuat  hukum hukum Allah itu tidak di jalankan. Sehingga terjadi  kemurkaan dari  Allah jika  kita  telusuri dari kaca mata  Keimanan. Memang  terkadang dari kaca mata  yang lain itu   sebuah  sunatullah alam, tetapi pada  hakikatnya  itu adalah   kesalahan besar  dari manusia  sebagai kholifah di muka  bumi ini.
5. Diberikan Balasan
Pilihan hidup yang dipilih oleh manusia akan menjadi tannggung jawabnya sendiri. Tanggung Jawab ini berakibat pada balasan berupa surga atau neraka. Bagi mereka yang tetap patuh pada misi penciptaan awal manusia, akan mendapatkan balasan berupa surga, dan sebaliknya bagi mereka yang tidak patuh juga mendapatkan balasannya berupa neraka.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Isra’:39)
Yang  perlu  kita perhatikan  adalah  dalam ayat ini,  bahwa  kata  As-sam’ ( pendengaran )   lebih dahulu  jika di bandingkan dengan  al-bashar ( penglihatan ). Dan ternyata  hal ini oleh Allah mempunyai  makna khusus.   Secara  fisiologis  dan  anatomis, saraf-saraf  yang ada  pada setiap manusia terutama  pendengaran terdiri  dari jutaan serabut syaraf.  Jumlah yang teramat  banyak  ini  ternyata  tidak di miliki oleh  saraf  penglihatan yang hanya  memiliki 30  ribu  syaraf saja.  Tentunya  hal ini  mempunyai rahasia  yang mendalam dari proses  terciptanya  manusia  dalam hubungannya dengan ayat alqur,an ini. Diantara  fakta  fakta tersebut yang  mempunyai kekuatan ilmiah diantaranya :
Perkembangan alat penglihatan  dan pendengaraan  pada  janin,  terjadi  secara  bertahap  dalam waktu  yang  cukup lama.   Pada akhir  minggu  ke tiga, mulai  berbentuk  Otic Placode yang merupakan unsur  pertama yang membentuk organ telinga  pada bagian permukaan. Sememntara itu alat penglihatan  akan berbentuk pada   tahap minggu  ke empat atau fase perkembangan Janin. Perkembangan telinga  atau alat pendengaran  pada Janin  berkembang dari unsur pertama ini, setelah adanya rumah siput ( membraneus  coclea )  pada  minggu  ke empat.  Hingga minggu kedelapan menjadi  rumah siput  sempurna  atau telingga  sempurna  dengan disempurnakan memasuki minggu  ke 21. Hal ini di tandai dengan munculnya  bulu-bulu halus di  sekeliling telinga   dan juga organ kortek.  Dengan demikian  telinga bagian dalam  telah  berkembang  dan matang untuk  mencapai ukuran yang  alami ketika ia sampai pada  waktu itu  untuk siap melakukan tugasnya yaitu  pendengaran yang menjadi tugas khusus pada bulan kelima  usia janin. Dari kondisi  yang telah terjadi pada janin,  bagian telinga ini  dengan sendirinya telah mampu menerima  suara  dan menstransfer  simbol-simbol suara  ke otak sehingga  terjadi persepsi. Proses  sederhana ini tentunya yang  akan di  sempurnakan dengan munculnya otot telingga  bagian tengah dan muara tuba Eustachi, penutup gendang, saluran pendengaran  bagian luar selama  beberapa minggu antara minggu ke 10 dan ke 20. Hingga  minggu ke  32  akan menjadi telingga  sempurna.( baca ensiklopedi  keajaiban alqur,an hal 334 ).          Dengan kondisi tersebut  pastilah,  setelah usia  kandungan  bulan kelima dengan kekuasan  Allah, maka  alat  pendengaran  ini akan mampu beroperasi dengan baik. 
Berarti jika  kita  hubungkan dengan beberapa  pemikiran  dalam kehidupan masyarakat lokal  bahkan international,   seorang Ibu hamil sejak awal sering menghibur  calon bayinya dengan lagu-lagu  clasik (  bethoven )  di kalangan non muslim,dan diperdengarkan ayat-ayat alqur,an  serta sholawat  di kalangan muslim secara teori Ilmiah  tidak akan berpengaruh jika janinnya belum masuk pada usia 5 bulan. kenapa, karena  belum munculnya  Organ Kortek  dan bulu bulu Helius di sekitar  rumah Ciput daun telinga.  Kemudian jika kita korelasikan dengan fenomena budaya masyarakat kita, seperti upacara Ngapati (ngupati), mitoni (tingkepan) dll, apakah  akan mempunyai  keterhubungan terhadap  janin ( calon bayi ) terhadap rangsangan –rangsangan ( stimulus religiusitas  atau stimulus budaya ) yang di berikan   berupa   lagu, suara   ayat alqur,an  jika  usia janin tersebut  belum memasuki usia   terbentuknyanya pendengaran  secara sempurna  yaitu 32  minggu.  Berarti  menurut kami.  Hal itu, tidak akan mempunyai  pengaruh yang significant, karena  alat pendengarannya belum terbentuk secara sempurana.   Rumah sifutnya ( membraneus cochlea ) belum ada, Organ korteknya  belum terbentuk, muara tubanya belum ada  dan lain lain.  Maka secara   kajian Ilmiah menunjukan  budaya  tersebut  tidak  berkolerasi dengan janin  walau a’lam bishowab. Secara  ilmiah  telah diakui    bahwa telinga bagian dalam janin  peka  terhadap  suara mulai pada  bulan ke 5 dari kehamilan seorang ibu.   Pada  saat itu   janin akan mampu mendengar suara  gerakan  pada   perut  dan jantung Ibunnya. Dengan hasil pendengran ini menimbulkan isyarat-isyarat syaraf pendengaran pada telinga bagian dalam. Hal ini  adalah petunjuk Ilmiah yang mengakui kemampuan janin mendengar suara pada tahap awal usianya. Lebih mendalam lagi,  Hal lain yang perlu  kita  pahami adalah  bahwa suara itu  sampai ke telinga bagian dalam  biasanya melalu  dua jalur  :
Pertama, melalui jalur  telinga bagian luar kemudian telinga bagian tengah  dan keduanya di penuhi  oleh udara. Hal ini terjadi pada setiap manusia  normal.[6]
Kedua, melalui jalur  tulang tengkorak. Getaran suara  berpindah  dengan cara pertama melalui perantaraan udara.  Tulang tengkorak adalah  sarana pemindahan suara yang baik.
 Jelaslah bagi kita bahwa  janin dapat mendengar suara  yang berhubungan  dengan telinga bagian dalam, baik itu melalui tulang tengkorak, atau melalui  tulang  telinga bagian luar yang  dipenuhi oleh  cairan serabut.  Maka  kondisi  pendengaran akan berbeda dengan  kondisi penglihatan.  Janin jelas tidak akan mampu melihat saat berada di dalam perut, tetapi pendengaran akan mampu bekerja  sesudah memasuki usia  5 bulan  dalam kandungan.
            Adapun penglihatan, baik kerangka mata halus atau organ bagian dalam terjadi secara  secara sempurna  ketika usia janin  masuk usia  25  minggu. Pada  saat  sebelum itu, serabut syaraf penglihatan belum dilengkapi oleh  Sumsum Tulang belakang yang memungkinkannya  untuk memindahkan  isyarat isyarat syaraf penglihatan dengan sempurna kecuali  ketika sudah memasuki usia janin minggu ke  17 dari kelahiran janin.  Di samping itu  kelompok mata janin masih tertutup hingga memasuki usia  janin  26 minggu.   Hal itu  terjadi karena  janin masih berada di tempat yang  gelap,  maka   kelopak mata janin masih tertutup, jaringan mata yang belum  matang dan syaraf mata  yang  belum sempurna sampai ia  keluar dari dalam kandungan.
Dalam buku Ensiklopedi Keajaiban ilmiah  Alqur,an  kami nukilkan beberapa  uraian  yang  berkenaan tentang permasalahan  Pendengaran dan penglihatan.  Kata  as-sam’ dan derivasinya di sebutkan dalam alqur,an sebanyak 185  kali.  Setiap  kata  as-sam’ muncul  dalam alqur,an  maknanya  adalah “ mendengar perkataan  dan suara yang disertai  dengan  pengetahuan  dan pemahaman mengenai informasi yang di terima dari  perkataan atau suarea tersebut “. Sedangkan al-bashar yang bermakna “ memandang objek “  seperti cahaya, benda dan gambar mata  yang  disebutkan dalam alqur,an sebanyak 88 kali, Sisanya kata tersebut  sebagai berfikir  dan menggunakan logika untuk  memahami fenomena  Alam, kehidupan, kejadian dan  yang sampai  kepada seseorang “.[7]
Dapat  di    lihat pada  sebuah  matrikulasi  tentang  penggolongan manusia itu sendiri. Bagaiman  kondisi  manusia  dari  asfek  al-insan, albashar,abdullah,an-Nash dan kholifatul Ardhi. Sebagai berikut :

Keempat kreateria  bagi  penyebutan pada  manusia  mempunyai   empat   value  yang  pasti  di miliki  oleh setiap  manusia, tetapi  tentunya  berbeda  beda   pada  kondisi  masing masing.  Terutama   pada  penyebutan manusia  sebagai Abdullah, karena  pada  posisi  penyebutan tersebut yang  muncul  pada  kejiwaan manusia  hanya  value –value  spiritual   yaitu  pendekatan nilai-nilai agama.
Dalam sebuh  artikel Islam, Prof.Dr. H. Muhaimin,MA  ( UIN MALANG ) menulis  tentang  berbagai  potensi yang  terdapat  pada  setiap manusia. Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia meliputi as-sam’ (pendengaran), al-abshar (penglihatan-penglihatan) sebagai bentuk jamak dari kata al-bashar, dan al-af’idah (aneka hati) sebagai bentuk jamak dari kata al-fu’ad. Penyebutan indera-indera secara berurutan pada ayat di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi indera-indera tersebut. Didahulukannya kata as-sam’ atas al-abshar, merupakan perurutan yang sungguh tepat, karena menurut ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indera pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan. Indera pendengaran mulai tumbuh pada diri anak bayi pada pekan-pekan pertama, sedangkan indera penglihatan baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam. Adapun al-af’idah atau kemampuan akal dan mata hati yang berfungsi membedakan yang benar dan salah atau yang baik dan buruk, maka alat ini berfungsi jauh sesudah kedua indera (pendengaran dan penglihatan) tersebut.
Di dalam ayat di atas disebutkan kata al-sam’ (pendengaran) dalam bentuk mufrad (tunggal), sedangkan kata al-abshar (penglihatan-penglihatan) dan al-af’idah (aneka hati) dalam bentuk jamak.  Hal ini mengandung makna bahwa apa yang didengar selalu saja sama baik oleh seorang maupun banyak orang dan dari arah mana pun datangnya suara. Ini berbeda dengan apa yang dilihat. Posisi tempat berpijak dan arah pandang seseorang bisa melahirkan perbedaan hasil pandangan. Demikian pula hasil kerja akal dan hati. Hati manusia sekali senang sekali susah, sekali benci dan sekali rindu, tingkat-tingkatnya pun berbeda-beda walaupun obyek yang dibenci dan dirindui sama. Hasil penalaran akal pun dapat berbeda, boleh jadi ada yang sangat jitu dan tepat, dan ada pula yang merupakan kesalahan fatal.
Kepala sama berambut, tetapi pikiran bisa berbeda-beda.
Alat-alat potensial yang diberikan oleh Allah kepada manusia tersebut ada yang hanya bisa menangkap obyek-obyek yang bersifat material, seperti pendengaran (as-sam’) dan penglihatan (al-bashar), dan ada pula yang bisa menangkap obyek-obyek immaterial, yaitu al-af’idah (akal pikiran dan hati atau qalbu). Dalam pandangan al-Qur’an ada obyek-obyek yang tidak bisa ditangkap oleh indera pendengaran dan penglihatan, bahkan oleh akal pikiran betapapun tajamnya mata kepala dan pikiran seseorang. Misalnya masalah hakikat Allah, surga, neraka, malaikat, shalat subuh harus dua raka’at sedangkan shalat dhuhur empat rakaat, segala tindakan manusia yang tampak dan tersembunyi akan dilihat oleh Allah dan dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid, masalah nasib manusia dan lain-lainnya,  adalah contoh-contoh obyek yang tidak bisa ditangkap dengan akal pikiran. Yang dapat menangkapnya hanyalah hati melalui wahyu, ilham atau intuisi. Karena itu, al-Qur’an di samping menuntun dan mengarahkan pendengaran dan penglihatan, juga memerintahkan agar mengasah akal (daya pikir) dan mengasuh daya qalbu.
Demikian uniknya alat-alat potensial dengan berbagai daya dan kemampuannya yang dimiliki oleh manusia itu dan merupakan nikmat Allah yang patut disyukuri. Karena itu dalam ayat tersebut di atas diakhiri dengan kalimat la’allakum tasykurun (supaya kamu bersyu­kur). Menurut Muhammad Abduh, bahwa yang dinamakan syukur itu tiada lain kecuali menggunakan nikmat anugerah sesuai dengan fungsinya, dan sesuai dengan kehendak yang menganugerahkannya (yaitu Allah SWT.). Memfungsikan dan memberdayakan as-sam’, al-abshar dan al-af’idah secara optimal dalam kehidupan sehari-hari merupakan perwujudan dari syukur kepada-Nya.  
Allah telah mengutamakan dan mendahulukan pendengaran daripada penglihatan. Sebab, pendengaran adalah organ manusia yang pertama kali bekerja ketika di dunia, juga merupakan organ yang pertama kali siap bekerja pada saat akhirat terjadi. Maka pendengaran tidak pernah tidur sama sekali. Maka.  Terdapat  tiga hal mendasar dalam kontek kejadian ini, diantaranya  pertama ; Seorang bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar, berbeda dengan kedua mata. Maka, seolah Allah ta'alaa ingin mengatakan kepada kita, "Sesungguhnya pendengaran adalah organ yang pertama kali mempengaruhi organ lain bekerja, maka apabila engkau datang disamping bayi tersebut beberapa saat lalu terdengar bunyi kemudian, maka ia kaget dan menangis. Akan tetapi jika engkau dekatkan kedua tanganmu ke depan mata bayi yang baru lahir, maka bayi itu tidak bergerak sama sekali (tidak merespon), tidak merasa ada bahaya yang mengancam.[8]
Kedua ;  Apabila manusia tidur, maka semua organ tubuhnya istirahat, kecuali pendengarannya. Jika engkau ingin bangun dari tidurmu, dan engkau letakkan tanganmu di dekat matamu, maka mata tersebut tidak akan merasakannya. Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telingamu, maka anda akan terbangun seketika.  
ketiga ; Telinga adalah penghubung antara manusia dengan dunia luar. Allah ta'alaa ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
فَضَرَبْنَا عَلَى آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا
Artinya ; Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama bertahun-tahun (selama 309 tahun, lihat pada ayat 25 berikutnya -pent)  (Q.S. Al-Kahfi: 11 )

Dari sini, ketika telinga tutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan tenangnya manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan bisa tidur pulas, dan telinga tetap tidak tidur dan tidak lalai sedikitpun.
Dan di sini ada satu hal yang perlu kami garis bawahi, yaitu sesungguhnya Allah berfirman dalam surat Fushshilat:

وَمَا كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِّمَّا تَعْمَلُونَ
Artinya : Dan kamu sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian yang dilakukan oleh pendengaranmu, mata-mata kalian, dan kulit-kulit kalian terhadap kalian sendiri, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. (Q.S. Al- Fushilat:   ayat  22)

Kenapa kalimat "pendengaran" dalam ayat tersebut berbentuk tunggal (mufrad) dan kalimat "penglihatan" dan "kulit" dalam bentuk jamak. Dan memang konteks ayatnya adalah pendengaran dan penglihatan (bentuk tunggal) atau pendengaran-pendengaran dan penglihatan-penglihatan (bentuk jamak). Akan tetapi Allah ta'alaa dalam ayat di atas -yang demikian rinci dan jelas- ingin mengungkapkan kepada kita tentang keterperincian Al-Qur'an yang mulia. Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam  Tafsir  alqur,an al karim, shurotul kahfi ; oleh  Abu abdurrahman bin tayyib  mengemukaakn tentang ayat ; Tidur  itu  ada  beberapa  macam,   tidur ringan :  Hal ini  tidak mencegah pendengaran, oleh  sebab itu  jika seorang sedang tidur  ringan dia masih masih  sempat bisa mendengar suara di sekitarnya.  Tidur  nyenyak :  Tidur   seperti ini sudah tidak lagi bisa mendengar suara apapun juag.  Oleh karena itu Allah mengatakan “ fadhorrrrobna  ‘alaa  ‘aadzanihim   Kami  tutup telinga-telinga  mereka  hingga  tidak bisa  mendengar. [9]

Maka mata adalah indera yang bisa diatur sekehendak manusia, saya bisa melihat dan bisa tidak melihat, saya bisa memejamkan mata bila saya tidak ingin melihat sesuatu, memalingkan wajahku ke arah lain, atau pun mengalihkan pandanganku ke yang lain yang ingin saya lihat. Akan tetapi telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar atau tidak ingin mendengar, maka anda tetap mendengarnya. Misalnya, anda dalam sebuah ruangan yang di sana ada 10 orang yang saling berbicara, maka anda akan mendengar semua suara mereka, baik anda ingin mendengarnya atau tidak; anda bisa memalingkan pandangan anda, maka anda akan melihat siapa saja yang ingin anda lihat dan anda tidak bisa melihat orang yang tidak ingin anda lihat. Akan tetapi, anda tidak mampu mendengarkan apa yang ingin anda dengar perkataannya dan tidak juga mampu untuk tidak mendengar orang yang tidak ingin anda dengar. Paling-paling anda hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut sampai ke telinga anda, mau atau pun tidak.Jadi, mata memiliki kemampuan untuk memilih; anda bisa melihat yang itu atau memalingkan pandangan mata dari hal itu, saya pun demikian, dan orang lain pun demikian, sedangkan pendengaran; setiap kita mendengar apa saja yang berbunyi, diinginkan atau pun tidak. Dari hal ini, maka setiap mata berbeda-beda pada yang dilihatnya, akan tetapi pendengaran mendengar hal yang sama. Setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan, kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka, sehingga pantas Allah ta'alaa menyebutkan kalimat "pandangan" dalam bentuk jamak, dan kalimat "pendengaran" dalam bentuk tunggal, meskipun kalimat pendengaran didahulukan daripada kalimat penglihatan. Maka pendengaran tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ yang bisa tidur atau istirahat. Maka telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau beberapa hari, bahkan sebagian setelah beberapa tahun kemudian, atau pun 10 tahun lebih.
Dan telinga tidak pernah tidur, ketika engkau sedang tidur maka semua organ tubuhmu tidur atau istirahat, kecuali telinga. Jika terdengar suara disampingmu maka spontan engkau akan terbangun. Akan tetapi, jika fungsi telinga terhenti, maka hiruk-pikuk aktivitas manusia di siang hari dan semua bunyi yang ada tidak akan membangunkan tidur kita, sebab alat pendengarannya (penerima bunyi) yaitu telinga tidak bisa menerima sinyal ini. Dan telinga pulalah yang merupakan alat pendengar panggilan penyeru pada hari qiamat kelak ketika terompet dibunyikan.  Dan mata membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, sedangkan telinga tidak memerlukan hal lain. Maka, jika dunia dalam keadaan gelap, maka mata tidak bisa melihat, walaupun mata anda tidak rusak. Akan tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang maupun malam; dalam gelap maupun terang benderang. Maka telinga tidak pernah tidur dan tiak pernah berhenti berfungsi.[10]  Lebih  menarik lagi adalah bahwa Allah dalam proses kejadian manusia memasuki  janin itu pada  tiga  kegelapan ( keadaan ), dalam alqur,an Allah  memberi isyarat  tentang  3 kegelapan  yang di alami setiap  calon manusia  dalam kandungan ibunya ;
يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِن بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ
  Dia  menjadikan  kalian di dalam perut  ibu,  dari satu tahap penciptaan  kepada tahap penciptaan lainnya,  dalam tiga kegelapan ,.. ( QS  Az Zumar ayat 6 )
Dalam beberapa  kajian keislaman di sebutkan  berbagai pendapat terkait dengan  apa yang di maksud  dengan 3  kegelapan, ( Dzulumatin Tsalast ).  
Sebagain besar  ahli tafsir  mengemukakan    bahwa yang di maksud  dengan 3  kegelapan  adalah ;  kegelapan rahim,  kegelapan placenta dan kegelapan perut.  Lain halnya dengan  Mazhab Abu Ubaidah,  berpendapatan,  yang di maksud dengan 3  kegelapan adalah,  Kegelapan  perut, kegelapan rahim dan kegelapan sulbi laki laki.[11]
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran.” [12]  Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi  atau janin di dalam proses  pertumbuhannya sehingga menjadi bayi.  Secara ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim atau  alam rahimiyah dalam bahasa  agama adalah sebagaimana berikut:
- Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan (bahasa biologinya disebut lapisan lembaga ektoderm, mesoderm, endoderm ).
- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut. pada tahap ini juga terjadi pembentukan organ2 tubuh. dan pengaturan posisi, sumbu tubuh, dan pembentukan tubuh.
- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”. Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu kelahiran.[13]
Secara  Ilmiah tentunya akan muncul korelasi yang intens,  ayat  ini memberikan informasi ilmiah yang sangat tinggi nilainya,   bahwa  agar proses  penciptaan manusi  itu menjadi sempurna  dan kuat  tanpa  ada gangunan, ia  harus selalu berada di tempat yang gelap. Karena sel-sel  muda  yang berbentuk seperti anak ikan-ikan teri yang kecil mereka  tidak akan hidup jika terkena sinar matahari.   Dalam kondisi  seperti  ini ternyata  sel telur  harus  selalu barada  di dalam  indung telur ( ovarium )  seperti halnya juga   sperma laki-laki yang selalu berad di dalam  kantong zakat  laki-laki. Berarti  kegelapan rahim akan memunculkan memungkinkan terjaganya  kwalitas  sperma dan  sel telur.
            Di sisi  lain di ungkapkan, ada empat tingkat dari mendengar dan melihat sesuatu. Kita harus ingat bahwa kesan dari melihat dan mendengar ditransmisikan ke otak melalui sistem halus dan rumit. Pertimbangkan kelas penuh mahasiswa. Seorang mahasiswa mungkin akan mendengar pembicaraan gurunya dan juga melihat instruksi tertulis dengan mata terbuka lebar. Pikirannya, bagaimanapun, di tempat lain. Dia tidak akan mengerti apa-apa. Mahasiswa kedua mungkin mendengar dan melihat tetapi tidak memahami instruksi. Ketiga mahasiswa mungkin mendengar, melihat dan memahami instruksi tapi tidak mengikuti petunjuk guru.
Keempat mungkin mendengar, melihat memahami dan mengikuti petunjuk dari gurunya. Ini berbeda tingkat mendengar dan melihat menempatkan siswa dari kelas yang sama dalam berbagai kategori.
Itu sebabnya Allah (SWT) mengatakan, "Jangan bertindak seperti orang yang mengatakan, 'Kami dengar itu,' tetapi mereka tidak mendengar". Oleh karena itu dalam rangka memperoleh manfaat dari bimbingan Allah, kita harus mendengar petunjuk-Nya yang sangat penuh perhatian dan dengan penuh   kehadiran pikiran.[14]  
            Dalam  beberapa  penelitian tentang    berfungsinya  organ pendengaran dan penglihatan, di hasilkan ungkapan bahwa  pendengaran lebih dahulu beroperasional dibanding dengan  penglihatan. Karena  itulah  Allah  mengungkapkan pendengaran lebih awal  di banding penglihatan,  di sebabkan pula  pendengaran merupakan alat terpenting dalam  organ tubuh manusia.  Di sisi  lain secara aktivitas  organ tubuh manusia, diketahui  bahwa   indera penglihatan  manusia   lebih dahulu hilang  daripada  indera  pendengaran ,pada  saat  manusia  tidur,  pingsan,    menjelang kematian, ketika  terbang di ketinggian,  atau ketika berkurangnya  darah di otak dan lain-lain. 
Pada semua kondisi  tersebut indera  pendengaran  tidak akan hilang sebelum hilangnya indera penglihatan. Manusia akan mampu mendengar suara yang sampai ke ketelinganya dari berbagai  arah dan ketinggian.  Berarti  pendengaran berkerja 360  derajat. Sedangkan penglihatan  tidak akan mampu beroperasi pada kondisi tersebut, hanya 180 derajat pada posisi Horizontal dan 145 pada posisi  Vertikal.  Gelombang cahaya  bagi penglihatan selalu berada pada garis lurus, jika terhalang maka tidak akan mampu bekerja, Akan tetapi gelombang   suara akan berjalan di semua arah dan melewati seluruh sisi yang di lewatinya. Gelombang cahaya juga  mampu berjalan di dalam benda  cair dan menyampaikannya kepada  manusia melalui dinding. [15]
Dalam dimensi lain,  kondisi   awal peradaban manusia ( masyarakat),  alqur,an   al kariem  ketika  menyebutkan  perbedaan kondisi  pendengran akan lebih banyak di bandingkan dengan kondisi penglihatan. Di gurun sahara kepekaan  pandangan  sangat kurang  di bandingkan dengan kepekaan pendengaran. Pada  masa  tersebut  masyarakat lebih mengedepankan  pendengaran ( audio ) di banding penglihatan ( visual ) Bahkan ayat alqur,an pun melalu proses pendengaran dan di hafalkan.  Bahkan zaman masyarakat  tersebut   keilmuan  seperti  syair dan puisi lebih banyak  di  hafalkan. [16]
Dalam  alqur,an  Allah  mengilustrasikan,  pada surat  al A,rof  ayat 195 “  Ataukah mempunyai mata yang dengan  itu  ia dapat melihat, atau mempunyai telinga yang dengan itu ia dapat mendengar ? Katakanlah “  Panggilah berhala berhalamu yang kamu jadikan sekutu Allah, kemudian  lakukanlah tipu daya ( untuk mencelakakan )-Ku, tanpa memberi tangguh ( kepada-Ku ) QS. Al A’rof ayat  195.     M.  Qurais Shihab, dalam Tafsir  al Misbah mengemukakan tentang ayat  ini.  Berhala  berhala itu  tidak  hanya  sama  dengan kalian bahkan lebih rendah,  karena  walaupun semua  membutuhkan Tuhan  dan tunduk kepadnya, tetapi berhala berhala itu tidak memiliki jiwa dan akal, bahkan lebih rendah dari kalian dalam asfek penciptaan makhluq dan bentuknya.  Mereka  tidak memiliki  anggota badan   sebaik  dan sesempurna kalian
Penyebutan anggota tubuh, kaki  tangan, mata dan telinga, karena  sebagian berhala berhala mereka terbuat dari patung patung  berbentuk pria atau wanita.  Hubal,Ku,aib,dan Dzulkaffain-misalnya adalah berhala  berbetujk pria, sedangkan Suwa berbentuk wanita. Ini  untuk   membuktikan bagi mereka bahwa  berhala berhala itu  tidak mampu memberi pertolongan. Qurais shihab menambahkan;  Mata dan telinga  adalah alat alat penting dalam organ tubuh manusia  sebagai pendukung dalam bertindak. Demikian Ibnu Asy,ur. Tentunya ini berdasarkan zaman itu. [17] Lain halnya dengan Muhamad  Nasib arrifai, dalam  Taisiru al Aliyyul Qodir li  Ikhtisari  Tafsir Ibnu  Katsir  jilid 2 mengamukakan   tentang proses  kejadian manusia di dunai ini;.    
Seorang  peneliti  nasrani masuk Islam karena  di sebabkan oleh mengkaji dan menelaah kandungan ayat ini, yaitu  Dr. Moris  Bokay. Setelah begitu panjang mempelajari uslub-uslub serta  literatur bahasa dan sejarah alqur,an, Allah menghadirkan hidayah kepadanya.  Pada suatu  seminar international  Dr.Moris Bokey tanpa di duga  mengeluarkan stetment yang  mengejutkan.  Beliau  mengemukana bahwa  fakta- fakta ilmiah dan sains sangat  berkorelasi dengan alqur,an dan tidak  berkorelasi kepada Injil dan  Taurat. Ketika  di tanya, dari manakah Muhammad mendapatkan alasan kalau itu adalah benar dan Ilmiah “  Dr.Moris  Bokey  mengemukakan “  Sudah pasti   kalian tidak akan mendapat jawabannya, bagi saya  itu pasti dan Muhammad mendapatkan  dari Allah Swt dan Muhammad itu rasulnya.  Dari kejadian ini, eropa, dan barat gempar.  Dari kejadian ini membuktikan bahwa  alqur,an dalam sejarah keberadaan manusia 1500 tahun yang lalu  dan lebih dahulu membicarakan masalah janin  atau calon menausia.
C. PENUTUP      
            Pendengaran  dan penglihatan  yang ada  pada  manusia seharusnya  di jadikan sensorik yang mutlaq.   Peradaban manusia  saat  ini   hampir  hampir  melupakan kondisi yang  seharusnya di lakukan oleh manusia  sebagai kholifah di muka bumi ini. Manusia  dengan segala  keunikan  penciptaannya dari  Allah  SWT  merupakan wujud kebesaran  Allah melalui  dimensi yang bernama  mukjizat  yang  tersimpan dalam kandungan alqur,an. Alqur’an dengan segala keistimewaannya tentunya  akan menghantarkan  manusia  pada  pemahaman  yang benar  di hadapan Allah  tentang  kehidupan ini. Lebih mendalam lagi  berbagai keilmuan akan mampu menghantarkan manusia kepada pertumbuhan nilai-nilai keimanan, anatomi  manusia adalah salah satu yang  bisa  menghantarkan manusia  pada  titik menemukan kemukjizatan dari Allah yang ada  dalam setiap diri manusia. Penderngan dan penglihatan dua  organ mulia  itu adalah bukti kebesaran sang Pencipta,  kemudian  bagaimana manusia  mengapresiasikan  hal iuni di hadapan Allah, saat ini  untuk saat yang akan datang.





[1] http://www.mihrabqolbi.com ; Posting   15 /11/2011
[2] Syihabuddin; Muhammad Nasib Ar-rifai ‘ ringkasan Tafsir  Ibnu Katsir, Juz 3 ;hal 59  )
[3] Syaikh  Muhammad  bin Shalih al-‘Utsaimin ;  Tasfir  alkahfi ; h.317 ).
[4] [ M.Quraish Shihab ;Membu,ikam Alqur,an ; 1996 : 279
[5] M Quraish Shihab,.Op.Cit.280
[6] ( Yusuf  Ahmad :Ensiklopedia   Keajaiban alqur,an ;hal.336 ). 

[7] Yusuf  Ahmad, Op,cit,h.327
[8] (http://majelispenulis.blogspot.com ; posting  3/11/2011 )
[9] Syaikh utsaimin ‘  Tafsir  alkahfi ; 2005 ; hal ; 43 )

[10] ( http://majelispenulis.blogspot.com  ; posting 1/10/2011 )     
[11] Yusuf Ahmad; Ensikloped Keajaiban Ilmiah alqur,an;  hal.244;2009 )
[12] Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.) ( http://edukasi.kompasiana.com ;  posting  tgl  1/10/2011
[13] ( http://alhayaat.wordpress.com ; posting 5/11/2011 )

[14] ( http://www.imtiazahmad.com  ;  posting 4/11/2011 )

[15] Yusuf  Ahmad;Ensiklopedi Ilmiah alqur,an; hal 344
[16] Yusuf  Ahmad,Op.cit h.356
[17]  M Quraius  Shihab ; Tafsir  Al Misbah ; Juz 5;hal 348 ) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar